Berawal dengan niat baik untuk menolong membuatnya harus berurusan dengan seorang pria asing yang tanpa Marissa ketahui akan merubah hidupnya 180 derajat. Terlebih setelah insiden satu malam itu.
Kira-kira seperti apa tanggapan pria asing yang bernama Giorgio Adam setelah mengetahui kebenaran dari insiden malam itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nathasya90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TRAUMANYA GIORGIO
Marissa tahu arti dari tatapan pria itu saat ini padanya. Namun ia sungguh tidak tahu harus memulai menjelaskan dari mana. Karena dengan dia jujur, secara tidak langsung itu artinya ia harus menceritakan pertemuan awal saat kejadian panas malam itu hingga membuatnya hamil hingga hubungan mereka saat ini.
"Apa kau tahu kalau kau sedang hamil saat ini?" tanya Dimi dengan lembut dan wanita itu mengangguk mengiyakan pertanyaan pria itu.
Terdengar helaan napas pelan pria itu.
"Sejak kapan? Apakah sejak awal, atau baru-baru ini?" tanya pria itu lagi.
"Sejak awal, jauh sebelum kita bertemu," akui dengan jujur Marissa.
"A-apa?" ucap pria itu tak percaya. "Jadi—"
"Benar, usia kandunganku saat itu sudah sekitar tiga bulan. Dan saat ini kandunganku sudah jalan lima bulan," ujar Marissa memotong ucapan pria itu. "Maaf," sambung wanita itu lagi.
Pria itu membeku di tempatnya berdiri dengan bibir yang mengatup rapat. Sungguh ia tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Perasaannya saat ini campur aduk, antara takjub dan kesal bersamaan. Bagaimana mungkin dia tidak mengetahui jika wanita yang hampir setiap hari bersamanya itu tengah berbadan dua dan dia sama sekali tidak menyadari itu.
"Kau tahu ayah dari bayimu itu?" tanya pria itu lagi. "Tenanglah, aku tidak akan memaksa memberitahukan detail siapa pria itu. Aku hanya ingin tahu, apa kau tahu siapa ayah dari bayimu itu?" imbuhnya.
"Ya, sejak awal aku tahu hamil, aku sudah tahu siapa pria itu dan—"
"Dan? Dan apa?!" tanya Dimi tidak sabaran.
"Dan selama ini kami sudah tinggal bersama. Walau … walau dia pun tidak tahu jika aku sedang hamil," jawab wanita itu dengan berat.
"APAAA?!" ucap Dimi tidak percaya.
"Entah kalian para lelaki yang memang tidak peka atau aku yang terlampau pandai menyembunyikan hal itu," balas wanita itu dengan senyum datarnya.
Setelah mengatakan hal yang sebenarnya, Marissa kembali diam dan memalingkan wajah ke arah lain. Ia begitu malu pada Dimi saat ini. Entah apa yang ada di benak pria itu, namun apakah ia wanita yang egois jika wanita itu mengakui bahwa hatinya sedikit merasa lega setelah Dimi mengetahui rahasia yang selama ini ia simpan tentang kehamilannya, walau sebenarnya ia tidak bermaksud membohongi pria itu.
"Isa …." panggil Dimi.
"Pergilah.. pergi, tinggalkan aku. Keadaanku juga sudah jauh lebih baik," sahut Marissa tanpa melihat ke arah pria itu.
"Aku tidak akan pergi, tapi oke aku akan keluar, mungkin kamu butuh waktu sendiri. Tapi maaf, aku tidak akan pernah lagi pergi meninggalkanmu. Aku ada di luar jika kau butuh sesuatu," tandas pria itu kemudian meninggalkan ruang IGD.
*
*
"Hei, ada apa??" tanya Roby.
"Aku baik-baik saja," sahut Giorgio setelah menenggak minumannya yang entah sudah gelas keberapa.
"Tidak mungkin tidak terjadi apa-apa. Katakan padaku, mungkin aku bisa membantumu," balas Roby namun lagi-lagi Giorgio tidak menggubris ucapannya.
"Kita tidak hanya mengenal satu dua tahun, Gio. I know you. Apa ini ada hubungannya dengan Marissa? Karena kau terlihat gusar setelah menerima telepon tadi," tukas pria itu.
"Entahlah, dia di rumah sakit saat ini tapi aku belum tahu keadaan Marissa yang sebenarnya. Apakah dia terlibat kecelakaan atau …." Kalimat pria itu menggantung, bibirnya terasa kelu tidak sanggup meneruskan perkataannya sendiri.
"Setelah landing, kita bisa langsung ke rumah sakit. Berikan koordinat terakhir dari posisi, Marissa padaku. Serahkan semua padaku, aku akan mencari tahu secara detail dan melaporkannya padamu jadi tenanglah, okay!" seru Roby menenangkan.
Setelah mendapatkan koordinat posisi terakhir Marissa, Roby dengan cepat menghubungi anak buahnya yang memang stay dua puluh empat jam menunggu bila tiba-tiba mendapat perintah seperti saat ini.
