Tak sekedar menambatkan hati pada seseorang, kisah cinta yang bahkan mampu menitahnya menuju jannah.
Juna, harus menerima sebuah tulah karena rasa bencinya terhadap adik angkat.
Kisah benci menjadi cinta?
Suatu keadaanlah yang berhasil memutarbalikkan perasaannya.
Bissmillah cinta, tak sekedar melabuhkan hati pada seseorang, kisah benci jadi cinta yang mampu memapahnya hingga ke surga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Gurauan riang Nukha dan Naura terdengar heboh, keduanya begitu menikmati waktu bermain bersama Yura di halaman samping rumah.
Dari lantai dua, tepatnya di sebuah balkon, Juna berdiri memperhatikannya sambil meneguk air putih.
Pria itu tersenyum, lalu meletakkan sebotol air mineral di atas meja setelah meminumnya.
Dia melipat kedua tangan di dada, merasa bahagia menyaksikan kedua keponakannya berlarian kesana kemari.
Yura memang pandai sekali mengambil hati anak kecil, bahkan para keponakannya terkadang saling memperebutkan dirinya.
Saat sedang asyik mendengar tawa riang dari Nukha, Naura dan juga Yura, tiba-tiba Juna di kagetkan oleh dering ponsel yang ada di saku celananya.
Pria itu langsung merogoh ponsel kemudian menatap layar yang tengah berkedip.
Sesaat kemudian dia menggeser tombol hijau.
"Assalamu'alaikum, mah" Sapanya setelah menempelkan benda pipih di salah satu telinganya.
"Wa'alaikumsalam. Jun, kamu sudah di rumah mas Angga?"
"Sudah, mah"
"Ya sudah, Ini mamah papah sama mas Angga sudah mau sampai, kurang lebih lima belas menitan lagi"
"Okay, mah. Aku tunggu"
"Yura gimana?"
"Kenapa yang di tanya Yura, aku yang anak kandung mamah nggak di tanyain"
"Ish.. Kamu ini kan laki-laki, udah gede juga, bisa jaga diri sendiri"
"Bercanda, mah"
"Belajar mengalah sama adek"
"Iya, mah"
"Tumben nadanya selembut itu, biasanya mencak-mencak kalau ngomongin soal Yura"
"Marah-marah salah, nggak marah-marah salah juga, mau mamah gimana?"
"Ya deh, kayak gitu aja sudah bagus" Timpal Jazil. "Ya sudah, tunggu sebentar ya, nanti kita langsung pulang"
"Hati-hati, mah"
"Okay, sayang. Mamah tutup, ya. Assalamu'alaikum"
Juna mematikan panggilan usai menjawab salam mamahnya. Ia kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku celana.
***
Sembari menunggu Jazil sampai, Yura yang sedari tadi menghabiskan waktunya untuk bermain bersama keponakannya, berulang kali menatap pintu gerbang dan juga jam di tangannya. Rasanya dia sudah tidak sabar lagi ingin segera bertemu dengan Jazil.
Meski hanya satu minggu berpisah dengan sang mamah, rasa rindunya seakan menggebu-gebu. Ia bahkan ingin sekali memeluk Jazil dan menumpahkan apa yang hatinya rasakan selama satu minggu ini.
Baru saja beberapa detik lalu Yura menatap gerbang yang tertutup rapat, ia kembali menoleh karena mendengar suara klakson mobil.
Dengan girang dia berseru bahagia.
"Ayah sama kakek pulang, sayang"
Otomatis Nukha dan Naura menoleh.
"Ayah" Seru Naura, seraya berlari.
Yura dan Nukha pun menyusul langkahnya.
"Anty buka dulu, ya" Kata Yura, tangannya bergerak membuka kunci pada pintu gerbang.
Setelah gerbang terbuka lebar, mobil berwarna hitam langsung melintas masuk. Yura kembali menutup gerbangnya.
Sementara Naura dan Nukha sudah berdiri di samping badan mobil menunggu sang ayah keluar.
"Ayah!"
"Assalamu'alaikum" Ucap Angga sambil memberikan punggung tangannya untuk di cium oleh kedua anaknya.
"I miss you ayah"
"Miss you too" Sahut Angga.
Naura memang lebih ekspresif ketimbang kakak kembarnya, Nukha. Anak laki-laki itu cenderung pendiam dan tak banyak bicara. Sifatnya benar-benar mirip seperti mamahnya.
"Apa kabar, Nak" Tanya Irfan, Ayah angkat Yura.
"Baik, pah" Jawab Yura setelah mengecup punggung tangan Irfan. "Papah gimana?"
"Papah sehat, sayang"
Yura tersenyum senang. Alih-alih ganti mencium tangan Jazil, Yura malah langsung memeluknya.
"Mamah!"
"Lama banget mamah perginya"
"Lama gimana, cuma satu minggu"
"Ya tapi lama"
"Kalau gitu besok-besok mamah nggak pergi tanpa kamu, deh"
"Kangen mamah" Ucap Yura masih dalam pelukan Jazil.
"Mamah juga kangen" Balas Jazil mengusap punggung Yura. "Kamu nggak apa-apa, kan? Mas Juna nggak reseh, kan?"
