HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN, PASTIKAN UDAH PUNYA KTP YA BUND😙
Bosan dengan pertanyaan "Kapan nikah?" dan tuntutan keluarga perihal pasangan hidup lantaran usianya kian dewasa, Kanaya rela membayar seorang pria untuk dikenalkan sebagai kekasihnya di hari perkawinan Khaira, sang adik. Salahnya, Kanaya sebodoh itu dan tidak mencaritahu lebih dulu siapa pria yang ia sewa. Terjebak dalam permainan yang ia ciptakan sendiri, hancur dan justru terikat salam hal yang sejak dahulu ia hindari.
"Lupakan, tidak akan terjadi apa-apa ... toh kita cuma melakukannya sekali bukan?" Sorot tajam menatap getir pria yang kini duduk di tepi ranjang.
"Baiklah jika itu maumu, anggap saja ini bagian dari pekerjaanku ... tapi perlu kau ingat, Naya, jika sampai kau hamil bisa dipastikan itu anakku." Senyum tipis itu terbit, seakan tak ada beban dan hal segenting itu bukan masalah.
Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
"Dia siapa? Ketemu dimana? Kenapa kalian mukanya bisa babak belur di waktu yang sama?"
Pertanyaan menghujam Kanaya bak busur panah, betapa khawatirnya Siska padanya. Ketampanan Ibra yang sempat membuatnya terlena kini seakan terlupa lantaran wajah Kanaya yang tak baik-baik saja.
"Pelindungku."
Hanya itu jawab Kanya, jawaban sederhana yang sama sekali tak memberi kejelasan terhadap pertanyaan Siska. Dia kecewa? Tentu saja, tertutupnya Kanya membuat Siska kecewa.
Akan tetapi mau bagaimana, walau dipaksa anak itu akan memilih diam dan tertidur dengan pulasnya. Kanaya tidak demam, namun memar di wajah dan beberapa bagian tubuhnya tetap membuat Siska sakit.
"Istirahatlah, Nay ... aku masih menunggu saat kamu siap untuk cerita."
Tidak punya pilihan lain, Siska akan memberi ruang dan waktu agar Kanaya tak semakin pusing. Setelah makan siang yang bisa dikatakan telat, Siska meminta Naya untuk tidur walau pada akhirnya dia ganggu dengan pertanyaan yang begitu banyak menuntut Kanaya.
Tinggalah Kanaya kini sendirian, wanita itu terpejam. Dia tidur? Tentu saja tidak, pikiran di otaknya menjadi penghalang. Dia lelah, sangat-sangat lelah, wanita itu gusar dan kini membuka matanya.
"Ck, panasnya ya Tuhan."
Di dalam kamar Siska harusnya tidak akan ada yang mengeluhkan panas atau semacamnya. Namun entah kenapa kini Kanaya seakan merasa tubuhnya sedang berdiri di dekat pemanggangan.
Gerah luar biasa, kini Kanaya melepas bajunya. Menyisakan tanktop tipis yang membalut tubuhnya, super ketat dan ini membuatnya merasa lebih baik.
"Huft, leganya."
Mencoba kembali memejamkan mata, Kanaya mulai merasakan ngantuk meski perlahan. Kehidupannya memang luar biasa kacau saat ini, akan tetapi dengan hadirnya Ibra ada sesuatu yang membuat Kanaya sedikit lebih tenang.
Beberapa menit berlalu, kala lelapnya mulai nyenyak Kanaya merasakan ponselnya berdering. Bukan hanya sekali, dua bahkan kini sudah ketiga kalinya. Demi apapun saat ini Kanaya mengantuk luar biasa, namun dering ponsel itu membuatnya terganggu luar biasa.
"Ck! Siapa lagi ya Tuhan, menyebalkan sekali," omel Kanaya dengan suara khas ngantuknya, ingin rasanya ia caci seseorang yang berani mengusiknya itu.
Dengan sedikit berontak dan perasaan kesalnya, Kanaya menggeser tombol panggilan itu tanpa melihat dengan jelas siapa yang kini mengusik tidur siangnya.
"Hm, Hallo siapa?" sapa Kanaya pasrah dan menempelkan ponselnya di telinga, matanya masih terbuka dan tak berpikir untuk bangun sama sekali.
