Menceritakan beberapa kisah pendek romansa kehidupan, juga perjalanan dalam mencari kebahagian yang sejati.
Hal-hal yang umum terjadi di sekitar kita maupun yang tidak bisa kau pikir sebelum nya. Semua tertuang dalam kisah-kisah mengharukan dan mendebarkan.
Semoga kalian dapat terhibur dengan kisah pendek ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lan05, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dinara & Deon 2
Dinara mengerjapkan mata nya perlahan sebelum kedua mata nya terbuka sepenuh nya dan menyadari bahwa dirinya terbangun di posisi yang sama saat dirinya masuk ke kamar, Dinara meluapkan perasaan nya lewat tangisan hingga tak sadar tertidur di atas lantai kamar nya. Gorden kamar nya masih terbuka hingga menampakkan bahwa matahari telah tenggelam dan sang rembulan telah menggantikan tugas nya. Ditambah suasana kamar nya yang gelap dan sunyi semakin membuat Dinara merasa 'sendiri'.
Dinara pun bangkit dengan sedikit kesusahan karena badan nya yang kaku akibat tertidur dengan posisi menekuk di lantai yang dingin.
"Ternyata sudah jam 8 malam, apa Deon sudah pulang." Dinara pun mengecek hp nya yang terdapat beberapa panggilan dan pesan dari Deon.
Dinara pun segera menelepon kekasih nya itu. Baru saja dering pertama kekasih nya itu mengalihkan agar sambungan telepon berubah menjadi video call. Dinara bingung harus mengangkat nya atau tidak, karena sudah pasti muka nya sangat sembab dan itu sudah jelas akan menjadi pertanyaan bagi Deon.
Hingga Dinara tidak sadar bahwa dirinya sudah terlalu lama mendiamkan panggilan tersebut hingga sambungan telepon nya mati. Namun tak lama yang datang justru pesan singkat dari kekasih nya. Yang mempertanyakan dirinya kenapa tidak segera mengangkat Video call dari nya.
Dinara pun segera membalas nya bahwa dirinya mau membersihkan diri dulu. Dengan bergegas Dinara pun segera membersihkan diri nya agar merasa lebih rileks dan segar setelah tadi mengeluarkan energi yang menguras tenaga nya.
Setelah merasa lebih segar setelah mandi Dinara pun berganti pakaian dengan pakaian yang lebih nyaman untuk dipakai nya tidur. Setelah itu barulah Dinara mengecek kembali hp nya yang lagi-Lagi sudah ada beberapa panggilan dari kekasih nya. Kali ini Dinara langsung menelpon kembali kekasih nya.
Baru dering pertama panggilan nya langsung diangkat oleh Deon.
"Ha.." Belum sempat Dinara berucap, perkataan dan pertanyaan beruntun telah ia dapat kan dari Deon. "Kenapa tadi lama sekali angkat nya? aku menelepon mu beberapa kali. Sedang apa sekarang sudah selesai mandi nya.?" Suara Deon terdengar terburu-buru.
"Satu.. satu sayang, kan tadi aku udah jelasin aku tadi lagi mandi dulu makanya tidak bisa angkat."
"Terus kenapa tadi pas kamu nelepon aku.. aku langsung beralih ke video call kamu ga angkat.?"
"Perut ku tiba-tiba sakit jadi sekalian aja aku mandi jadi lama." Jelas Dinara yang berbohong kepada kekasih nya.
"Ya sudah sekarang lagi apa.?"
"Lagi hair dryer rambut sayang."
"Aku video call ya." Tanpa menunggu jawaban Dinara, Deon langsung mengalihkan panggilan telepon ke video call. Saat ini mau tidak mau Dinara harus mengangkat nya karena tidak mau kekasih nya itu semakin curiga. Ponsel nya ia taruh di meja rias karena kedua tangan nya sibuk mengeringkan rambut.
"Haii.. " Dengan senyum manis nya Dinara tampilkan kearah Deon yang kali ini justru terbalik dengan nya yang menampilkan ekspresi merajuk.
"Maaf ya... tadi aku lama di kamar mandi jadi bikin kamu nunggu."
"Bukan karena nunggu sayang, tapi aku khawatir kamu tiba-tiba ga angkat telepon dari aku."
"Iya aku minta maaf ya.. gimana tadi les nya, tidak ada masalah.?"
