Tentang seseorang siswa laki-laki bernama Yunan, dia adalah pewaris dari Angkasa Grup. Namun, dia merasa diperlakukan tidak adil oleh ayahnya, semenjak sang ayah menikah lagi. Ayahnya lebih berpihak kepada ibu tiri dan kakak tirinya, yang berambisi mengusai perusahaan. Sementara ibu kandungnya telah meninggal dunia saat dia masih kecil.
Yunan hidup urak-urakan, dia sering mengikuti balapan motor liar di jalanan, bahkan dia sering bermasalah di sekolah. Saat ini dia menjadi siswa kelas 3 SMA di sekolah milik ayahnya. Banyak gadis-gadis yang memuja ketampanannya, mereka menyebutnya pangeran sekolah.
Tidak ada guru yang berani menghukumnya, selain guru biologi, guru cantik itu sama sekali tidak segan kepada Yunan yang notabenenya anak dari pemilik sekolah. Sehingga Yunan sangat kesal kepada guru itu.
Namun bagaimana jika ada sebuah kejadian tak terduga yang membuat Yunan dan guru biologi itu tiba-tiba menjadi sepasang suami-istri? Dan mereka harus merahasiakannya dari siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Malik
Novan melihat Malik yang baru saja masuk ke dalam kelas, Malik memang selalu tiba lebih awal, dia adalah salah satu murid yang berprestasi di SMA Angkasa.
Novan berjalan mendekati Malik, dia berdiri di depan bangku murid berkaca mata itu. Terlihat Malik nampak kebingungan sambil memperhatikan ponsel jadulnya di atas meja.
"Selamat pagi, Pak." Malik menyapa sang kepala sekolah, dia tidak mengerti ada urusan apa kepala sekolah menemuinya.
Malik memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.
"Sebenarnya siapa yang bersalah?" tanya Novan pada Malik.
Tentu saja Malik harus berkata jujur, karena itu adalah keputusannya hari ini. "Angga dan teman-temannya, Pak. Maafkan saya, Pak. Kemarin saya berbohong karena saya diancam oleh mereka. Yunan tidak bersalah, jangan hukum saya, Pak."
Malik tau Yunan adalah adiknya sang Kepala sekolah, karena itu dia meminta maaf dengan penuh kesungguhan hati, dia takut Novan akan marah karena kemarin dia telah berbohong, sehingga Yunan yang disalahkan.
Novan menghela nafas, sepertinya Malik akan berbicara sejujurnya di rapat nanti. Padahal Novan ingin Yunan dikeluarkan dari sekolah ini. Masalah Dara, dia bisa membujuk kembali Dara untuk tetap mengajar di SMA Angkasa.
Novan menepuk pundak Malik, "Saya punya saran yang terbaik buat kamu, jangan pernah mau merugikan diri kamu hanya karena ingin membela orang lain. Kamu murid yang berprestasi, sangat disayangkan jika masalah ini akan berimbas padamu juga. Padahal ibumu berjuang mati-matian bekerja di pasar, berharap anaknya menjadi laki-laki yang sukses suatu saat nanti."
Perkataan Novan membuat hati Malik tersentuh, membuat dia bimbang, apa dia harus membantu Yunan atau tidak.
Novan tersenyum kecut, dia rasa Malik telah termakan ucapannya, perkataannya begitu terdengar bijak, padahal ada niat terselubung.
...****************...
Tepat pukul 10.00 pagi...
Di sekolah, terlihat ada seorang ayah yang sedang mengamuk, dia tidak terima anak kesayangannya babak belur gara-gara Yunan.
"Saya tahu betul Yunan itu anak kandung bapak, tapi saya tidak terima anak saya dibuat babak belur seperti ini." Pak Diki berkata dengan nada tinggi, dia tidak terima Angga dihajar oleh Yunan.
Di kantor sekolah itu, tepatnya di ruangan rapat guru, terlihat ada Yunan, Dara, dan Malik yang duduk berdekatan. Bu Maya, Angga cs dan para orang tuanya duduk di kursi seberang. Sementara Novan dan Pak Tomi duduk di kursi yang ada di depan khusus pemimpin rapat.
