Anindya, seorang Ibu dengan 1 anak yang merasa sakit hati atas perlakuan suaminya, memilih untuk
bercerai dan mencari pelampiasan. Siapa sangka jika pelampiasannya berakhir dengan obsesi Andra, seorang berondong yang merupakan teman satu perusahaan mantan suaminya.
“Maukah kamu menikah denganku?” Andra.
“Lupakan saja! Aku tidak akan menikah denganmu!” Anindya.
“Jauhi Andra! Sadarlah jika kamu itu janda anak satu dan Andra 8 tahun lebih muda darimu!” Rima.
Bagaimana Anindya menghadapi obsesi Andra? Apakah Anindya akan menerima Andra pada akhirnya?
.
.
.
Note: Cerita ini diadaptasi dari kisah nyata yang disamarkan! Jika ada kesamaan nama tokoh dan cerita, semuanya murni
kebetulan. Mohon bijak dalam membaca! Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Kecelakaan
Ayah Anindya pagi ini dengan penuh semangat mengantarkan pesanan batu bata ke Bantul. Ini adalah pengiriman pertama karena Ayah Anindya mendapat pesanan batu bata sampai rumah selesai di bangun. Untuk pengiriman pertama, Ayah Anindya membawa 1 rit batu bata merah atau setara dengan 1000 biji batu bata merah dengan mobil pick up beliau.
Pengiriman ke Bantul lancar dilakukan sampai saat beliau akan kembali ke rumah, Ayah Anindya secara tidak sengaja melihat menantunya sedang singgah di sebuah toko perlengkapan bayi dengan seorang perempuan. Karena penasaran, beliau mencoba menunggu didekat toko untuk memastikan penglihatannya.
Beberapa saat kemudian, Faris keluar bersama seorang perempuan dan balita. Ayah Anindya masih tak percaya dan meyakinkan diri jika perempuan tersebut mungkin saudara Faris. Beliau mengikuti Faris, Ayah Anindya sudah mulai meremas kemudinya tatkala melihat perempuan yang dibonceng Faris mengeratkan pelukannya diperut menantunya.
Motor masuk ke dalam area perkampungan dan berhenti di sebuah rumah semi permanen. Ayah Anindya memarkir mobilnya sedikit jauh dan turun untuk melihat dari dekat. Faris menggendong Balita itu dengan luwes dan membawanya masuk ke dalam rumah, diikuti perempuan yang bersamanya. Ayah Anindya yang masih ingin memastikan, beliau bertanya kepada seseorang yang kebetulan lewat.
"Maaf, Kang. Kalau boleh tahu ini rumah siapa?"
"Rani, Pak. Sepertinya Bapak bukan orang sini?"
"Iya, Kang. Saya dari Kulon Progo, tadi saya seperti melihat Faris."
"Oh, Bapak kenal dengan Faris?" Ayah Anindya mengangguk.
"Faris itu suami Rani, Pak. Sudah sekitar 1 tahun apa yaa mereka menikah? Tapi Faris itu jarang pulang karena bekerja di Kalimantan. Mujur sekali itu Rani punya suami kerja tambang!" tanpa bertanya pun Ayah Anindya mendapat jawaban dari apa yang membuat beliau penasaran.
"Terima kasih, Kang. Kalau begitu saya pamit dulu."
"Tidak mampir sekalian, Pak?"
"Tidak, Kang. Saya hanya memastikan tadi benar Faris atau tidak, lain kali saya akan berkunjung."
Ayah Faris berjalan menuju mobil pickup-nya. Tetapi beliau masih merasa belum percaya! Pernikahan anaknya bahkan baru berumur sekitar 15 bulan. Dengan segala tekad yang ada, Ayah Anindya mendekati rumah dan berhenti di jendela karena mendengar percakapan.
"Mundurkan saja kepulanganmu, Mas."
"Tidak bisa! Aku sudah mengatakan kepada Anindya hanya 5 hari." Ayah Anindya menahan nafasnya.
"Dia pasti bisa mengerti jika kamu membuat alasan!"
"Tidak! Aku harus kembali besok."
"Baiklah, tapi kamu harus menginap disini. Aku yang akan mengantarkanmu ke bandara besok!"
Tak lama kemudian, Ayah Anindya mendengar suara desahan dari dalam rumah. Beliau yang sudah tak tahan pun meninggalkan rumah Rani dan melakukan mobil kembali ke rumah.
Sepanjang perjalanan, Ayah Anindya memikirkan nasib anak gadisnya yang harus menerima kenyataan jika Faris membohonginya. Menantu yang ia anggap bisa menjaga dan melindungi Anindya justru mengkhianati anak yang selama ini beliau manjakan.
Terlalu banyak pikiran tentang segala kemungkinan, Ayah Anindya sampai tak fokus dengan lampu merah. Hingga saat beliau ada di tengah-tengah, sebuah truck roda 8 pun menabrak pickup beliau dari samping kanan sampai ringsek. Orang-orang sekitar segera menghampiri kejadian dan melarikan Ayah Anindya ke rumah sakit terdekat.