"Tidak ada sayang aku tadi pulang cepat karena guru les ku ada acara."
"oohh begitu." Angguk Dinara, yang kini tengah sibuk membereskan hair dryer nya. namun karena tidak hati-hati Dinara terkena bagian panas dari hair dryer. "Awww.." pekik Dinara.
"Kenapa sayang.?" Tanya Deon khawatir yang reflek memajukan tubuh nya seperti ingin melihat apa yang terjadi kepada Dinara. Raut wajah nya terlihat khawatir melihat Dinara yang meringis kesakitan.
"Ini aku kena hair dryer yang bagian panas nya."
"Hati-Hati... cepat pakai salep biar ga melepuh."
"Tunggu ya aku cari obat nya dulu." Ujar Dinara langsung beranjak pergi, sementara Deon menunggu kekasih nya kembali. Karena tidak ada hal yang dilakukan nya Deon jadi memperhatikan dengan teliti isi kamar Dinara walaupun yang terlihat hanya sedikit.
Deon sedikit salah fokus oleh beberapa piala yang terpajang dalam satu lemari milik kekasih nya. Terkadang Deon merasa rendah diri karena bisa bersanding dengan Dinara yang sangat pintar dan selalu ikut olimpiade. Itulah kenapa dirinya belajar keras juga karena Deon ingin bersanding dengan Dinara dengan setara.
"Gimana udah ketemu.?" Tanya Deon yang sudah melihat Dinara kembali.
"Sudah." Ucap Dinara menunjukkan obat nya kepada Deon.
" Ya sudah cepat pakai, oles nya pelan-pelan." Ucap Deon.
Deon hanya melihat kekasih nya yang sedang menundukkan kepala nya, sesekali kekasih nya sedikit meringis.
"Pelan-pelan aja sayang."
"Iya ini juga udah pelan tapi perih." Ucap Manja Dinara memperlihat kan kulit nya yang memerah karena hair dryer.
"Makanya hati-hati sayang." Dengan lembut Deon berucap, dirinya tidak bisa menenangkan kekasih nya secara langsung yang kini terlihat berkaca-kaca di kedua mata indah nya. Setelah diperhatikan kembali memang mata kekasih nya sedikit berbeda, terasa sedikit sembab. Ini terlihat seperti kekasih nya yang sudah menangis lama.
"Sayang kamu menangis tadi.?"
"A..apa.?"
"Kenapa hmm? mata kamu sembab." Deon semakin yakin kala kekasih nya menjawab dengan gelagapan.
"Tidak.. a.. aku tidak menangis." Kilah Dinara yang tidak mau Deon tahu.
"Kamu tidak mau jujur.?"
"Bukan gitu.."
"Lalu.?"
Dinara tidak langsung menjawab pertanyaan kekasih nya dan hanya terdiam.
"Heyy..heyy.. its okay kalau kamu ga mau bicara sekarang, aku ga maksa." Ucap Deon lembut penuh pengertian. Deon merasa ada yang aneh dari kekasih nya, atau hanya perasaan nya saja.
Dinara masih terdiam, Dinara dilema apa harus jujur kepada Deon atau tidak. Dinara takut jika dirinya jujur Deon akan pergi dari nya karena kondisi keluarga nya yang berantakan.
"A..aku mau jujur sama kamu." Ucap Dinara yang memutuskan untuk jujur kepada Deon. Selama ini dirinya berhasil menutupi semua nya dari Deon. Tapi mungkin ini saat nya Dinara untuk memberitahu garis besar hidup nya.
"Sejujur nya aku takut untuk membicarakan ini padamu."
"Aku tidak akan memaksamu sayang, kalau kamu belum siap ga apa-apa." Ucap Lembut Deon. Dia bisa melihat wajah Dinara yang dilanda kekalutan dan rasa takut.
Hati nya menjadi gelisah melihat Dinara yang seperti itu. "Aku ke rumah kamu sekarang ya."
"Ga!.. jangan!" Pekik Dinara cepat, dirinya langsung teringat ancaman Daddy nya tentang Deon.
Deon semakin yakin ada yang tidak beres dengan kondisi Dinara saat ini.
"Kenapa.?" Tanya Deon.
"Daddy ada di rumah sekarang." Lirih Dinara semakin takut jika Deon semakin nekat kesini.
