Saphira Aluna, gadis berusia 18 tahun yang belum lama ini telah menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas.
Luna harus menelan pil pahit, ketika detik-detik kelulusannya Ia mendapat kabar duka. Kedua orang tua Luna mendapat musibah kecelakaan tunggal, keduanya pun di kabarkan tewas di tempat.
Luna begitu terpuruk, terlebih Ia harus mengubur mimpinya untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
Luna kini menjadi tulang punggung, Ia harus menghidupi adik satu-satunya yang masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah menengah pertama.
Hidup yang pas-pasan membuat Luna mau tak mau harus memutar otak agar bisa terus mencukupi kebutuhannya, Luna kini tengah bekerja di sebuah Yayasan Pelita Kasih dimana Ia menjadi seorang baby sitter.
Luna kira hidup pahitnya akan segera berakhir, namun masalah demi masalah datang menghampirinya. Hingga pada waktu Ia mendapatkan anak asuh, Luna malah terjebak dalam sebuah kejadian yang membuatnya terpaksa menikah dengan majikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ina Ambarini (Mrs.IA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ijab Qobul
Sesampainya di rumah, Khafi segera membopong Luna masuk. Semua orang tampak terkejut melihat kondisi Luna, termasuk Yuke. Yuke merasa sangat kesal karena Khafi dapat menemukan Luna, bahkan Yuke tak terima ketika melihat Luna berada di pangkuan pria yang selama ini di incarnya.
"Apa-apaan ini? Kenapa Khafi pakai acara gendong si baby sitter itu segala!" Yuke menggerutu dalam batinnya.
"Kakak!" Teriak Nuka yang langsung berhambur mendekati sang kakak.
"Kak Luna kenapa?" Tanya Nuka yang merasa sangat khawatir pada kakaknya itu.
"Awas dulu, beri Dia ruang dulu!" Pinta Khafi yang langsung membawa Luna ke kamar dan menidurkan Luna di atas tempat tidur.
"Fi. Apa yang terjadi? Luna kenapa?" Tanya Pak Seno.
Khafi terlihat menghela nafasnya, Yuke merasa sangat takut jika Khafu mengatakan yang sebenarnya di depan semua orang. Khafi menatap tajam ke arah Yuke, dan lalu berpaling begitu saja.
"Tadi Aku pergi keluar buat cari Luna, terus Aku nemuin Dia lagi jalan sendirian di jalanan sepi. Mungkin Luna terlalu jauh jalan kaki, makannya Dia kecapean." Khafi tak membeberkan siapa dalang dari apa yang menimpa Luna.
"Astaga. Tapi lagi apa Luna di jalanan sepi?" Tanya Bu Nuri.
Khafi menggelengkan kepalanya, "Aku juga gak tahu. Ya udahlah, yang penting Luna udah di rumah sekarang. Tinggal tunggu Dia siuman aja, Aku mau ke kamar!" Seru Khafi.
"Ya udah." Semua orang menunggu Luna sadar dari pingsannya, dan Khafi terlihat berlalu menuju kamarnya untuk beristirahat.
"Bu Nuri, sebaiknya Ibu istirahat saja. Yang lain juga, biar Nuka yang jagain Kak Luna. Lagian besok kan acara pernikahan Kak Luna sama Kak Khafi, takutnya Kalian kecapean karena nungguin Kak Luna sadar." Nuka menuturkan.
"Memangnya gak apa-apa Kamu nunggu Kakak Kamu sendirian?" Tanya Pak Seno.
"Gak apa-apa, Pak. Udah Kalian istirahat aja," ujar Nuka.
"Ya sudah kalau begitu, Kami istirahat dulu. Kalau ada apa-apa bangunkan Kami aja, jangan sungkan!" Pinta Pak Seno.
"Iya, Pak. Terima kasih," ucap Nuka.
