NovelToon NovelToon
Di Antara Dua Dunia

Di Antara Dua Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Romansa / Kekasih miserius
Popularitas:545
Nilai: 5
Nama Author: Papa Koala

Ethan, cowok pendiam yang lebih suka ngabisin waktu sendirian dan menikmati ketenangan, gak pernah nyangka hidupnya bakal berubah total saat dia ketemu sama Zoe, cewek super extrovert yang ceria dan gemar banget nongkrong. Perbedaan mereka jelas banget Ethan lebih suka baca buku sambil ngopi di kafe, sementara Zoe selalu jadi pusat perhatian di tiap pesta dan acara sosial.

Awalnya, Ethan merasa risih sama Zoe yang selalu rame dan gak pernah kehabisan bahan obrolan. Tapi, lama-lama dia mulai ngeh kalau di balik keceriaan Zoe, ada sesuatu yang dia sembunyikan. Begitu juga Zoe, yang makin penasaran sama sifat tertutup Ethan, ngerasa ada sesuatu yang bikin dia ingin deketin Ethan lebih lagi dan ngenal siapa dia sebenarnya.

Mereka akhirnya sadar kalau, meskipun beda banget, mereka bisa saling ngelengkapin. Pertanyaannya, bisa gak Ethan keluar dari "tempurung"-nya buat Zoe? Dan, siap gak Zoe untuk ngelambat dikit dan ngertiin Ethan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Papa Koala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Momen Kecil yang Berarti

Keesokan harinya, suasana vila di Bali masih terasa sama tenangnya seperti hari sebelumnya. Cahaya matahari pagi menerobos lewat jendela, dan suara burung-burung yang berkicau di kejauhan seakan menjadi alarm alami. Namun, Ethan tidak merasakan keinginan untuk bangun. Dia terlalu nyaman berbaring di tempat tidur, menikmati ketenangan pagi itu. Sejujurnya, momen seperti ini jarang dia dapatkan.

Zoe, di sisi lain, sudah bangun. Ethan mendengar suara langkahnya yang sibuk di dapur. Sepertinya dia sedang mempersiapkan sesuatu. Ethan mendengar suara panci dan wajan beradu. Dia setengah tersenyum, mengingat eksperimen masak Zoe kemarin. Siapa sangka Zoe bisa membuat sesuatu yang sebenarnya cukup enak, meskipun dengan metode yang sedikit... bebas aturan.

Dengan mata setengah terbuka, Ethan akhirnya bangkit dari tempat tidur, meraih handuk, dan memutuskan untuk mandi. Saat dia keluar dari kamar mandi, aroma wangi sarapan sudah tercium ke seluruh penjuru vila. Suara Zoe bersenandung pelan, dan Ethan bisa melihat punggungnya yang sibuk di dapur. Pemandangan yang cukup langka.

"Pagi, Zoe," sapa Ethan sambil menarik kursi di meja makan.

Zoe menoleh sebentar, tersenyum. "Pagi, Eth! Duduk aja, sarapan bakal siap sebentar lagi."

Ethan memandang sekeliling dapur, melihat berbagai bahan yang berantakan di meja. “Habis eksperimen apalagi nih? Aku harus siap-siap mental?”

Zoe tertawa kecil. "Nggak usah khawatir. Kali ini lebih simple kok. Omelet dan toast. Aman, kan?"

Ethan menghela napas lega. "Aman, aman. Omelet nggak mungkin bikin dapur kebakaran."

Zoe menghidangkan sepiring omelet besar dan dua potong roti panggang di depan Ethan. "Nih, sarapan spesial buat cowok yang suka ngeremehin kemampuan masak aku."

Ethan mengambil garpu, mencoba satu gigitan. "Hmm, not bad. Aku nggak nyangka kamu serius soal masak."

Zoe memasang wajah puas sambil menyendok omeletnya sendiri. “Aku tuh bakat tersembunyi, Eth. Mungkin setelah ini aku bisa buka channel YouTube masak. Zoe's Kitchen atau semacamnya.”

Ethan tertawa kecil. “Iya, tapi kayaknya yang nonton bakal lebih banyak ketawa daripada belajar masak.”

Zoe menggeleng sambil tersenyum lebar. “Apapun itu, asal mereka senang.”

Setelah sarapan, mereka duduk sejenak menikmati sisa pagi yang masih tenang. Ethan, yang biasanya tipe orang yang selalu mengisi waktunya dengan sesuatu yang produktif, mulai menikmati ritme lambat yang Zoe bawa dalam hidupnya. Tidak perlu selalu terburu-buru, kadang ada baiknya untuk duduk, bersantai, dan menikmati momen.

“Jadi, hari ini kita mau ngapain?” tanya Ethan sambil menatap Zoe yang terlihat merenung.

Zoe menyenderkan tubuhnya di kursi dan menatap langit biru. "Hmm... hari ini aku pengen sesuatu yang beda. Gimana kalau kita coba hiking?"

Ethan mengernyit. "Hiking? Di Bali? Kamu yakin?"

