LUKA ITU PENYEBABNYA
"Kau yakin nak? Wanita seperti dia? Bukan maksud ayah merendahkannya, tetapi dia berasal dari strata sosial yang lebih rendah dari kita. Selama ini ayah dan ibu diam, karena mengira kau hanya sekedar berpacaran biasa saja, lalu putus seperti yang sebelumnya. Tetapi Valerie? Wanita itu anak yatim piatu, ia bahkan memiliki dua adik yang masih harus ia sekolahkan. Tidak nak, jangan dia!"
*****
Direndahkan! Itulah yang Valerie Maxwel rasakan atas penuturan orang tua calon suaminya. Sejak saat itu, ia berjuang untuk dirinya sendiri dan adik-adiknya. Hingga Valerie menjadi seorang Independent Woman, dan memiliki jabatan tinggi di sebuah perusahaan ternama. Valerie pun tak pernah lagi percaya dengan pria, maupun cinta. Namun, kemunculan CEO baru di perusahaannya membuat Valerie bimbang. Pria itu bernama, Devan Horwitz . Pria dengan usia tiga tahun lebih muda dari Valerie. Dan memiliki segudang daya tariknya untuk memikat Valerie.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Semesta Ayi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana ke Jepang
* * *
Sebuah cafe terdekat dari perusahaan menjadi tujuan mereka untuk menikmati makan siang bersama. Lima insan saat ini mengitari sebuah meja sembari menunggu makanan yang mereka pesan datang.
Devan menatap Larissa dan Arlan bergantian, "Jadi kalian suami istri?"
Keduanya mengangguk tersenyum, "Benar, kami sudah memiliki dua anak. Seorang puteri berusia 7 tahun, dan putera 5 tahun." jawab Larissa.
"Woah...sungguh bayangan keluarga yang harmonis." ujar Devan tersenyum takjub.
Arlan merangkul sang istri, "Begitulah, ia cinta pertamaku."
Devan mengangguk, "The real cinta pertama yang sukses. Sebab kebanyakan cinta pertama itu tidak sukses."
Arsen menatap sang bos, "Ayolah bos, jangan bicara begitu. Aku memiliki cinta pertama yang aku perjuangkan saat ini. Semoga saja berhasil."
Devan tersenyum, "Adik nona Vale? Aku rasa itu akan berhasil."
"Liona sangat sulit ditaklukkan bos." jawab Arsen.
"Hal yang wajar Arsen, dulu Larissa juga begitu. Kau hanya perlu berjuang dan pantang menyerah." ujar Arlan.
Arsen mengangguk setuju, "Tapi sepertinya memang akan ada lampu hijau. Karena kak Valerie tampak dekat dengan seseorang saat ini." ucapnya melirik Valerie.
Valerie hanya bereskpresi datar, "Aku penganut cinta pertama akan gagal. Selamat Arsen, cinta pertamamu pasti gagal." ucapnya tersenyum miring pada Arsen.
Mata Arsen membulat, "Astaga kak...kau kejam sekali."
Larissa dan Arlan pun tertawa renyah, "Jangan bahas cinta dengan Valerie, atau kau akan kena kalimat pedasnya." ujar Arlan.
Devan tersenyum tipis, ia menautkan alis menatap Valerie. Seperti ada rasa penasaran di dalam dirinya. Kini makanan mereka pun tiba, seluruhnya menikmati makan siang dengan tenang.
"Jadi, hubungan kalian tidak lebih dari rekan kerja? Padahal aku berharap tadi lebih." ujar Larissa menatap Valerie dan Devan.
Devan tersenyum, "Mau lebih, tetapi independent woman ini langsung memberi lampu merah padaku." jawabnya.
Arsen menyikut lengan Devan, "Cinta pertama tidak?"
"Entahlah, mungkin saja." jawab Devan.
"Sulit jika begitu."
"Hei, jangan patah semangat. Kali saja memang kau jodohnya." ujar Arlan.
Devan menatap Valerie, ia tersenyum dengan menaik turunkan alisnya. "Bagaimana Vale? Sepertinya banyak yang mendukung kita."
Valerie melirik Devan dengan malas, "Jangan sampai selera makanku hilang Dev.."
Devan tertawa kecil, ia mengusak gemas kepala sang wanita. Valerie pun seketika jadi salah tingkah, namun ia menutupinya senatural mungkin.
"Valerie, soal bertemu klien di Jepang. Kau yang berangkat?" tanya Larissa.
Valerie mengangguk, "Hm, aku akan menemuinya langsung."
"Apa itu? Ke Jepang?" tanya Devan.
Arlan mengangguk, "Ya, lusa Valerie akan berangkat ke Jepang. Harusnya dengan Tn Horwitz tetapi beliau tidak bisa, kondisi kesehatannya tak memungkinkan untuk terbang ke Jepang. Jadi Valerie sendiri saja, bertemu langsung dengan klien disana. Harus pertemuan langsung, sebab mereka perusahaan besar." jelas Arlan.
Devan pun tertegun sejenak, ia mengangguk mengerti dan melirik Valerie.
* * *
"No Dev..!"
"Ayolah Vale. Aku harus ikut." pinta Devan.
Pria itu berada di ruangan Valerie saat ini, memohon pada sang gadis agar ia juga ikut ke Jepang.
Valerie yang tadinya fokus bekerja kini menghela nafas berat menatap Devan, "Tidak bisa Devan..aku butuh waktu tiga hari disana. Dan kau harus fokus belajar disini. Ingat Dev, aku punya tuntutan dari Tn Horwitz agar kau bisa menguasai seluruh alur kerja perusahaan dalam waktu satu bulan saja."