"Gelap, mana wajahmu?"
Tunggu, suara ini sangat familiar di telinga Kanaya. Mata yang tadinya ngantuk luar biasa, kini justru terbuka lebar bersamaan dengan kesadaran yang tiba-tiba saja kembali.
"Hah?"
Kanaya menganga kala ia menyadari bahwa panggilan yang masuk bukan panggilan suara, melainkan video. Belum lagi kala memastikan wajah yang tengah memerhatikannya di sana, Kanaya mendadak bingung seakan darahnya berhenti mengalir.
"Kamu tidur?"
"Haa i-iyaa, tidur."
Kanaya gelagapan, senyuman Ibra di sana membuatnya terpaku. Padahal ketika bertemu Kanaya tidak begini, apa mungkin karena dia malu karena salah mengira beberapa saat lalu.
"Sudah makan?"
Klise sebenarnya, Kanaya biasanya tak suka dengan pria yang kerap memastikan dia sudah makan atau belum, mandi atau belum dan sebagainya. Akan tetapi, pertanyaan yang Ibra berikan ia maknai berbeda.
"Hm, sudah," jawab Kanaya singkat, dadanya kembali berdebar dengan tatapan dalam yang Ibra berikan padanya.
"Sendiri?"
"Iya sendiri, Siska pergi jadi aku tidur," jawab Kanaya seadanya, walau sebenarnya tak begitu kejadiannya.
Ibra kini diam, namun pandangannya tetap selekat itu dan Kanaya merasa malu. Belum sadar kenapa Ibra menatapnya dengan tatapan tak terbaca yang bisa saja ia simpulkan jika sadar keadaan.
"Ib ...."
"Hm, kenapa?" sahut Ibra cepat, padahal Kanaya belum selesai memanggil namanya.
"Apa masih ada yang mau kamu tanyakan?"
Jujur saja, saat ini Kanaya tengah mencari cara agar panggilan itu berhenti. Dia bingung hendak menanyakan apa sementara Ibra juga enggan bertanya lagi. Sungguh tidak lucu rasanya jika saling tatap-tatapan dibalik panggilan video semacam ini.
"Tidak, aku hanya ingin melihatmu lebih lama."
Sialan, jawaban seperti ini semakin membuatnya gugup luar biasa. Kanaya berusaha mengatur napasnya agar tak terlihat tegang di mata Ibra. Walau beberapa saat tetap saja dia gagal, mengalihkan kegugupan dengan menggigit bawahnya, dan sudah tentu manusia di seberang sana semakin menggila.
"Kanaya ... jangan tidur seperti itu, bagaimana jika orang lain masuk? Iya kalau dia wanita, kalau laki-laki bagaimana?"
Ibra bertanya dengan nada yang berbeda, dia bahkan mengacak sedikit rambutnya. Pria itu sudah berusaha menyembunyikan apa yang ia rasa, namun bagian leher dan atas dada Kanaya membuat Ibra frustasi di sana.
"M-maksudmu?" Kanaya yang sedikit eror dan belum menyadari jika dirinya hanya mengenakan tanktop setipis dan seketat, dan dengan bodohnya yang ia perlihatkan pada Ibra bukan hanya wajahnya saja.
"Huft, lupakan ... nanti malam aku hubungi lagi, pakai bajumu Naya!!" sentak Ibra di seberang sana, Kanaya kaget tentu saja.
Ttuuutt
Belum sempat menjawab, panggilan itu sudah terputus meninggalkan Kanaya yang kini menempelkan telapak tangan di dadanya. Percuma, sudah tidak ada gunanya!!
"What? Bodohnya, Kanaya ... ya Tuhan, kamu kenapa sebenarnya!!" kesal Kanaya pada diri sendiri bahkan ingin rasanya dia terjun dari unit apartmen Siska saat ini juga.
Wajar saja Ibra sedikit aneh beberapa saat lalu, nampaknya penampilan Kanaya yang begini membuat pria itu justru memikirkan hal lain.
"Salah dia tidak menjaga pandangan, bukan salahku kan?" Kanaya tengah mencari pembenaran atas apa yang ia lakukan.
TBC