Jalan hidup ini bagaikan roda. Kadang di atas kadang di bawah. itulah yang terjadi pada seorang wanita yang tidak muda lagi.
Namun demi buah hatinya ia berusaha bertahan. yang dipikirkan bagaimana supaya anaknya bisa sekolah dan bertahan hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husnel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ben yang Resek.
Ben pun memberikan paperbag pada Tria dan Cindy. Nia pun tak mau kalah. Ia memberikan mainan yang baru di dapatinya dari Ben.
"Kak. Bagus nggak mainan ku.?" Tanya Nia pada Nabil yang sibuk mengemasi perlengkapan belajar mereka.
Ia melihat sejenak." HM! Bagus." Ia memaksa menyunggingkan senyumnya. Tria dan Cindy heboh dengan tas yang dia dapatkan bermerek Singapura. Tak ransel yang lucu sekali.
"Wah. Bang Ben keren deh. Tau aja selesai kita. Pasti mahal ya Bang.?" Tanya Cindy penasaran.
"Nggak terlalu mahal. Bentar ya. mau kasih Bunda dulu.." Ben hendak keluar lagi. Tapi Bunda udah masuk karena anak-anak sudah pada pulang, tinggal buk guru yang lagi beres beres di kelas yang sudah di pakai untuk proses belajar tadi.
"Nah. Kebetulan. Ini untuk Bunda." Ben menyerahkan paperbag pada Mei. Mei terkejut sekali.
"Apa ini nak.?" Mei menolaknya.
"Ini khusus buat Bunda. mereka udah dapat semua." Ujar Ben.
Nia pun memperlihatkan mainan dan juga tas sekolah yang cantik. Nabil berdiri, ia ingin mengantarkan letop dan alat belajar lainnya.
"Kakak kok nggak di kasih Bang. Nanti nangis Lo, tuh kan ngambek." Tunjuk Nia melihat Kakaknya pergi mengantar barangnya.
Ben cuek saja. Ia pun berbicara santai dengan Mei. Masih ada 2 paperbag lagi yang belum di bagikan.
"Oh ya Bund. Ini untuk ayah dan Tata. Di sini Ben udah kasih nama biar nggak ketukar. Serentak Tria dan Cindy melihat paperbag nya. "Ia ada namanya." Lirih Cindy dan di anggukan Tria.
"Makasih banyak nak Ben. Ini merepotkan sekali." Mei merasa sungkan, baru beberapa bulan hubungan anaknya. Tapi mereka sering dapat hadiah dari Ben dan keluarganya yang kadang mengantar makanan atau apalah gitu.
"Bund. Ben mau ajak Nabil keluar. Apa boleh.?" Tanya Ben lembut.
"He..he. Bolehlah.. Tapi jangan terlalu larut pulangnya. Eh nak Ben jadi makan.?" Tanya Mei yang ingat dengan makanannya yang disiapkan tadi d atas meja.
"Maaf Bund. Belum sempat. Kalau begitu ayok bund." Mei pun mengajak Ben makan.
Sedangkan Nabil di kamar sedang di temani kedua sahabatnya. " Jangan sedih ya dek. Pasti ada kok hadiah spesial buat adek." Tria membujuk Nabil yang sedang memainkan Handphonenya.
Dia dapat pesan dari Ben. Mengajak keluar, tapi Nabil merasa malas karena di cuekin.
Ia tak membalasnya.
"He..he. Santai aja kali." Nabil cengengesan pada keduanya.
"Kita pulang lagi ya. Nih dua resek udah ngajak pulang. Karena mereka mau futsal." Cindy melihatkan handphonenya.
Mereka bertiga pun keluar, Nabil mengantarkan temannya. Mereka naik motor yang di bawa Jo dan Donal.
"Kabari ya kalau udah sampai. Aku ragu nih pada kedua bocah." Ledek Nabil pada Jo dan Donal. Tria dan Cindy tertawa.
"Enak aja di bilang bocah. Bikin bocah sih udah bisa." Jo langsung dapat pukulan dari Cindy yang duduk di belakangnya setelah komentar.
Ada gelak tawa dari mereka berlima. Ben menatap dari jendela. Setelah makan Ben kembali ke ruang tamu. Di dapati Nabil yang sedang bercanda dengan temannya.
" Udah pada pulang ya mereka." Mei pun keluar melambaikan tangan ke pada mereka. Tria spontan turun dari motor. lupa pamit pada Mei.
"Loh. Kok lompat gitu neng. bisa jatuh kalau begitu." Mei terkejut lihat Tria yang melompat.
"Tenang aja Bund. Teteh ini mah jagoan karate. Jadi kalau lompat-lompat kayak gitu kecil baginya." Nabil terkekeh geli melihat kekhawatiran Bundanya. Ketiga temannya yang lain pun ikut mendekati. menyalami Mei hendak pamit.
Ben pun berdiri di samping Nabil, seolah memberi tahukan kalau ia pemiliknya. Jo dan Donal saling tatap. Mereka kira Ben sudah pergi. Sebab tadi banyak mobil dan motor yang terparkir. Jadi ia tidak tahu kalau Ben juga bawa mobil.
"Kami pamit ya Bund." Ijin Tria dan Cindy.
"Da Bang Ben.. Makasih ya." Seru Cindy melambaikan tangan.
Ben tersenyum pada keduanya. Nabil hanya diam saja setelah tahu kalau ada Ben di sampingnya. Padahal tadi ia tertawa ngakak melihat kekonyolan sahabatnya tadi.
Setelah mereka menghilang dari penglihatan. Mei pun masuk yang juga diikuti Nabil. Ben mencegatnya.
"Jalan yuk." Ajak Ben tersenyum.
"Ogah.." Jutek Nabil. .
Ben mendekatkan wajahnya.
"Abang udah minta ijin sama Bunda. Sekalian jemput hadiahnya kamu di rumah." Bisik Ben. Nabil merinding saat Ben berbisik begitu, nafasnya terasa ke kulit muka Nabil yang halus.
"Malas." Nabil masih saja jutek.
Ben terkekeh. " Apa perlu Abang paksa." Ben mengedipkan bahunya. mengedipkan matanya pada gadisnya.
"Dasar mesum.resek.. Kok jadi ngeri ya.." Lirih Nabil berusaha menghindar.
Ben kembali terkekeh." Dimana mesumnya sayang.. Kan Abang bilang paksa naik mobil bukan paksa nana ni.." Nabil menutup mulut Ben yang frontal.
"Aku ijin bunda dulu. sekalian ambil handphone." Ben pun mengangguk.
Keduanya kembali masuk minta ijin sama Mei. Mei sedang bersihkan meja. Mengangguk. Dan mengingatkan jangan pulang terlalu malam.