Terlihat jelas setiap tarikan bibirnya menampakkan kebahagiaan di raut wajah gadis itu. Hari di mana yang sangat di nantikan oleh Gema bisa bersanding dengan Dewa adalah suatu pilihan yang tepat menurutnya.
Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu timbullah pertanyaan di dalam hatinya. Apakah menikah dengan seseorang yang di cintai dan yang mencintainya, bisa membuat bahagia ?
1 Oktober 2024
by cherrypen
Terima kasih sebelumnya untuk semua pembaca setia sudah bersedia mampir pada karya terbaruku.
Bantu Follow Yuk 👇
IG = cherrypen_
Tiktok = cherrypen
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cherrypen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21. AMP ++
"Merry, apakah kamu sudah menyiapkan semua pakaian selama di Surabaya?"
Pertanyaan tidak penting yang keluar dari mulut seorang Dewa. Jelas Merry terperangah dengan pertanyaan atasannya. Buat apa juga menanyakan sesuatu yang seharusnya tidak di tanyakan oleh seoarang atasan. Sudah jelas itu adalah ranah privasinya Merry.
"Nanti malam Pak," sahutnya cepat.
"Siapkan semua file-file yang akan kita bawa ke sana biar aku memeriksanya," tegas Dewa.
Perintah Dewa kali ini seperti seseorang yang tengah kesal. Nada suaranya dingin dan tegas berbeda dari sebelumnya. Sontak Merry mengikuti cara bersikapnya Dewa. Merry sungguhan menjaga sikapnya dan tutur katanya agar tidak membuat kesalahan.
"Baik Pak Dewa."
"Aku tunggu di dalam secepatnya. Aku ngga mau bekerja sama orang yang lambat! Setelah selesai langsung saja masuk ke dalam ruanganku ngga usah ketuk pintu. Aku malas menjawab!"
Dewa berjalan masuk ke dalam ruangannya. Asistennya pun dengan cepat mendata dan mengumpulkan semua file.
"Dewa kenapa seperti orang yang sedang marah," ucapnya pelan seraya menoleh melihat pintu ruangan kerja Dewa yang sudah tertutup.
Setelah selesai Merry masuk ke dalam ruangan kerja Dewa, sesuai dengan perintahnya, asistennya langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Dia melihat Dewa tengah duduk di atas meja dengan kaki kanannya menyilang di atas kaki kiri sembari memainkan korek api. Postur tubuh yang sempurna menyihir Merry yang tengah berjalan menuju atasannya. Asap rokok yang di mainkan Dewa keluar dari mulutnya seperti seorang pria yang penuh kharisma yang memegang kendali atas dirinya.
Dan untuk pertama kalinya Merry melihat sikap Dewa seperti ini. Gadis itu hampir tak berkedip menatap Dewa dengan segala sikap arogannya yang justru membuat Merry merasa tertantang dan tertarik. Pesona Dewa kian bar-bar saat dirinya mengacak-ngacak rambutnya, bukannya kelihatan jelek justru ke tampanan nya semakin terlihat nyata.
"Cepat ke sini Merry," ucap Dewa seraya menghisap puntung rokoknya.
"Iya Pak."
Merry semakin manambah cepat langkah kakinya. Sorot matanya tetap tertuju pada wajah Dewa tepat di depannya. Akan tetapi, karena kurang berhati-hati kaki kirinya tersandung dengan kaki kanannya naas Merry seketika terjatuh ke depan untungnya sebelum dia sampai tersungkur menindih tubuh atasannya, Dewa dengan sigap memegang ke dua pergelangan tangan Merry hanya berjarak dua sentimeter tubuh bereka berdekatan. Membuat detak jantungnya Merry berdetak lebih cepat.
"Pak, maafkan saya," ucap Merry seraya menatap lekat bola mata Dewa yang tak berkedip menatapnya.
Dewa seketika melepaskan tangannya. "Mana berkasnya?"
Merry menyodorkan berkasnya.
"Letakkan di sebelahku," titah Dewa.
Merry pun meletakkan berkas itu di sebelah Dewa. Atasannya melirik leher Merry yang tinggi dan mulus.
"Sudah Pak. Saya permisi ke luar," pamit Merry.
"Tunggu, mendekatlah," kata Dewa tegas.
Merry berjalan mendekati atasannya yang tengah turun dari tempat duduknya di meja kerjanya. Dewa lalu berjalan hingga ke belakang Merry dan menjorokkan wajahnya tepat di samping telinga asistennya. Sudah pasti dadanya Merry berdetak kencang. Dia merasa gugup lantaran Dewa tidak pernah sedekat ini, apalagi memperlakukannya dengan begini.
Nafas Dewa terdengar di telinga Merry. Aroma rokok tak membuat gadis cantik itu jijik malah dia menyukainya karena aroma yang khas bau tembakau kelas atas.
