NovelToon NovelToon
Di Antara Dua Dunia

Di Antara Dua Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Papa Koala

Ethan, cowok pendiam yang lebih suka ngabisin waktu sendirian dan menikmati ketenangan, gak pernah nyangka hidupnya bakal berubah total saat dia ketemu sama Zoe, cewek super extrovert yang ceria dan gemar banget nongkrong. Perbedaan mereka jelas banget Ethan lebih suka baca buku sambil ngopi di kafe, sementara Zoe selalu jadi pusat perhatian di tiap pesta dan acara sosial.

Awalnya, Ethan merasa risih sama Zoe yang selalu rame dan gak pernah kehabisan bahan obrolan. Tapi, lama-lama dia mulai ngeh kalau di balik keceriaan Zoe, ada sesuatu yang dia sembunyikan. Begitu juga Zoe, yang makin penasaran sama sifat tertutup Ethan, ngerasa ada sesuatu yang bikin dia ingin deketin Ethan lebih lagi dan ngenal siapa dia sebenarnya.

Mereka akhirnya sadar kalau, meskipun beda banget, mereka bisa saling ngelengkapin. Pertanyaannya, bisa gak Ethan keluar dari "tempurung"-nya buat Zoe? Dan, siap gak Zoe untuk ngelambat dikit dan ngertiin Ethan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Papa Koala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Percakapan di Bawah Langit Malam

Setelah matahari terbenam, mereka memutuskan untuk tidak langsung pulang. Langit malam yang penuh bintang terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja. Zoe, yang semula bersemangat untuk berkemas, mendadak duduk lagi di atas selimut yang tadi dia gulung setengah. “Tunggu, Eth. Lihat deh, bintangnya banyak banget! Ini momen yang nggak bisa kita sia-siain.”

Ethan, yang sudah siap untuk berjalan pulang, menghela napas. "Oke, tapi jangan lama-lama. Malam ini udah mulai dingin."

Zoe menggeleng, senyum lebar terpampang di wajahnya. "Nggak akan lama, cuma beberapa menit aja."

Mereka duduk di bawah langit malam yang sepi. Suara angin yang berdesir di antara pepohonan dan suara alam yang menenangkan membuat mereka sama-sama tenggelam dalam keheningan. Zoe menatap langit dengan mata berbinar-binar seperti anak kecil yang baru melihat kembang api untuk pertama kalinya.

"Kamu tau, Eth, waktu kecil aku sering lihat bintang dan selalu mikir... gimana ya rasanya hidup di planet lain? Ada nggak sih alien yang ngeliatin kita juga dari sana?" Zoe mengangkat tangannya ke langit, seakan-akan ingin menangkap salah satu bintang di tangannya.

Ethan tertawa kecil, "Kamu masih percaya sama alien?"

Zoe menoleh, dengan wajah serius yang dibuat-buat. "Tentu aja! Coba kamu pikir, dari semua planet di luar sana, masak cuma kita doang yang hidup? Kayak main game tapi cuma ada satu player. Bosen, kan?"

Ethan menggeleng, senyum di bibirnya tak bisa disembunyikan. "Kamu dan imajinasi kamu memang nggak ada habisnya."

"Tapi serius, Eth," Zoe melanjutkan, kali ini suaranya lebih lembut. "Aku selalu ngerasa kita itu kecil banget di alam semesta ini. Masalah-masalah kita, kecemasan kita, semuanya... sebenarnya nggak seberapa dibandingkan dengan dunia yang begitu luas. Kadang aku mikir, kalau kita bisa ngeliat hidup dari perspektif yang lebih besar, kita mungkin bakal lebih mudah untuk nggak terlalu ngambil pusing soal hal-hal kecil."

Ethan mendengarkan dengan penuh perhatian. Walaupun Zoe sering kali tampak ceria dan ceroboh, ada sisi dalam dirinya yang selalu penuh dengan pemikiran mendalam. Itu adalah salah satu hal yang Ethan kagumi dari Zoe—dia bisa berubah dari candaan konyol menjadi pembicaraan serius dalam sekejap, membuat setiap percakapan bersamanya terasa seperti perjalanan emosional yang tak terduga.

“Kadang, aku juga mikir kayak gitu,” Ethan mengakui. “Tapi buat aku, hal-hal kecil itu penting karena... yah, itu yang bikin hidup lebih nyata, nggak sih?”

Zoe menatap Ethan dengan mata berbinar-binar, seolah-olah baru saja menemukan kebenaran hidup. “Tuh kan! Kamu akhirnya ngerti juga! Makanya, Eth, kamu nggak boleh terlalu fokus sama yang besar-besar doang. Hal-hal kecil itu juga berharga. Kayak momen ini...”

Zoe mengarahkan pandangannya kembali ke langit, lalu menunduk ke arah Ethan lagi, wajahnya tampak lebih serius dari biasanya. “Kita di sini, di tengah bukit, cuma berdua, ngeliat bintang-bintang. Nggak ada yang bisa ngulang momen ini. Ini yang bikin hidup terasa istimewa.”

Ethan terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Zoe. Dia biasanya adalah tipe orang yang lebih suka menganalisis segala sesuatu, mencari logika di balik perasaan. Tapi bersama Zoe, dia belajar bahwa tidak semua hal perlu dianalisis. Beberapa hal hanya perlu dinikmati. Seperti momen ini, yang sederhana, tapi terasa begitu dalam.