Deon memang sering diberitahu oleh Dinara jika ada Daddy nya lebih baik Deon tidak bertemu dengan nya, karena Dinara bilang Daddy nya itu galak. Walaupun banyak pertanyaan Deon saat itu namun dirinya tidak bertanya lebih lanjut dan hanya menuruti kekasih nya. Selama satu tahun hubungan nya dengan Dinara Deon sama sekali belum pernah bertemu dengan orang tua Dinara.
Terkadang dirinya juga merasa sedikit kecewa karena Dinara yang tidak memperkenalkan dirinya kepada orang tua kekasih nya. Namun walaupun seperti itu Deon tetap tidak bisa marah atau pergi meninggalkan Dinara. Dirinya sudah terlanjur jatuh kepada Dinara, kekasih nya yang manis namun misterius. Karena kalau dipikir-pikir dirinya tidak mengetahui apa-apa tentang Dinara. Keluarga nya, prestasi apa saja yang telah dicapai nya, atau kegiatan apa yang dilakukan Dinara selepas pulang sekolah selain dengan nya.
Mereka sering video call jika Dinara mau tidur saja. selebih nya kekasih nya itu tidak pernah menelepon atau sekedar pesan singkat memberitahu kegiatan nya pada Deon.
"Apa kamu bisa keluar sebentar.?" Bujuk Deon kepada Dinara, hati nya merasa tak tenang saat ini jika belum bertemu dengan Dinara.
"Akan ku usahakan." Ujar Dinara pada akhir nya.
"Baiklah aku segera kesana." Ucap Deon yang langsung mengambil kunci dan helm nya tak lupa hp nya yang saat ini masih tersambung dengan Dinara.
"Kita janjian di taman dekat rumah ku saja." Ucap Dinara.
"Oke sayang aku pergi sekarang." Ucap Deon lalu mematikan sambungan telepon mereka.
Dinara terdiam sejenak melihat ponsel di genggaman nya, namun pikiran nya entah berada dimana. Apa Dinara harus izin dulu kepada Daddy nya atau lebih baik tidak usah. Pikiran nya dilema antara izin atau tidak.
Setelah mempertimbangkan dengan baik, akhir nya Dinara memilih untuk izin terlebih dahulu kepada Daddy nya. Walaupun dengan sedikit kebohongan namun terasa lebih baik dari pada tidak izin sama sekali, karena konsekuensi nya akan jauh lebih besar.
Dinara hanya membawa ponsel dan dompet nya saja yang ia kantongi di saku hoodie nya. Sementara untuk bawah nya ia memakai celana jeans santai, setelah dirasa terlihat lebih rapih dengan rambut yang ia kuncir Dinara pun melangkah keluar dari kamar nya.
Cklek
Dinara melihat sekeliling yang terasa sepi, ia pun segera melangkah turun dan menuju ruang kerja Daddy nya, karena disitulah biasa nya Daddy nya menghabiskan sebagian besar waktu nya jika di rumah.
Dengan sedikit ragu Dinara pun mengetuk pintu ruang kerja Daddy nya.
Tokk..tokk...tokkk
Dinara belum mendengar jawaban apapun dari dalam, namun saat akan mengetuk kembali pintu di depan nya. Dinara mendengar jawaban singkat dari Daddy nya. "Masuk."
Dengan perlahan Dinara membuka pintu di depan nya dan melangkah masuk dengan ragu.
Setelah tepat berada di depan Daddy nya yang sedang duduk di meja kebanggaan nya. "Daddy aku mau izin ke supermarket untuk membeli kebutuhan bulanan ku."
Dinara menggigit bibir nya cemas denting jam semakin menambah rasa gugup dan takut nya, karena Daddy nya yang tidak langsung menjawab dan masih fokus membaca beberapa dokumen.
"Apakah boleh.?" Tanya Dinara sekali lagi untuk mengalihkan fokus Daddy nya dari dokumen tersebut.
Tak lama Daddy nya meletakkan dokumen itu dan melepas kacamata nya menatap Dinara dengan tatapan yang sulit diartikan.
Dinara tak berani menatap mata tajam Daddy nya hingga sesekali mengalihkan tatapan nya ke sekeliling atau kebelakang Daddy nya. Yang penting tidak menatap tepat di mata Daddy nya.