"Enggak, mah. Ketemu mas Juna cuma pas kondangan ke rumah ustadz Zaki doang"
"Terus kenapa nangis?"
"Kan sudah di bilang kangen mamah" Sisi manja Yura seakan masih membelitnya.
Meski hanya anak angkat, tapi hubungan keduanya tak ada rasa canggung sedikitpun. Yura sudah seperti anak kandung bagi Jazil, sebab Yura sudah bersamanya sejak usianya belum genap satu bulan.
"Pasti ada apa-apa ini. Kalau nggak Juna yang nakal ya soal pernikahannya Azizah" Tebak Jazil menerka-nerka.
Yura diam, lebih memilih menikmati aroma khas tubuh Jazil.
"Haloo... Kangen-kangenannya bisa di lanjut di rumah, kan?" Tiba-tiba terdengar suara Juna, membuat Yura melepaskan pelukannya.
"Cengeng banget, si" Lanjut Juna ketika mendapati mata sembab milik Yura.
"Anak cewek emang kebanyakan cengeng, Juna. Kamu harus ngerti. Coba nanti kalau kaku punya anak cewek, pasti manja dan cengeng juga"
"Aku kalau punya anak cewek nggak akan ku kasih kesempatan buat cengeng, mah. Nggak ada kata manja-manjaan, akan ku ajari silat biar bisa ngelindungi mamahnya yang cengeng"
"Kamu ini, suka sekali ngeledek Yura. Untungnya Yura sabar, kalau enggak kamu pasti sudah kena skak matnya anak yang diam-diam tapi menghanyutkan"
"Cengeng gitu di bilang menghanyutkan" Juna melirik Yura yang juga tengah meliriknya dengan sangat tajam.
"Sudah-sudah! Kebiasaan deh, kita pulang saja yuk, sudah mau maghrib ini"
"Nggak makan malam di sini aja mah?" Sela Tita bertanya.
"Enggak sayang, papa minta langsung pulang, capek katanya"
"Aku ambil tas dulu, mah" Yura mengusap hidungnya, lalu masuk ke dalam rumah setelah di anggukkan oleh Jazil.
Satu minggu dia menginap di rumah kakaknya karena tidak mau tinggal satu rumah kalau hanya berdua dengan Juna.
Setelah berbasa-basi sebentar, Juna beserta keluarganya pun pulang. Pria itu harus mengemasi pakaiannya malam ini juga, sebab besok siang dia sudah harus ada di Lanud, dan akan langsung berangkat ke pulau tujuan di sore harinya untuk melaksanakan tugas.
****
Keesokan harinya, tepatnya pukul 14:00 Wib.
Juna berpamitan dengan orang tuanya sekaligus meminta doa restu. Ia akan pergi selama satu tahun dan tinggal di daerah terpencil di Papua.
Suasana perpisahan yang penuh haru, memantik air mata Jazil tak bisa terbendung dan akhirnya meluncur dengan bebasnya.
Terpaksa wanita paruh baya itu harus melepas sang putra untuk memenuhi kewajiban sebagai dokter milliter di angkatan udara.
Sebelumnya, Juna juga sudah berpamitan pada uztad Zaki.
Meski bertugas di luar pulau, dia akan tetap menyetorkan hafalan surahnya pada ustad Zaki yang sudah di anggapnya sebagai guru.
Hampir tiga minggu mengaji untuk mementaskan diri sekaligus memperdalam ilmu agama, dia sudah sampai di surah Al-Balad.
"Titip mamah, ya. Kalau ada apa-apa sama papa mama, langsung hubungi mas Angga atau mas Rezki" Ujar Juna saat berhadapan dengan Yura. "Jangan hubungi aku, karena ponselku belum tentu aktif"
"Tenang saja, aku pasti jagain, kok" Jawab Yura tanpa ekspresi.
"Makasih"
"Nggak perlu makasih, papa sama mama sudah ku anggap orang tuaku sendiri"
"Mereka memang orang tuamu, kan? Orang tua yang sudah memberimu berlimpah-limpah kasih sayang, yang sudah merawatmu sejak kamu bayi. Aku bahkan harus mengalah karenamu"
"Setelah ini aku nggak akan lagi rebut kasih sayang mama dari mas. Aku akan secepatnya pergi dari sini"
"Niat banget pergi dari rumah yang sudah memberimu kenyamanan" Balas Juna datar. Ia lantas menarik napas panjang sebelum kemudia mengarahkan sepasang netranya pada Jazil dan juga Irfan.
"Pah, mah. Pergi dulu, ya"
"Iya, hati-hati. Sering-sering kasih kabar Jun. Jangan lupa sholat lima waktu"
"Iya, mah"
"Kalau sempat baca Qur'an juga sehabis sholat"
"Insya Allah"
Bersambung.
ereks luar biasa..dan tlng singkirkn pelakory..jangan trs di uji antara yura jg juna..jd kpn mereka bisa bahagia.
.
keren juna, jawabanmu gentle berani menolak dan teruslah menjadi suami yang jadi pengayom dan pengayem
sakinah mawaddah warrohmah
semoga episode selanjutnya kak author kasih yura hamil kembar
lanjut kak