Devan menumpukan kedua tangannya sisi meja, menatap lekat sang gadis di depannya. "Sisihkan tiga hari saja untukku. Setelahnya aku akan serius mempelajari alur kerja."
"Dev.."
"Ayolah Vale..percayalah padaku. Lagipula, bertemu klien adalah keahlianku. Ini soal kerjasama kan? Aku pasti bisa mendapatkan kerjasama itu."
"Akan ada beberapa perusahaan lain nantinya yang ikut memperebutkan kerjasama itu Dev..ini akan sulit."
"Justru itu aku harus belajar. Dan percayalah, aku ahlinya di bidang itu Vale.."
Valerie memijit pelipisnya, "Sebaiknya aku tanyakan langsung pada Tn Horwitz, jika ia tak mengizinkan maka kau tidak boleh ikut."
Devan justru langsung meraih ponselnya dan menelepon sang ayah, Valerie tentu terkejut.
"Ayah..aku mau ke Jepang lusa ini. Izinkan aku, ok? Aku janji akan membawa kerjasama itu berhasil. Benar? Ayah setujukan? Baiklah, ok! Ayah memang yang terbaik." ujar Devan tersenyum senang lalu mematikan ponselnya.
Devan pun kini menatap Valerie, "Berhasil."
Valerie tentu hanya menghela nafas pelan, ia tak menjawab apapun dan kembali bekerja. Devan terus tersenyum senang, tentu sebab ia akan ke Jepang dengan sang asisten.
* * *
"Pastikan kau mendapatkan kerjasama itu Joshua. Mereka adalah perusahaan besar, dan banyak di incar perusahaan lain saat ini." ujar Tn Coppen.
Joshua mengangguk, ia sedang menikmati makan malam bersama orang tuanya saat ini. Malam ini ia berkunjung seorang diri ke rumah orang tuanya.
"Aku usahakan sebaik mungkin ayah, lusa aku akan berangkat."
"Baguslah, ayah harap berhasil sesuai rencana." jawab Tn Coppen.
Ny Coppen tampak menautkan alis menatap Joshua, "Kenapa Serena tidak ikut?"
Joshua melirik sang ibu, "Sedang tak enak badan bu."
"Apa ia hamil nak?" tanya Ny Coppen tersenyum.
Joshua tertegun sejenak, "Tidak bu."
Kedua bahu Ny Coppen merosot lemas, "Ini sudah tujuh tahun Joshua. Apa kalian tidak mau usaha dengan bayi tabung misalnya."
Joshua menatap sang ibu, "Tidak bu, lagipula kami berdua sehat."
"Tapi ini sudah terlalu lama. Ibu juga sangat jarang bertemu dengannya. Sulit sekali waktunya kosong. Ibu rasa itu alasan ia sulit punya anak, pasti terlalu lelah karena sibuk bekerja."
"Bukankah ibu menyuruhnya untuk bekerja, dan Serena juga mau bekerja."
"Ya, itu memang benar. Tetapi lihat-lihat juga kondisinya. Apa ia tak malu tujuh tahun menikah tetapi kalian tak kunjung memiliki anak." jawab Ny Coppen.
"Coba periksakan ke dokter yang lebih bagus lagi. Siapa tahu ada yang salah dengan kalian." ujar Tn Coppen.
Joshua kini tampak menelan ludah kasar, "Aku ingin ayah..ibu, tetapi Serena tidak mau."
Kedua orang tuanya pun menautkan alis, "Apa maksudmu Joshua?"
"Ayah ibu, tidak bisakah kalian mendukungku kali ini? Aku dan Serena tidak sejalan lagi. Lihatlah buktinya, kami sudah tujuh tahun tak memiliki anak. Dan..hubungan kami kian renggang." pinta Joshua yang merasa kali ini ia harus terbuka.
Mata Ny Coppen pun membulat, "Tapi dia berasal dari keluarga terpandang Joshua. Jangan mencoreng nama keluarga besar dengan sebuah perceraian."
Tepat disaat itu layar televisi menampilkan wajah Valerie, sebuah tayangan tentang bisnis wanita itu. Tn Coppen lah yang melihatnya, entah kenapa kini ia tampak berpikir sejenak.
"Kau masih mencintai Valerie?" tanya Tn Coppen.
Tentu Ny Coppen dan Joshua terkejut atas penuturan Tn Coppen. Mereka belum menyadari televisi saat ini menampilkan bisnis Valerie.
Joshua pun menunduk sendu, "Ya ayah. Jujur saja, iya."
Tn Coppen pun menatap sang putera dengan lekat, ia menyeka sudut bibirnya dengan sapu tangan sejenak lalu berdiri.
"Jika kau berhasil kembali pada gadis itu, ayah akan setuju saja jika kau mau berpisah dengan Serena. Setidaknya harus ada penggantinya, yang lebih baik dari Serena." ujar Tn Coppen lalu berjalan menuju kamarnya.
Ny Coppen pun terkejut, namun ia kini tak sengaja menatap ke arah televisi. Wanita itu tertegun sejenak, "Dia Valerie kan? Ya, dia memang sangat terkenal saat ini. Kurasa itu ide yang tidak buruk nak."
Joshua tentu merasa lega saat ini, ia berdiri dan tersenyum. "Akan ku perjuangkan. Jika begitu, aku akan berani kali ini."
Ya, selama ini tentu Joshua menahan diri untuk mengejar Valerie. Susah payah ia ingin menggugat cerai Serena namun selalu gagal sebab orang tuanya selalu membela Serena. Namun kali ini ia mendapatkan lampu hijau dari orang tuanya.
* * *
semoga devan bisa tegas sm keluarganya dan ga ninggalin vale, kalo itu terjadi kedua kali pada vale fix dia akan mati rasa selamanya bahkan seumur hidup 😥