"Baiklah, kau boleh pergi." Jawab Daddy nya singkat lalu kembali sibuk dengan dokumen nya tanpa melihat Dinara lagi.
"Terimakasih." Ucap Dinara melangkah keluar tanpa berlama-lama di ruangan Daddy nya.
Taman nya tidak terlalu jauh dari rumah nya hingga Dinara hanya perlu berjalan kaki beberapa menit. Setelah sampai Dinara langsung menghampiri Deon yang tengah berdiri diatas motor gede nya. Cepat sekali kekasih nya sampai.
"Sayang udah nunggu lama.?" Tanya Dinara menepuk punggung kekasih nya.
"Tidak, ya sudah cepat naik kita cari tempat yang lebih nyaman." Ujar Deon memakaikan helm yang ia bawa ke kepala Dinara tak lupa memastikan bahwa helm nya telah melekat dengan sempurna dan aman di kepala kekasih nya. Setelah itu Deon membantu Dinara untuk naik keatas motor nya.
"Sudah siap.?" Dinara pun hanya mengangguk yang langsung dirasakan oleh Deon dibelakang punggung nya.
Dinara langsung memeluk erat pinggang kekasih nya. Karena Dinara tahu kebiasaan kekasih nya yang suka membawa motor dengan kecepatan tinggi.
Hanya butuh setengah jam mereka menempuh perjalanan yang lumayan jauh, kekasih nya ini memang benar-benar ingin cepat mati. Karena semakin lama kecepatan nya semakin kencang saja hingga membuat Dinara semakin mengencangkan pelukan nya di perut Deon.
"Kamu kebiasaan banget bawa motor kaya gitu, kalau mau mati jangan ajak aku!" Dinara melepas helm nya dan memberikan nya dengan sedikit keras kearah Deon.
"Maaf kebiasaan sayang, ya sudah ayo kita masuk dulu." Ajak Deon menggenggam tangan kekasih nya dan masuk kedalam resto yang sedikit privat. Untung nya disini tidak perlu reservasi terlebih dahulu, karena ini salah satu resto milik kakak Deon, istilah nya jalur orang dalam.
"Kamu kenapa ngajak kesini sih.. lihat pakaian aku kaya gini." Ungkap Dinara yang merasa malu karena berpakaian terlalu santai di tempat yang terlihat semi formal.
"Setidak nya disini lebih nyaman dan aman sayang." Ucap Deon enteng, namun hati nya tidak. Sedari di jalan tadi ia merasa telah ikuti oleh seseorang atau mungkin beberapa orang yang jelas Deon menyadari bahwa ada mobil yang mengikuti mereka entah dari kapan.
Saat Deon menyadari bahwa mereka di ikuti, dirinya langsung berusaha mengecoh mereka dan ternyata benar mobil tersebut mengikuti motor nya, saat itulah Deon langsung menaikkan kecepatan nya agar tidak terkejar oleh mobil tersebut. Hingga akhir nya Deon sudah merasa tidak di ikuti lagi dia pun memelankan kecepatan nya. Untung tujuan Deon sudah dekat sehingga tidak terlalu membuat Dinara curiga.
Siapa mereka? apa tujuan seseorang itu mengikuti nya? Deon tidak pernah di ikuti oleh siapa pun sebelum nya, atau memang target orang tersebut bukan dirinya melainkan Dinara. Dengan pemikiran nya itu membuat nya semakin merasa tidak tenang dengan keadaan Dinara. Ada yang tidak beres dengan kekasih nya.
Walaupun Dinara masih bersikap seperti biasa nya tapi Deon menyadari ada hal yang berbeda dari kekasih nya yaitu Dinara yang sesekali terlihat meringis kecil saat sedang berbicara. Kalau tidak diperhatikan dengan baik mungkin terlihat biasa saja. Tapi Deon memang selalu memperhatikan hal-hal kecil yang tanpa sadar dilakukan oleh kekasih nya.
Saat Video call tadi Deon tidak begitu menyadari nya, karena lampu kamar Dinara yang sedikit temaram. Namun saat kini dirinya berhadapan dengan Dinara secara langsung, itu dapat terlihat dengan jelas bahwa kekasih nya sesekali meringis kecil.
Entah kenapa firasat nya semakin tidak enak.