"Bereskan mejaku," ucap Dewa lembut hingga membuat tubuh Merry merinding.
"Baik Pak," tegas Merry seketika melangkahkan kakinya membereskan meja Dewa dengan membungkuk.
Dewa menatap tubuh Merry dari atas hingga bawah. Bentuk tubuh yang ideal idaman kaum adam, sangat proposional tidak kurus dan juga tidak gemuk. Cukup berisi dengan bokong yang bulat dan bentuk dada besar dan padat. Dewa berjalan mendekat Merry hingga dirinya berdiri tepat di belakangnya.
Dewa teringat pedihnya membaca surat masa lalu istrinya dan juga suara Mama kandungnya yang masih terngiang-ngiang di telinganya. Dirinya merasa kesal dan marah, dia merasa dunia tidak adil padanya. Tiba-tiba ke dua tangan Dewa terulur memegang pinggang Merry yang langsing. Sontak kegiatan itu membuat Merry terperangah dan seketika membalikkan badannya hingga berhadapan dengan Dewa.
Merry menelan ludahnya kasar. Manik matanya terbelalak melihat Dewa dengan sorot mata tajam. "Pak Dewa, apa yang anda lakukan?"
Dewa semakin mengikis jarak di antara mereka. Dia menghimpit tubuh Merry hingga ke pinggir meja. Atasannya mengungkungnya membuatnya tidak bisa bergerak. Tanpa aba-aba dan permisi Dewa seketika mel*mat bibir Merry dengan sarkas dan kasar. Naluri kelakiannya memuncak dan bangkit. Dirinya memegang kuat-kuat pinggang Merry sampai tak ada celah di antara mereka.
Bukannya Merry melawan atau menolak justru dia terbawa arus permainan Dewa. Apa yang dia bayangkan kini terjadi juga, entah ini suatu keberuntungan atau musibah buat Merry. Lidah mereka saling beradu di dalam rongga-rongga mulut mereka. Berbalas kenikmatan seraya tangan mereka berlayar entah ke mana saja bahkan sampai ke bagian sensitif.
Suara lenguhan Merry begitu menggairahkan, membuat Dewa semakin menjadi-jadi. Sejenak Dewa melepaskan ke dua bibir mereka yang saling bertautan. Mereka saling menatap dengan nafas terengah-engah. Ini bukan cinta, tetapi nafsu di antara mereka berdua.
Dewa tersenyum tipis menatap wajah asistennya sembari jempol tangannya mengusap lembut bibir Merry. "Hari ini lembur ya?"
Merry menganggukkan kepalanya, sepertinya dia mengerti apa yang di inginkan Dewa.
***
Gema mondar-mandir di ruang tamu, sesekali dirinya melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. Dia merasa khawatir karena suaminya belum juga pulang sampai sekarang.
"Mas, apa kamu masih marah. Kenapa belum pulang sampai sekarang." ucap Gema.
Gema hampir frustasi menunggu Dewa. Dia duduk di sofa ruang tamu sembari mengelus perutnya. Sementara Dewa masih asik bergulat dengan Merry di ruangannya melepaskan hasrat yang tersalurkan. Sofa, meja kerja, kursi kebesaran Dewa bahkan lantai menjadi saksi bisu kelakuan tak bermoral mereka berdua. Masih belum puas mereka bermain di ruangan kerja Merry dan juga di dalam mobil Dewa. Entah mereka mengingat perasaan Gema atau tidak nyatanya mata mereka telah di butakan oleh naf*u sesaat.
Pukul dua belas malam mobil Dewa masuk ke dalam rumah. Dia menekan bel rumah berkali-kali dengan tubuh kelelahan bak seperti selesai lari maraton dari Jakarta ke Surabaya. Gema yang tertidur di sofa terbangun mendengar bel rumahnya berbunyi.
"Itu pasti Mas Dewa."
Gema langsung berjalan dan membuka pintu melihat Dewa yang masih berpakaian rapi.
"Mas, tumben sampai larut malam?" tanya Gema.
"Tadi lembur ada pekerjaan yang harus aku selesaikan sesegera mungkin. Kamu sudah berbenah pakaian buat kita ke surabaya?"
Dewa berjalan masuk ke dalam rumah meletakkan tas kerjanya di sofa sembari menarik dasinya. Pria itu dengan santai menjawab Gema seperti tidak terjadi sesuatu dengan Merry.
"Sudah Mas. Kita rabu kan berangkatnya? Masih ada hari esok buat kita istirahat dulu di rumah."
"Iya. Aku capek mau istirahat."
Lanjut chapter berikutnya yuk 😊
Mohon di bantu Vote dan like yakkk terima kasih.