Zanaya sangat tergila-gila pada Revan sejak dari mereka duduk di bangku sekolah, bahkan dia menyuruh orang tuanya menjodohkan keduanya, siapa sangka itu menjadi petaka untuk dirinya sendiri.
Dengan kedua bola matanya sendiri, dia melihat sang suami menodongkan pistol ke arahnya yang dalam keadaan hamil besar, disampingnya seorang gadis bergelayut manja tersenyum menyeringai ke arahnya.
"Ada pesan terakhir zanaya?" Tanyanya dingin.
Zanaya mendongak menatap suaminya dengan penuh dendam dan benci.
"Jika ada kehidupan kedua, aku tak akan mencintai bajingan sepertimu. Dendamku ini yang akan bertindak!" Ucapan zanaya penuh penekanan.
Dor! Dor! Dor!
Tiga tembakan melesat ke arah wanita cantik itu tepat di kepalanya, membuatnya terjatuh ke dasar Danau.
Saat membuka mata, dirinya kembali ke masa lalu, masa dimana dia begitu bodoh karena tergila-gila pada Revan
Tapi setelah mengalami reinkarnasinya, ada takdir lain yang akan menantinya. Apakah itu, silahkan baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegelisahan Fani
"Oh, iya. Tidak lama lagi ulang tahun sekolah kita di adakan, sekaligus hari ulang tahun pernikahan pemilik sekolah ini. Bukankah berarti orang tua mu akan datang ke sekolah ini kan, Fan?" tanya Rani menyahut, mengingat hal itu.
Deg!
Tubuh Fani menegang, jika dulu dia hanya bersikap santai. Tapi sekarang semuanya berubah, apalagi Zanaya sudah tidak tunduk lagi padanya.
Jika dulu, Zanaya menolak di umumkan namanya karena hasutannya, tapi kini apakah Zanaya akan mendengarkannya, pikirnya.
Dulu orang tua Zanaya ingin, mengumumkan Zanaya di depan seluruh murid dan guru, tapi Zanaya menolak mentah-mentah dan malah berbalik memarahi orang tuanya.
Itu karena hasutan dari Fani, dia mengatakan Revan tidak suka jika Zanaya bersifat sombong, makanya Zanaya menurutinya.
"Apa kali ini, orang tua kamu akan mengenalkan kamu di seluruh murid dan guru di sekolah ini?" tanya Rani penasaran.
"Kamu kan tahu Fani itu tidak sombong, tahun lalu saja, dia melarang orang tuanya untuk mengumumkan namanya. Benarkan, Fan?" tanya April, membuat Rani mengangguk sedangkan Fani kini dilanda kegelisahan yang besar.
'Aku harus berbicara dengan Zanaya, aku tidak ingin dia membongkar Identitasnya' kata Fani dalam hati.
"Aku keluar dulu, mau ke toilet," ujarnya berbohong, kebetulan jam sedang kosong, jadi dia memanfaatkan untuk ke kelas Zanaya.
"Mau kita temanin?" tawar Rani, yang dibalas gelengan cepat.
"Tidak usah, aku cuma sebentar saja," ujarnya berlalu dengan tergesa-gesa.
"Fani kenapa kelihatan aneh?" tanya Rani, mengerutkan keningnya.
"Mungkin memang karena dia sudah tidak tahan, untuk buang air kecil," balas April, tidak curiga sama sekali.
Kini Fani berada di depan kelas Zanaya, tapi dia sama sekali tidak melihat gadis itu.
"Kamu lihat Zanaya tidak?" tanya Fani ramah, saat murid dari kelas Zanaya keluar kelas.
"Oh tadi dia dipanggil ke ruang BK," jawab siswa laki-laki itu, salah tingkah karena melihat Fani tersenyum.
"Oke, kalau gitu makasih yah," ujar Fani tersenyum manis. Saat membalikkan badan wajahnya kini berubah jijik, memang siswa laki-laki itu wajahnya sedikit berjerawat, membuat Fani jijik.
Saat berjalan dia di koridor sekolah dia bertemu guru.
"Eh, Fani. Ayo kesini ibu mau kasih tahu sesuatu!" ucap guru perempuan itu tersenyum manis, menarik lembut tangan Fani. Beberapa guru memang selalu mencari perhatian Fani, lebih tepatnya menjilat, karena mereka mengira Fani anak pemilik sekolah.
Hanya kepala sekolah yang tahu Zanaya adalah anak pemilik sekolah bukan Fani.
Dengan terpaksa Fani mengikuti guru itu, meski dalam hatinya sangat kesal, tidak mungkin bukan dia menolaknya. Selama ini nilainya bagus karena guru menghormati nya karena mengira anak pemilik sekolah.
***
Bel pulang sekolah kini berbunyi, seluruh siswa berbondong-bondong keluar dari kelasnya begitu pun seorang gadis cantik yang paling mencolok, di antara kedua temannya.
"Yang tadi itu kamu keren banget!" seru Nadira semangat, membahas tentang Revan.