Yunan mencoba untuk tidak terpancing emosinya, sesuai nasihat dari sang istri. Dia harus bersabar menunggu giliran dia untuk diberikan kesempatan untuk bicara.
"Tadi kita sudah mendengarkan pendapat Angga sebagai perwakilan teman-temannya, dan Pak Diki sebagai perwakilan orang tua siswa. Sekarang saya ingin mendengarkan penjelasan dari Yunan dan Malik. Walaupun saya ayahnya Yunan, saya akan bersikap profesional, saya akan mengeluarkan Yunan dari sekolah jika memang Yunan terbukti bersalah. Namun sebaliknya, jika ternyata yang bersalah sebenarnya adalah Angga, Doni, Niko, dan Ferdy, maka saya akan mengeluarkan mereka. Itu adalah kebijakan kami disini." Pak Tomi berusaha untuk bersikap netral. Walaupun hatinya berpihak pada anak kandungnya.
Novan hanya diam, dia tidak bisa terlihat jelek di mata ayahnya dan Dara jika dia ikut menjatuhkan Yunan, karena itu dia memilih banyak diam. Dia hanya berharap Malik termakan oleh nasihatnya tadi pagi.
Yunan menghirup nafas dalam-dalam, dia harus terlihat sopan dan tenang hari ini. "Aku mengaku, aku memang memukul mereka, karena mereka yang menyerangku, aku tidak mungkin diam jika ada orang yang mencoba untuk menyerangku. Mereka menyerangku karena tidak terima aku menganggu mereka yang sedang melakukan pembullyan dan pemalakan terhadap Malik."
Dara tersenyum memperhatikan Yunan, Yunan mengikuti saran darinya, Yunan berkata begitu dengan tenang.
Angga berakting seolah dia merasa difitnah, dia takut pada ayahnya jika ayahnya tau selama ini dia sering meraja di sekolah. "Itu semua gak benar, Pa."
Angga segera berdiri untuk menghampiri Yunan, "Jangan ngarang lu!" Angga pura-pura emosi.
Bu Maya menahan lengan Angga, "Angga, cepat duduk kembali. Ibu sudah minta sama kamu untuk menyelesaikan masalah ini tanpa harus menggunakan emosi."
Pak Diki membela anaknya, "Itu karena anak saya sangat emosi merasa difitnah oleh anak nakal itu."
Dara mencoba untuk membela muridnya, "Maaf Pak Diki, anda tidak bisa menghakimi murid saya tanpa ada bukti yang jelas. Saya berani menjamin apa yang diucapkan oleh Yunan itu adalah sebuah kebenaran."
Pak Tomi menatap takjub pada Dara, wali kelas itu begitu mati-matian membela Yunan sebagai muridnya, sampai rela mempertaruhkan pekerjaannya.
Yunan tersenyum menatap Dara, hanya Dara yang berpihak padanya, membuat perasaan Yunan semakin menggebu untuk wanita dewasa tersebut.
Novan hanya menghela nafas, dia tidak suka melihat Yunan menatap Dara seperti itu, dia tau apa yang dilakukan oleh Dara adalah untuk membela muridnya selaku wali kelas, tapi tetap saja dia tidak suka.
Novan menyuruh Malik untuk bicara, dia menatap tajam pada Malik, "Malik, tolong jelaskan kejadian yang sebenarnya seperti apa."
Novan berharap Malik berbohong lagi, berharap Malik termakan dengan ucapannya tadi pagi.
Malik lama sekali terdiam, tangannya gemeteran, dan keringat dingin membasahi dahinya. Dia sangat gugup. Kemudian dia menghirup nafas sebanyak mungkin.
Malik yakin tidak akan menyesali keputusnnya. Dia meronggoh ponsel jadul di saku celananya, kemudian dia meletakkan ponsel tersebut di atas meja, lalu memutar sebuah rekaman suara di ponsel itu.