Merubah kisa lama setelah penglihatan nya di dalam mimpi.
Perselingkuhan tunangannya dengan kaka iparnya membuat kaka laki - lakinya terpukul.
Kaka laki - lakinya menjadi pendiam dan dingin.
Gracia Randolph sangat sedih melihat kaka laki - lakinya menjadi seperti itu, tanpa dia sadari bahwa dia juga adalah korban.
kebenciannya terhadap mantan tunangnnya dan mantan kaka iparnya membuat dia ingin membalas dendam atas apa yang mereka lakukan terhadap kaka laki - lakinya.
Dia seorang putri Jendral dari Keluarga Randolph harus membersihkan orang - orang yang mengotori nama keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Harefa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 19
Sedikit mempercepat langkahnya, mereka berdua mengikuti arah asap tersebut berasal.
Hanya saja mereka merasakan sesuatu yang tidak wajar. Tempat yang mereka tujuh semakin gelap.
Walau setiap pohon di hutan ini tidak memiliki daun, tapi terasa gelap seolah-olah matahari tidak bisa tembus ke dalam.
"Nona, mengapa asap yang tadi kita lihat menghilang? hanya ada kabut." Elen yang merasa ketakutan, yang merasakan hawa dingin semakin menusuk ke tulangnya.
Dia yang hidup di dunia modern, yang selalu di terangi cahaya lampu di setiap jalan. Sangat merasakan hal yang berbeda dan seolah-olah dia sedang berada di rumah hantu.
Walau saat ini siang hari, tapi hutan tersebut gelap seperti pergantian sore menuju malam, dan hanya di kelilingi kabut. Yang menghalangi pandangan mereka kedepan.
"Elen, jangan berjalan terlalu jauh dariku, lebih baik kau berpegangan pada sisi pakaianku. Agar kita tidak terpencar nantinya." Ucap Gracia memberi peringatan.
Walau ini pertama kalinya dia memasuki situasi seperti ini, tapi dia tidak terlalu takut seperti Elen. Dia yang sudah terbiasa tinggal di ruang bawah tanah untuk latihan di saat ayah dan kakaknya pergi ke perbatasan.
Dengan sigap Elen langsung mendekat ke sisi Gracia dan memegang erat lengan pakaian nona-nya itu.
Gracia mengeluarkan sihir untuk menghilangkan kabut tersebut. Dan untungnya berhasil, walau tidak maksimal. Sehingga mereka bisa melihat seratus meter ke depan.
Hampir saja mereka salah arah, karena di depan mereka bukan jalan. Melainkan setumpuk besar pohon yang merambat dan berduri.
Setelah mereka melihat sekeliling, barulah mereka berpindah ketika telah melihat kemana arahnya jalan yang harus mereka lalui.
Setiap seratus meter, Gracia mengeluarkan sihirnya agar jalan mereka bisa terlihat lagi.
"Nona, apakah kabut ini yang kita lihat dari kejauhan tadi? Sangat terlihat seperti asap pembakaran." Tanya Elen yang masih setia memegang lengan baju Gracia.
"Sepertinya bukan, itu memang asap pembakaran. Hanya saja, kabut ini yang menghalangi penglihatan kita."
"Apakah kita sudah salah arah? Karena kita tidak melihat asap tersebut lagi."
"Um, sepertinya..." Jawab Gracia sambil melihat sekeliling.
"Nona, sebaiknya kita cepat keluar dari hutan ini. Apakah nona tau apa nama hutan ini?" Elen yang masih menempel di lengan Gracia sambil celingak-celinguk menatap takut. 'Jangan-jangan penyihir jahat akan muncul, seperti di buku dongeng anak-anak dulu.' Gumam Elen di dalam hati.
"Aku tidak tahu Elen, tapi aku akan mengusahakan agar kita bisa secepatnya keluar dari hutan ini. Sepertinya kita sama, baru pertama kali mengetahui tentang hutan seperti ini. Tapi jangan kuatir, aku masih memiliki sihir yang bisa mengusir kabut ini." Gracia berusaha untuk menghibur Elen, pelayan yang dia anggap sahabatnya.
"Um, baik."
Dia mempercepat langkahnya mengikuti langkah kaki Gracia.
Dengan kibasan-kibasan lengan kiri Gracia. Kabut di depan mereka menyingkir ke arah samping. Seakan mempersilahkan mereka berjalan.
Tetapi Kabut yang berada di belakang mereka semakin tebal dan seakan-akan mengikuti mereka dari belakang.
Elen yang tidak sengaja melihat kebelakang dengan kedua tangannya yang masih memegang erat lengan Gracia tercengang.
'Apa-apaan ini?' Pikirnya yang masih mensejajarkan kecepatan langkahnya dengan langkah Gracia. Dia merasa kabut di belakangnya seakan-akan membentuk suatu mahluk yang besar dan mengerikan.
"Nona, kabut di belakang seperti mengikuti kita." Bisiknya di sela-sela mereka berjalan cepat bersama.
"Heh?" Gracia juga merasa heran, tapi dia bersikap normal tanpa menoleh kebelakang. Karena dia tidak ingin siapapun yang menakuti mereka ini merasa senang.
Karena mahluk seperti ini yang merasa senang, jika mangsa mereka ketakutan. Karena ketakutan bisa melemahkan seseorang, walau sebenarnya itu bukan suatu masalah yang serius.
Ketika Gracia melihat ada titik cahaya di kejauhan tepatnya di depan mereka. Dia langsung mengibaskan tangannya ke arah belakang.
Dan tiba-tiba ada getaran terasa di sekitar mereka, seakan-akan seperti gempa bumi.