Semua orang pun pergi menuju kamar masing-masing, dan Yuke pun tampak tak bersalah sama sekali. Yuke meminta untuk di izinkan menginap di rumah Khafi, Ia pun terlihat masuk ke kamar tamu untuk beristirahat.
***
Pukul lima pagi, Luna masih terjaga. Perias pengantin sudah tiba di kediaman Khafi, Mereka sudah siap untuk meriah wajah Luna.
"Ini gimana, Pak, Bu? Pengantin wanitanya belum bangun?" Tanya salah satu perias.
"Emm, gimana, ya? Sebenarnya pengantinnya semalam kecapean, gak enak badan juga. Gimana kalau rias aja sekarang, gak apa-apa gak usah nunggu bangun." Bu Windi mengusulkan.
"Ya gak bisa gitu dong, Tante. Masa di rias orangnya lagi tidur, udah itu mah gak niat bangun aja!" Seru Yuke, Ia berusaha untuk mengulur waktu.
"Ya terus gimana, masa harus nunggu bangun?" Tanya Bu Windi.
Bu Nuri mendekati Luna, Ia bermaksud untuk membangunkan Luna.
"Luna! Luna! Bangun, Nak!" Pinta Bu Nuri sembari menepuk pipi Luna.
Tak ada reaksi dari Luna, hal itu membuat perias memutuskan untuk memoles wajah Luna tanpa menunggu Luna bangun lebih dulu.
Semua orang keluar dari kamar Luna, dan perias mulai membersihkan wajah Luna.
Semetara itu di kamar, Khafi tengah memandang pantulan dirinya pada cermin.
Khafi menatap dirinya yang kini terbalut busana pengantin, Khafi masih tak percaya hari ini akan tiba.
Khafi memejamkan matanya, terbesit wajah mendiang istrinya.
Tampak air mata keluar dari sudut mata Khafi, Khafi menghela nafasnya.
"Lin. Sedang apa Kamu sekarang? Apa Kamu lihat Aku disini? Lin, hari ini Aku akan menikahi Luna. Hari yang tak pernah terbayang akan terjadi di hidup Aku. Apa Kamu bahagia sekarang?"
Khafi mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang, berkali-kali Khafi mengusap air matanya.
Sedangkan di kamar Luna, Ia baru saja selesai di pakaikan gaun pengantin. Butuh tenaga ekstra saat mengenakan pakaian pada Luna yang masih tak sadarkan diri, namun beberapa menit setelah itu Luna tampak mulai membuka matanya.
Luna mengedarkan pandangannya, Ia lalu meraba tubuhnya yang sudah terbalut gaun pengantin.
Luna spontan bangun, dan melihat dirinya.
Luna berdiri, namun setelah itu Ia merasa kepalanya begitu pening.
"Aduh, kepalaku pusing banget!" Keluh Luna yang langsung kembali terduduk.
Luna kembali melihat pantulan dirinya pada cermin, Ia tak percaya bahwa dirinya kini telah mengenakan gaun pengantin yang selama ini di impikannya.
"Gaunnya bagus banget," gumam Luna.
Masih merasa takjub, sampai Luna meyadari kedatangan Bu Nuri dan Bu Windi ke kamarnya.
"Wah, Kamu cantik banget, Luna!" Seru Bu Windi.
Luna menoleh, Ia lalu kembali berdiri.
"Bu." Luna menyapa.
"Maaf ya, Kamu harus di dandani terus di pakaikan baju saat Kamu pingsan. Habis kalau nunggu Kamu sadar, takut lama." Bu Windi menuturkan.
Luna terdiam, Ia mencoba untuk mengingat kejadian yang menimpanya.
"Oh iya, semalamkan kayaknya Aku masih di jalan sepi itu sama Pak Khafi. Apa setelah itu Aku pingsan ya?" Luna bertanya-tanya dalan hatinya.
Di ruang tengah, Khafi sudah duduk di hadapan Nuka yang akan menyaksikan akad nikah.