Zoe tertawa kecil. "Kenapa nggak? Di Bali tuh banyak tempat bagus buat hiking. Kita bisa nikmatin alam, terus foto-foto. Seru kan?"

Ethan menghela napas. “Oke, hiking it is. Tapi nggak ada kejutan aneh-aneh kan kali ini?”

Zoe mengedipkan mata. "Promise! Kali ini murni hiking."

Setelah sarapan dan bersiap-siap, mereka berdua naik mobil menuju salah satu lokasi hiking yang Zoe temukan dari hasil riset singkatnya. Tempat itu ternyata tersembunyi di sebuah bukit yang tidak terlalu jauh dari vila mereka, tapi cukup terpencil dari keramaian turis. Jalan setapak yang mengarah ke sana cukup terjal, tapi pemandangannya luar biasa—hijau, asri, dan penuh dengan suara alam yang menenangkan.

Mereka mulai mendaki perlahan, mengikuti jalan setapak yang dipenuhi pepohonan rindang. Zoe berjalan di depan dengan langkah cepat, sedangkan Ethan, yang tidak terlalu terbiasa dengan kegiatan fisik berat, tertinggal sedikit di belakang.

“Zoe... tunggu... napas dulu dong!” seru Ethan, mencoba menyamakan langkah.

Zoe menoleh ke belakang, tertawa. "Ayolah, Eth! Ini baru mulai, masa udah ngos-ngosan?"

Ethan menghela napas panjang, berhenti sejenak untuk mengatur napas. "Kamu lupa kalau aku bukan tipe orang yang suka olahraga berat kayak gini."

Zoe berjalan kembali ke Ethan, tersenyum simpul. "Iya, iya, aku lupa kalau kamu lebih suka main video game daripada hiking."

Mereka berdua tertawa, lalu melanjutkan perjalanan dengan ritme yang lebih lambat. Sepanjang perjalanan, Zoe sesekali berhenti untuk mengambil foto pemandangan atau sekadar memandangi alam sekitarnya dengan kagum. Ethan, meskipun tidak seantusias Zoe, mulai menikmati suasana damai yang menyelimuti tempat itu.

Mereka sampai di puncak bukit setelah hampir satu jam mendaki. Zoe berlari kecil menuju tepi bukit, memandangi pemandangan yang terbentang di hadapannya—hamparan sawah hijau, perbukitan yang menjulang di kejauhan, dan langit biru cerah yang seolah tak berujung.

“Wow, lihat ini, Eth! Keren banget!” Zoe berteriak, suaranya penuh kegembiraan.

Ethan berjalan perlahan mendekat, ikut memandangi pemandangan yang memang luar biasa indah. "Ya, ini... worth it juga ya. Meskipun kakiku pegel."

Zoe tertawa kecil, menepuk punggung Ethan. "Kamu bakal ngerasa lebih pegel lagi pas turun nanti."

Ethan hanya bisa menggeleng. "Great, itu nggak ngebantu sama sekali."

Mereka duduk di atas batu besar, menghadap ke pemandangan. Zoe mengambil air minum dari tasnya dan menyerahkan botolnya pada Ethan. "Minum dulu, Eth. Biar nggak dehidrasi."

Ethan menerima botol itu dan meneguknya perlahan. “Thanks.”

Mereka duduk dalam diam sejenak, menikmati angin sepoi-sepoi yang bertiup lembut. Zoe menatap jauh ke depan, seolah sedang memikirkan sesuatu yang dalam. Ethan melihatnya, sedikit penasaran dengan apa yang ada di pikiran Zoe.

"Kamu lagi mikirin apa, Zo?" tanyanya akhirnya.

Zoe menoleh, tersenyum tipis. "Nggak ada apa-apa sih. Cuma... aku seneng aja kita bisa ngelewatin hari-hari kayak gini. Nggak banyak yang perlu dipikirin, cuma nikmatin momen."

Ethan mengangguk. "Ya, aku ngerti. Kadang hidup terlalu cepat, kita lupa buat berhenti dan nikmatin apa yang ada di depan kita."

Zoe tersenyum lebih lebar. "Persis. Makanya aku selalu bilang, Eth. Kamu terlalu sibuk ngatur semuanya. Sesekali, biarin hidup yang ngerjain semuanya buat kamu."

Ethan tertawa kecil. "Maksud kamu, aku harus lebih banyak santai kayak kamu?"

Zoe mengangkat bahu. "Nggak harus, tapi coba lebih sering aja. Hidup tuh bukan soal ngejar sesuatu terus-terusan."

Mereka terdiam lagi, kali ini suasana lebih hangat. Ethan merasa bersyukur bisa mengenal Zoe. Seorang yang membawa ketenangan dan kebahagiaan dalam cara yang tidak pernah dia duga. Bersama Zoe, hidupnya terasa lebih kaya akan momen-momen kecil yang tak terduga namun begitu berarti.

“Zo...” Ethan memecah keheningan.

Zoe menoleh. “Ya?”