“Ya,” Ethan akhirnya berkata dengan suara pelan, “mungkin kamu benar. Kadang kita terlalu sibuk mencari hal-hal besar sampai lupa kalau yang kecil juga penting.”

Zoe tersenyum puas, lalu kembali menatap langit. “Tuh kan, aku lagi yang benar.”

Keheningan kembali menyelimuti mereka. Zoe terbaring santai di atas selimut, sementara Ethan duduk di sebelahnya, masih tenggelam dalam pikirannya. Angin malam yang dingin mulai terasa menusuk kulit, tapi anehnya, suasana tetap terasa hangat karena kebersamaan mereka.

Beberapa menit berlalu sebelum Zoe tiba-tiba berseru, “Eh, Eth! Coba bayangin kalau kita ikut reality show macam The Amazing Race. Kayaknya seru banget deh! Kamu dan aku, tim paling beda, tapi pasti kita bisa bikin drama seru!”

Ethan tertawa terbahak-bahak membayangkan dirinya, si introvert pemikir, berpasangan dengan Zoe yang super aktif dalam acara yang penuh tantangan fisik dan emosi itu. "Aku nggak yakin kita bakal menang, Zo. Kita mungkin malah bikin penonton bingung karena aku bakal sibuk mikirin strategi, dan kamu malah asik lari-lari ngambil selfie."

Zoe tertawa keras, sampai hampir terbatuk. "Bener juga, ya. Mungkin kita lebih cocok jadi peserta yang bikin acara lucu. Kamu yang diem-diem mikir, aku yang panik di depan kamera."

Ethan menggeleng, masih tersenyum lebar. "Aku udah bisa liat penontonnya ngomong, 'Tim ini nggak bakal sampai finish, tapi kita dukung mereka buat hiburan.'"

"Tapi serius deh, Eth," Zoe berkata sambil menahan tawa, "kita bakal jadi tim yang paling entertaining. Kalo nggak menang, setidaknya kita bisa jadi meme internet."

Ethan tidak bisa menahan tawanya lagi. Ide Zoe tentang mereka menjadi meme membuat suasana yang dingin menjadi lebih hangat. Mereka menghabiskan beberapa menit berikutnya saling mengimajinasikan situasi absurd lain yang mereka hadapi, membuat tawa mereka meledak berkali-kali.

Akhirnya, Zoe mendesah panjang, berbaring kembali, dan menatap langit. "Tapi Eth, aku seneng banget bisa bareng kamu di momen-momen kayak gini. Walaupun kadang kamu kayak robot, tapi kamu robot yang bikin aku nyaman."

Ethan tersenyum lembut, merasa tersanjung dengan caranya yang lucu itu. "Aku juga seneng, Zo. Kamu bikin hidup jadi lebih berwarna... walaupun warnanya sering terlalu cerah buat aku."

Zoe tertawa pelan. "Tapi kamu tetep suka warnanya, kan?"

Ethan menatap Zoe, sejenak diam, lalu berkata, "Iya, aku suka."

Keheningan kembali turun di antara mereka, tapi kali ini terasa nyaman, tidak perlu diisi dengan kata-kata. Mereka menikmati saat itu bersama-sama, di bawah langit malam yang seolah menjadi saksi bisu hubungan yang terus berkembang di antara mereka. Sesekali, Zoe mengoceh tentang bentuk awan atau bintang yang menurutnya mirip sesuatu yang aneh, seperti dinosaurus atau sandwich raksasa, dan Ethan hanya tertawa kecil, menikmati setiap momen yang tak terduga.

Ketika akhirnya mereka memutuskan untuk kembali, Ethan merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Meskipun hari ini tampak sederhana, hanya menghabiskan waktu bersama Zoe, melihat matahari terbenam, dan bercanda di bawah langit malam, perasaan yang dia rasakan jauh lebih mendalam dari biasanya. Ada kehangatan, rasa tenang, dan mungkin, sedikit lebih dari itu.

Dalam perjalanan turun dari bukit, Zoe yang biasanya ceria, tampak lebih tenang, mungkin kelelahan setelah hari yang panjang. Namun, itu tidak menghentikannya untuk sesekali menggoda Ethan, atau mengeluh tentang jalanan yang menurun.

“Ini sih bukan jalan turun lagi, Eth. Ini semacam ujian gravitasi. Kalo aku jatuh, kamu tanggung jawab, ya?”

Ethan hanya tersenyum, tahu bahwa Zoe sebenarnya sedang mencari perhatian. Dan meskipun biasanya dia akan mengabaikan hal-hal seperti itu, kali ini dia mengulurkan tangan dan berkata, “Ayo, aku bantu.”

Zoe menatap tangan Ethan sebentar, lalu tersenyum lebar dan menggenggamnya erat. “Liat kan? Kamu robot yang baik hati.”

Ethan hanya tersenyum, membiarkan Zoe merasakan genggamannya. Di dalam hati, dia tahu bahwa hari ini adalah salah satu hari terbaik yang pernah dia alami, hari di mana hal-hal kecil ternyata lebih berarti daripada yang pernah dia bayangkan.

1
Hunter Cupu
urhyrhyr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!