"Innalillahi.." Ibu Anindya terkejut mendengar bahwa suaminya kecelakaan.
Ibu Anindya segera menyusul ke rumah sakit dan mencoba menghubungi menantunya. Beliau berharap menantunya bisa membantunya mengurus laka lantas yang dialami sang suami. Tetapi beberapa kali panggilan tak kunjung mendapat jawaban. Ibu Anindya pun mengirimkan pesan kepada Faris, berharap menantunya bisa segera datang.
Ayah Anindya masih dalam penanganan. Menurut saksi mata, tabrakan dari sisi kanan sangatlah parah. Untuk mengeluarkan Ayah Anindya, warga terpaksa merusak pintu pickup. Ibu Anindya dengan cemas menunggu.
"Keluarga Supomo?"
"Iya, saya istrinya."
"Kami sudah melakukan semua upaya semaksimal mungkin. Tetapi apakah Bapak Supomo bisa bertahan atau tidak, hanya bisa kita serahkan kepada Yang Maha Kuasa. Karena selain cedera yang dialami saat kecelakaan, Bapak Supomo memiliki penyakit jantung. Kemungkinan, saat mengemudi beliau mengalami serangan jantung hingga menyebabkan beliau kecelakaan." jelas dokter.
"Apakah harapannya sangat kecil, Dok?" tanya Ibu Anindya yang berlinang air mata.
"Maafkan kami. Selain faktor usia, cedera yang dialami cukup parah. Kita pasrahkan semuanya kepada Tuhan." Dokter menepuk pundak Ibu Anindya sebelum pamit pergi.
Seketika Ibu Anindya luruh ke lantai dengan tangisan pilu. Beliau mengantarkan kepergian suaminya pagi ini tanpa ada firasat apapun, bahkan mereka saling tersenyum saat berpamitan. Ibu Anindya yang tak kuasa pun jatuh pingsan. Keponakan yang mengantarkannya pun berteriak minta tolong dan Ibu Anindya segera di bawa ke ruang perawatan.
Sementara itu, Faris yang sedang dikamar mandi tidak mengetahui perihal panggilan dari sang mertua. Rani yang melihatnya justru mematikan ponsel Faris. Selesai mandi, Faris mencari ponselnya tetapi dihalangi Rani dengan mengatakan jika ia minta diantarkan untuk membeli popok.
"Mengapa tidak sekalian tadi?" tanya Faris sedikit kesal.
"Aku lupa, Mas." jawab Rani dengan senyuman yang paling menawan yang bisa ia perlihatkan.
Faris pun menurut dan mengantarkan Rani membeli popok. Selain popok, Rani juga membeli beberapa keperluan yang mana membuat proses belanja mereka semakin lama. Sekitar pukul 3 barulah mereka sampai di rumah.
Melihat Faris masih mencari ponselnya, Rani yang sudah menidurkan Arka pun mengalihkan perhatian Faris dengan permainan. Faris yang sebenarnya curiga dengan sikap Rani, tak lagi memikirkan ponselnya. Mereka pun terlibat permainan panas sampai keduanya terlelap karena tenaga mereka telah habis stelah permainan mereka untuk kesekian kali.
Sekitar pukul 5 sore, pintu rumah Rani digedor dari luar. Rani yang bangun lebih dulu, hanya mengenakan dasternya dengan asal dan membukakan pintu. Ibu Faris yang sedang marah pun tanpa salam masuk ke dalam rumah dan mencari keberadaan Faris.
Mendapati Faris masih lelap di ranjang dengan pakaian berserakan, Ibu Faris menampar wajah anak semata wayangnya dengan kesal.
"Plak!" Faris yang terkejut pun bangun dan memegangi pipinya yang panas, sedangkan Rani hanya membekap mulutnya.
"Mengapa Ibu menamparku!"
"Itu yang kamu dapat jika kamu mengabaikan ponselmu!"
"Rani! Dimana ponselku!" Faris menatap tajam ke arah Rani.
"I-ini, Mas." Rani menyerahkan ponsel Faris.
Setelah menyalakan ponselnya, banyak panggilan tak terjawab dan ada beberapa pesan. Faris terkejut dan seketika berdiri tanpa sadar dengan keadaanya saat ini.
"Mau kemana kamu!" sergah Ibu Faris.
"Ke rumah sakit!" Faris segera mengenakan pakaian nya dengan cepat.
"Untuk apa?"
"Ayah mertua kecelakaan, Bu. Ayo, bukankah Ibu kemari untuk memberitahuku?" Faris bingung dengan sikap sang Ibu yang baru saja marah, kini hanya berdiri diam.
"Ayah Anindya sudah meninggal! Jenazahnya sudah dikirimkan kerumah duka."
orang macam faris itu sembuhnya kl jd gembel atau penyakitan
kl pintar pasti cari bukti bawa ke pengadilan biar kena hukuman tu si Faris.