Di samping Khafi, Pak Seno ikut duduk dan berhadapan dengan penghulu juga wali hakim yang ternyata adalah sahabat dari Ayah Luna. Sahabat ayah Luna itu tak menyangka bahwa yang akan di nikahkan olehnya adalah anak dari sahabatnya semasa duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dan beliau dengan senang hati mau menjadi wali hakim untuk Luna.
"Sudah siap semuanya?" Tanya Pak penghulu.
Pak Seno menatap ke arah putranya, terlihat Khafi yang hanya menganggukkan kepalanya tanpa kesiapan.
"Baik kalau begitu, untuk wali nikah di walikan oleh adik dari pengantin wanita, betul?" Tanya Pak Penghulu sembari menatap ke arah Nuka.
Dengan tegang, Nuka terlihat menganggukan kepalanya.
"Kalau begitu, ada yang ingin di sampaikan terlebih dulu kepada calon kakak iparmu?" Tanya Pak Penghulu pada Nuka.
Nuka sedikit terdiam, namun tak lama Nuka menganggukkan kepalanya.
"Baik silahkan!" Pinta Pak Penghulu yang memberi waktu untuk Nuka menyampaikan pesan pada Khafi.
"Kak Khafi, hari ini Engkau akan menikahi Kakakku, Shapira Aluna. Saya mohon jadilah pemimpin yang baik untuk Kakakku Luna, jadilah suami dan kakak ipar yang menjadi panutan. Tolong, jangan biarkan Kakakku menitikkan air mata, selain air mata kebahagiaan. Jangan sakiti hati maupun fisik Kakakku, baik menggunakan tanganmu atau menyakiti dengan lidahmu. Sakitnya hati Kakakku adalah sakitku juga. Air mata kakaku adalah air mata kedua orang tuaku di surga sana. Jangan sakiti orang tua Kami, melalui kakak Saya. Karena sakitnya Kakak Saya adalah sakitnya kedua orang tua Saya. Jadikanlah kakakku sebaik-baiknya seroang istri, muliakanlah Ia sebagaimana orang tua Kami memuliakan anak perempuannya. Mulai hari ini, detik ini, Ku serahkan seluruh hidup Kakaku pada Engkau. Termia kasih," tutur Nuka dengan penuh haru.
Tampak semua orang yang menyaksikan moment itu ikut menitikan air mata, begitu pula Luna yang mendengar penuturkan adiknya di dalam kamar.
"Ayah, Ibu. Hari ini anakmu akan di persunting oleh pria yang... Tak mencintai anakmu. Doakan agar Aku bisa menjalani rumah tanggaku," ucap Luna dalam hatinya.
"Baik jika sudah selesai, ijab qabul akan segera Kita mulai. Boleh tangannya genggam ke wali hakim!" Pinta Pak penghulu.
Khafi mengulurkan tangannya, dan penghulu mulai melafalkan ijab yang di ucapkan ulang oleh wali hakim.
“Saudara Khafi Xelian, Saya mewakilkan kepada Anda untuk menikahkan anak dari sahabat Saya Shapira Aluna binti Ramli dengan saudara Khafi Xelian bin Suseno Xelian dengan mas kawin uang senilai 100 juta rupiah dan emas sebesar 100 gram dibayar tunai.”
Khafi menarik nafasnya, dan dengan lantang berucap.
"Saya terima nikah dan kawinnya Shapira Aluna binti Ramli dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"
"Sah."
"Alhamdulillah. Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih."
Khafi dan semua orang tampak mengusap wajahnya, kini Khafi dan Luna telah sah menjadi suami istri.
Di kamar, Luna memejamkan matanya selama ijab qobul berlangsung. Dan tangisnya pecah, ketika Khafi dengan lancar dan lantang mengucapkan ijar qobul.
"Alhamdulillah, sekarang Kamu udah sah jadi istrinya Khafi." Bu Windi dan Bu Nuri terlihat memeluk Luna dengan erat.