"Iya, bener. Terutama pas Zanaya bilang 'kita impas! Itu terlihat sangat mengagumkan," sahut Tiara, dengan wajah cerianya. Zanaya terkekeh, melihat tingkah laku kedua gadis disampingnya ini.
"Seandainya kamu lihat tadi wajah syok Revan, kamu pasti sangat puas, aku saja yang melihatnya sangat senang," kata Nadira, semakin mengejek Revan.
Dia dan Tiara memang tidak menyukai Revan yang sangat sombong. Mereka berdua sakit hati melihat Zanaya diperlakukan seperti itu sebab mereka juga perempuan punya hati.
"Zay!" panggil Zanders, saat mereka sudah di parkiran, seketika seluruh atensi mengarah pada Zanaya yang di panggil.
"Kami duluan yah, kalau gitu. Hati-hati di jalan!" ucap Tiara.
"Kalian juga hati-hati!" ucap Zanaya, membuat mereka tersenyum, mengangguk.
Saat dia ingin menghampiri Zanders tiba-tiba seseorang menarik tangannya, ke tempat yang sedikit sepi, Zanders yang melihat itu mengerutkan keningnya.
"Lepas!" Zanaya menyentak tangannya.
Gadis itu menatap Zanaya terkejut, "Kak Naya kenapa berubah, terus kenapa kak Naya tidak tolongin aku saat di bully oleh kak Olivia?" cecar Utami, dengan mata berkaca-kaca. Jika dulu Zanaya akan luluh, sekarang tidak lagi.
Gadis itu hanya menatap gadis didepannya datar, "Memangnya aku siapanya kamu, hingga aku, wajib menolong kamu?" tanya datar Zanaya, membuat Utami lagi-lagi tertegun.
"Kak Naya ... "
Zanaya mengangkat tangannya, untuk menghentikan perkataan Utami, "Kalau kamu di bully panggil kakakmu Revan," kata gadis cantik itu.
"Apa kakak tidak takut kalau, kak Revan membenci kak Naya?" tanyanya dengan suara polos, tapi Zanaya tahu itu nada mengancam, untuk dirinya.
"Terserah, dia mau membenci saya atau tidak. Saya tidak peduli," balas Zanaya datar, kemudian dia berbalik ingin melangkah, tapi kembali berhenti sejenak, "Kalau kamu di bully lagi, panggil saja calon kakak ipar mu itu Fani, bukankah kamu sangat mendukungnya selama ini,"
Deg!
'Kenapa dia bisa tahu, jika kak Fani dan kak Revan berpacaran?' kata Utami dalam hati. Selama ini dia dengan Fani kompak membodohi Zanaya agar mereka berdua bisa memanfaatkan Zanaya.
"Ada apa dengan dia?" tanya Zanders dengan nada sinis, dia sangat tidak sudi menyebut nama orang yang sudah menyakiti sang adik.
"Tidak ada apa-apa kak," kata Zanaya tersenyum manis.
"Kita jadikan mau perusahaan otomotif milik papa?" tanya Zanaya, mengalihkan perhatian sang kakak.
"Tentu saja, kakak tidak mungkin lupa," balas Zanders, tersenyum semangat. Tapi senyumnya langsung lenyap saat mendengar suara seseorang.
"Naya!" Wajah kedua bersaudara itu langsung datar, saat Fani memanggilnya.
Gadis cantik itu berbalik menatap Fani yang terlihat ngos-ngosan, sepertinya dia berlari sampai ke parkiran, pikir Zanaya dan Zanders.
"Ada apa?" tanya gadis cantik itu tidak peduli.
"Bisa kita bicara berdua?" tanyanya balik.
"Disini saja"
"Tapi-"
"Kalau kau tidak ingin berbicara sekarang, lebih baik aku pulang," ancam Zanaya datar, dia sudah muak melihat topeng polos gadis didepannya ini.
"Baiklah! Aku cuman mau bilang. Ulang tahun sekolah kan sudah dekat, kamu tidak berniat kan, untuk menyuruh om Zidan memperkenalkan kamu pada seluruh murid dan guru di sekolah?" tanyanya tidak tahu malu.
Gadis cantik itu mengerutkan keningnya "Memangnya kenapa kalau papaku, ingin mengumumkan diriku, toh aku memang anaknya?" tanya Zanaya santai, membuat Fani terbelalak kaget.
"Kamu tidak takut di cap sombong oleh Revan dan seluruh siswa disekolah?" bujuk Fani dengan wajah khawatirnya.
"Tidak" jawab Zanaya cepat.
"Pikirkan baik-baik lagi Nay," kata Fani.
"Terus?"
"Aku cuman, tidak mau kamu di anggap sombong," bujuk Fani lagi.
"Heh! kenapa kamu yang terlihat sangat keberatan? Oh aku tahu, kamu yang ingin menggantikan posisi adik aku, dengan mengaku-ngaku sebagai anak bungsu keluarga Dixon," tembak Zanders tepat sasaran. Membuat tubuh Fani membeku.
kereen abis