Seorang wanita cantik yang suka dengan kehidupan bebas hingga mendirikan geng motor sendiri. Dengan terpaksa harus masuk ke pesantren akibat pergaulannya yang bebas di ketahui oleh Abahnya yang merupakan Kyai di kompleks perumahan indah.
Di Pesantren Ta'mirul Mukminin wanita cantik ini akan memulai kehidupannya yang baru dan menemukan sosok imam untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fii Cholby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
Sore harinya, Fifia sudah di pindahkan ke ruang rawat biasa.
Saat ini Fifia tengah memakan buah yang di bawakan oleh kakaknya tadi siang.
"Assalamu'alaikum..."ucap seseorang membuat mereka yang ada di ruangan tersebut menoleh ke sumber suara.
"Wa'alaikumsalam... Kamu bukankah anak Shodiq yang tadi malam juga ada di sini kan?" tebak Abah Umar
"Iyaa Pak. Ini saya bawakan buah untuk Fifia." Ustadz Rehan memberikan buah tersebut pada Ummah Kulsum.
"Terima kasih banyak Nak sudah repot-repot ke sini." ujar Ummah Kulsum
"Nggak repotin kok, Bu. Ohh yaa Fifia, bagaimana kondisi kamu sekarang?"
"Alhamdulillah.. sudah mendingan Ustadz." ucap Fifia cuek. Ia fokus memakan buah apel yang sudah di kupaskan oleh Ummah nya.
"Alhamdulillah..." Ustadz Rehan bernafas lega. Ia sedari pulang dari rumah sakit tadi pagi. Ia cemas dengan kondisi Fifia. Kali ini ia dapat bernafas dengan lega melihat kondisi Fifia yang sudah membaik.
"Nama kamu siapa, Nak?" tanya Ummah Kulsum membuat Ustadz Rehan gelagapan karena sedari tadi terus memandangi Fifia.
"Nama saya Rehan Sakeel, Bu. Panggil saja Rehan."
"Kamu ada perlu apa ke sini, Nak? Apakah Shodiq yang meminta mu ke sini?" tanya Abah Umar
Netra Ustadz Rehan melirik ke sana kemari. Pasalnya ia tak di minta oleh Abahnya untuk ke rumah sakit. Ia hanya ingin memastikan kondisi Fifia. "Ee.. i-iyaa Pak. Saya hanya memastikan kondisi Fifia sudah membaik apa belum. Kalau saya lihat, sepertinya Fifia sudah lebih membaik dari sebelumnya." ucapnya dengan sedikit berbohong.
"Yaa yang kamu katakan memang benar. Fia sudah lebih membaik sekarang."
"Emm kalau begitu saya permisi pulang dulu Pak, Bu." pamit Ustadz Rehan.
"Kenapa buru-buru Nak? Pulang nanti saja atau besok." ucap Ummah Kulsum membuat Fifia terbelalak.
"Ummah apa-apaan sih. Kalau Ustadz Rehan mau pulang, biarkan saja dia pulang." bisik Fifia pada Ummah nya namun masih dapat di dengar oleh Ustadz Rehan.
"Tidak perlu, Bu! Saya ada tugas di pesantren. Jadi nggak bisa lama-lama di sini."
"Oohhh... Sibuk yaa."
Ustadz Rehan hanya mengangguk. "Kalau begitu saya permisi dulu Pak, Bu. Assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikumsalam..."
"Ummah apa-apaan sih bilang kayak gitu tadi." protes Fifia tak suka.
"Memangnya Ummah bilang apa, Sayang?"
"Iihh.. pura-pura nggak tau. Itu tadi Ummah bilang gini, pulang nanti saja atau besok. Itu biar apa.? Ummah kasih kode sama Ustadz agar di sini sampai besok gitu.?"
Ummah Kulsum tersenyum geli melihat tingkah anak bungsunya. "Ummah lihat sepertinya Ustadz Rehan suka sama kamu, Sayang. Ummah setuju jika kamu menikah dengannya. Lagi pula umur kamu juga sudah cukup untuk menikah"
"Apa.? Menikah.? Sama Ustadz tadi.? Ogah, Fia nggak mau. Ummah jangan coba-coba jodohin aku sama Ustadz tadi yaa. Fia nggak suka"
"Lohh, memangnya kenapa Sayang.? Kamu nggak suka sama Nak Rehan. Nak Rehan kelihatannya baik kok"
"Pokoknya kalau Fia nggak suka yaa nggak suka, nggak mau yaa nggak mau" Fia memalingkan wajahnya kesal.
"Sudah, sudah. Ummah jangan bicara seperti itu. Biarkan Fia menuntut ilmu sebanyak mungkin. Lagian Fia baru saja mondok. Pasti belum cukup ilmu kalau menjadi istri orang" ucap Abah Umar yang sedari tadi hanya diam.
"Tuhh dengerin Abah. Aku itu baru masuk pesantren, Mah. Belum juga ada sebulan di pesantrennya" timpal Fifia
"Iyaa, iyaa Ummah minta maaf. Kamu betah tidak di pesantren.?"
"Alhamdulillah.. betah kok, Mah. Temen sekamar aku baik-baik semua"
"Alhamdulillah... Jadi udah kerasan nih di pesantrennya.?" goda Abah Umar
"Hehe... Udah, Bah. Kirain hidup di lingkungan pesantren itu bakal sengsara. Ternyata nggak, di sana banyak kegiatannya, banyak temannya. Jadi nggak berasa capek atau ingat rumah. Rasanya seru aja, apa-apa barengan sama teman-teman yang lain" ucap Fifia girang. Ia jadi tidak sabar untuk kembali lagi ke pesantren.
"Alhamdulillah... Kalau kamu sudah kerasan di pesantren" Abah Umar mengelus kepala putri bungsunya yang tertutup hijab.
"Abah, Ummah boleh nggak kalau Fia menghafalkan Al-Qur'an.?"
"Masyaa Allah... Boleh dong, Sayang. Ummah seneng kalau kamu mau menghafal Al-Qur'an" ucap Ummah Kulsum tersenyum haru dengan pertanyaan putrinya.
"Iyaa boleh, Nak. Apapun keinginan mu, Abah akan dukung"
"Mah, Abah sholat dulu di masjid dekat sini yaa. Udah adzan" ucap Abah Umar saat mendengar suara adzan magrib.
"Iyaa Abah"
Abah Umar mengecup kening istrinya sebelum pergi. Membuat Fifia tersenyum hangat. Walaupun usia kedua orang tuanya sudah tak muda lagi. Namun mereka masih sangat romantis dan harmonis membuat Fifia tersenyum lembut.
"Ummah"
"Kenapa, Sayang.? Ada yang sakit.?"
Fifia menggelengkan kepalanya pelan. "Sebenarnya Fia suka sama salah satu Ustadz di pesantren. Fia mutusin menghafal Al-Qur'an karena ingin menjadi orang yang cocok bersanding dengannya" jelas Fifia menunduk.
Ummah Kulsum mengelus kepala putrinya. "Kalau kamu ingin menghafal Al-Qur'an. Niatkan dari hati, bukan dari orang lain. Jangan kamu kejar cinta hamba Allah, Nak. Kejarlah cinta Allah, jika Allah suka dengan hambanya yang taat kepadanya. Insyaa allah kamu akan mendapatkan jodoh yang baik dan sesuai keinginan mu. Ummah harap kamu mengerti Sayang"
semangat untuk up date nya