"Aku sudah mengirimkan posisi seorang wanita yang bernama Marissa. Saat ini dia ada di sebuah rumah sakit. Cari tahu apa yang terjadi padanya dan berikan kabar secepat yang kalian bisa. Aku tidak suka menunggu lama. Kau mengerti bukan!?" ucap Roby dingin.
Setelah menelepon, Roby kembali menghampiri Giorgio.
"Anak buahku sudah menemukan keberadaan Marissa. Dia baik-baik saja dan saat ini sedang istirahat jadi kau juga pergilah istirahat, tidur sebentar bisa membuatmu jadi lebih segar," Nasehat Roby karena sejak dua hari pria itu tidak berhenti bekerja bahkan terkadang tidak tidur hanya karena ingin menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin.
Giorgio tidak menjawab, pria itu justru menatap tajam sang sahabat. Ia merasa info itu tidak lengkap. Sungguh sangat mengganjal dari segi manapun.
"Dari info yang mereka dapatkan kalau wanitamu itu datang karena mengeluh sakit pada perutnya," sambung Roby saat mendapat tatapan menelisik.
"Hanya itu? Hanya karena sakit perut?" cecar Giorgio.
"Dia keracunan makanan saat dia makan malam," jujur Roby.
"APAAA! Keracunan? Siapa orang yang berani meracuni wanitaku, hah?!" Berang pria itu saat mengetahui penyebab utama Marissa masuk rumah sakit.
"Bukan siapa-siapa. Ini murni kesalahannya sendiri karena mengkonsumsi makanan dan minuman secara bersamaan hingga meninggalkan efek racun pada tubuhnya. Aku juga sudah menanyakan langsung pada dokter yang menanganinya, jadi tenanglah, ini tidak seperti apa yang kau pikirkan," papar Roby.
"Dasar bodoh!" kesal Giorgio saat mengetahui jika wanitanya sakit karena keteledorannya sendiri.
"Ck.. bodoh bodoh begitu juga lu cinta mati. Dasar!!" Roby mengumpat dalam hati.
*
*
Setelah menempuh perjalanan cukup panjang dan melelahkan, akhirnya mereka sampai. Saat ini keduanya sudah berada di dalam mobil dan rencananya mereka akan langsung ke rumah sakit tempat dimana Marissa di rawat.
"Tadi Oma Rachel menelepon, dia bertanya padaku kapan kau bisa datang mengunjunginya di Villa," kata Roby memberitahu.
Tampak Giorgio menghela napasnya dengan berat dan panjang.
"Ada apa? Apa Oma Rachel masih belum menyerah menjodohkan mu?!" tebak Roby dan mendapat anggukan dari Giorgio.
"Kenapa tidak jujur saja tentang Marissa pada Oma Rachel? Bukannya bagus kalau dia tahu kalau cucu kesayangannya ini sudah menjadi budak cinta," cicit Roby.
"Ya karena itu aku tidak mau memperkenalkan dia pada, oma. Jika dia tahu, sudah pasti aku langsung dinikahkan olehnya," balas Giorgio.
"Loh, bukannya bagus ya ... paling tidak hubungan kalian semakin jelas, tidak seperti sekarang. Dibilang kekasih ya bukan kekasih, dibilang istri tapi belum nikah tapi kelakuan sudah mirip suami yang posesif banget sama istrinya!" Bukannya menjawab, Giorgio justru mengalihkan pandangannya ke arah jendela.
"Jangan bilang kalau kau masih trauma karena kecelakaan kedua orang tuamu," kata Roby pada Giorgio, namun pria itu tidak menjawab dan hanya mengedikkan bahu ke atas.
"Come on, Bro! Jangan jadikan hal itu sebagai tolak ukur dalam pernikahan. Semua yang bernyawa pasti akan berpulang padanya. Itu hukum alam, Gio.. Kita sebagai manusia tidak bisa berkelit dari takdir," timpal Roby lagi.
Dan, apakah Giorgio bereaksi? Jawabannya adalah nothing! Pria itu bahkan menganggap ucapan yang dilontarkan sahabatnya adalah angin lalu. Jangankan didengar, masuk kuping kanan saja tidak. Sebab di alam bawah sadar pria itu sudah tertanam dengan kuat betapa menakutkannya sebuah pernikahan. Toh bagi Giorgio, jika hanya untuk berhubungan badan saja tetap dia bisa melakukannya walau tanpa adanya pernikahan.
Pernikahan merupakan momok menakutkan bagi pria bernama lengkap Giorgio Adam itu, pria pewaris satu satunya dari perusahaan raksasa AG Company.
Luka yang ia dapat atas kejadian naas yang dialami kedua orang tuanya pun begitu membekas hingga Giorgio dewasa. Padahal pria itu hanya ingin membuat hidupnya menjadi mudah dan tidak ribet.
Baginya, dengan berkeluarga, Giorgio beranggapan hanya akan membuat hidupnya sulit. Cukup dengan memikul tanggung jawab besar atas ribuan nasib pegawai serta anak istri yang menggantungkan hidup di perusahaan yang ia pimpin. Dirinya tidak ingin membuat hidupnya semakin sulit dengan menambah tanggung jawab jika memiliki istri dan anak-anak.
TERIMA KASIH DAN SUKSES SELALU BUAT KITA SEMUA 🫶🏼