Ethan menatap Zoe sejenak, merasa ada yang ingin dia katakan tapi sulit untuk diungkapkan. "Aku... seneng kita bisa ngelewatin waktu kayak gini. Aku belajar banyak dari kamu."

Zoe tersenyum lembut. "Aku juga, Eth. Kamu bikin aku ngerasa kalau hidup nggak selalu harus penuh petualangan besar untuk jadi berharga. Kadang, momen kayak gini yang paling penting."

Mereka berdua saling menatap, dan untuk sesaat, dunia di sekitar mereka terasa begitu tenang. Tidak ada kata-kata yang perlu diucapkan, karena kehangatan itu sudah terasa. Mereka tahu, hubungan mereka bukan lagi sekadar pertemanan biasa. Ada sesuatu yang lebih, sesuatu yang belum terucap, tapi sudah jelas di antara mereka.

Zoe akhirnya memecah keheningan dengan candaan, "Jadi, Eth, gimana rasanya hiking bareng aku? Kamu nggak bakal ngeluh lagi kan?"

Ethan tertawa kecil, merasa suasana menjadi lebih ringan lagi. "Oke, aku akui, hiking sama kamu ternyata lumayan seru. Tapi aku nggak janji buat sering-sering, ya."

Zoe menepuk bahunya dengan tawa. "Nggak masalah, sekali-sekali aja udah cUkup buat bikin hidup kamu lebih seru."

Ethan tersenyum. "Iya, mungkin kamu bener. Kadang aku butuh sesuatu yang beda. Kalau nggak ada kamu, mungkin aku bakal terus stuck sama rutinitas yang ngebosenin."

Zoe menggeleng sambil tersenyum. "Nggak ada yang salah dengan rutinitas, Eth. Cuma, kamu juga butuh sedikit petualangan dalam hidup. Biar nggak cuma ngeliat satu sisi dunia aja."

Ethan menatap Zoe dengan rasa syukur yang dalam. Di tengah-tengah kepenatan hidup yang sering dia rasakan, Zoe selalu menjadi sumber kebahagiaan yang tak terduga. Keberadaannya mengubah cara pandang Ethan terhadap banyak hal. Bukan hanya tentang hidup, tapi juga tentang bagaimana menjalani hari-hari dengan lebih ringan, tanpa terlalu banyak beban pikiran.

“Jadi, Zoe…” Ethan menatapnya serius, meski sedikit ragu.

Zoe mengerutkan dahi, tertawa kecil melihat ekspresi Ethan yang tiba-tiba berubah serius. “Kenapa, Eth? Ada yang pengen kamu bilang?”

Ethan menahan napas sejenak, lalu menghela napas panjang. "Aku nggak pernah bilang ini sebelumnya, tapi... aku rasa, aku senang ada kamu di hidupku. Kamu bikin semuanya jadi lebih mudah dijalani."

Zoe menatap Ethan, terkejut dengan kejujuran itu. Seketika suasana di antara mereka berubah. Bukan canggung, tapi lebih seperti perasaan hangat yang mendadak memenuhi ruang di antara mereka. Zoe menatap Ethan, dan untuk pertama kalinya, dia melihat sisi Ethan yang lebih terbuka.

"Aku juga senang ada kamu, Ethan. Serius," jawab Zoe dengan nada pelan, tapi tulus. "Kamu bikin aku merasa bisa jadi diri sendiri tanpa harus takut dihakimi."

Mereka saling bertukar senyuman, kali ini tanpa tawa atau candaan seperti biasanya. Ada perasaan yang lebih dalam yang terpendam, yang mulai muncul ke permukaan perlahan-lahan. Mungkin mereka berdua belum siap untuk mengungkapkan segalanya, tapi jelas ada sesuatu yang berbeda.

Beberapa saat kemudian, Zoe berdiri, meregangkan tubuhnya. “Oke, cukup momen dramanya. Ayo turun, Eth. Sebelum kita keburu tua di sini.”

Ethan tertawa sambil ikut berdiri. "Iya, iya. Tapi janji, nggak usah lari-lari pas turun. Aku udah cukup lelah."

Zoe hanya tertawa, lalu mulai berjalan di depan Ethan. “Nggak janji! Tapi kalau kamu ketinggalan, ya salah kamu sendiri.”

Ethan menghela napas sambil tersenyum, kemudian mengikuti langkah Zoe. Mereka kembali menuruni bukit, melewati jalan setapak yang tadi mereka lewati, kali ini dengan perasaan yang lebih ringan dan hangat. Sepertinya, hari itu bukan hanya tentang hiking, tapi juga tentang bagaimana hubungan mereka mulai berkembang ke arah yang lebih dari sekadar pertemanan biasa.

Mereka mungkin belum menyadari seberapa besar perasaan yang sudah tumbuh di antara mereka. Tapi satu hal yang pasti hari-hari sederhana seperti ini, di mana mereka bisa tertawa dan saling memahami tanpa banyak kata, adalah momen yang akan selalu mereka ingat.

1
Hunter Cupu
urhyrhyr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!