Aira menikah dengan pria pujaannya. Sayang, Devano tidak mencintainya. Akankah waktu bisa merubah sikap Devan pada Aira?
Jaka adalah asisten pribadi Devan, wajahnya juga tak kalah tampan dengan atasannya. hanya saja Jak memiliki ekspresi datar dan dingin juga misterius.
Ken Bima adalah sepupu Devan, wajahnya juga tampan dengan iris mata coklat terang. dibalik senyumnya ia adalah pria berhati dingin dan keji. kekejamannya sangat ditakuti.
Tiana adalah sahabat Aira. seorang dokter muda dan cantik. gadis itu jago bela diri.
Reena adik Devan. Ia adalah gadis yang sangat cerdas juga pemberani. dan ia jatuh cinta pada seseorang yang dikenalnya semasa SMA.
bagaimana jika Jak, Ken, Tiana dan Reena terlibat cinta yang merumitkan mereka.
Devan baru mengetahui identitas Aira istrinya.
menyesalkah Devan setelah mengetahui siapa istrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IJINKAN AKU MENCINTAIMU 28
Devan sampai di sebuah rumah yang cukup bagus. Nuansa klasik dan sejuk tergambar dalam penglihatan pria yang tengah duduk di kursi penumpang. Ia melihat istrinya didampingi seorang wanita yang berpenampilan sama dengan Aira. Devan langsung menyimpulkan betapa begitu dekatnya hubungan mereka.
Setelah berhenti tepat depan kedua wanita tersebut. Devan keluar dari dalam mobilnya. Jantung Aira langsung berdegup kencang. Jarinya saling menaut. Ia merasa sangat gugup dan takut.
Tiana melihat perubahan sikap Aira. Baru pertama kali ia melihat sahabatnya ini begitu ketakutan. Kening Tiana mengernyit. Sepertinya ia melewati sesuatu. Sebuah kejadian yang tidak diceritakan Aira.
"Assalamualaikum," sebuah suara berat menginterupsi keduanya.
Tiana menatap wajah pria yang menjulang dihadapannya. Tampan dan dingin. Itu kesan pertama gadis itu berikan untuk suami sahabatnya itu. Tapi, ketika sorot mata tajam itu beralih pada sahabat yang ada di sebelahnya berubah menjadi lembut.
Tiana menyenggol lengan Aira. "Eh ... M-mas."
Aira buru-buru menyalin tangan Devan. Mereka lupa menjawab salam dari Devan.
"Kalian tidak menjawab salam?" Kedua gadis itu saling pandang dan tersenyum kikuk.
"Wa'alaikum salam ... maaf," cicit Aira lirih.
"Kau tidak mengenalkan diriku pada sahabat mu ini?" Aira hanya memberikan cengiran canggung pada Devan.
Sungguh. Devan makin senang menggoda istri dan sahabatnya ini. Sedang dalam mobil. Jaka nampak menyipitkan matanya melihat sosok gadis di sebelah istri atasannya itu.
'Kok, kayak kenal?' tanyanya dalam hati.
Jaka menggeleng. Ia berusaha menutupi kekepoannya. Walau setengah mati, ia menghilangkan keingin tahuannya itu.
"Ah ... Mas, kenalin ini Tiana Bheezha Handika. Tiana, kenalin ini suamiku, Devano Bramantyo," ujar Aira sambil tersenyum.
Keduanya saling bersalaman dan menyebutkan nama mereka masing-masing. Tiana menyuruh sepasang suami istri itu untuk masuk. Tapi, langsung ditolak oleh Devan.
"Maaf. Mungkin lain kali, kami mampir," ujar Devan sambil menggandeng mesra jemari istrinya.
Melihat hal itu membuat Aira merona menahan malu. Tiana mengelus tengkuknya. Jiwa kejomloannya meronta.
'Ck ... nasib jomlo,' keluhnya dalam hati.
Setelah mobil yang ditumpangi mereka pergi. Tiana kembali masuk. Tak lupa ia mengunci pintu pagar, kemudian berjalan masuk ke dalam rumah.
Sedang dalam mobil. Aira hanya menunduk. Hatinya berdegup kencang. Walau sudah kesekian kalinya ia duduk semobil dengan suaminya. Ia masih merasa takut. Ia takut jika salah dalam berucap. Semenjak Devan menampar pipinya.
Untuk pertama kali dalam hidupnya. Ia membiarkan orang lain melakukan kekerasan pada dirinya. Semua ini akibat nasihat almarhumah ibu panti. Sebelum kematian tragis menimpa diri wanita yang telah mengurusnya dari ia ditemukan di teras.
"Nak ... jangan kau umbar kekuatanmu. Ibu, takut kau melukai orang yang sangat kau cintai nantinya," ujar perlahan wanita.
Aira hanya bisa mengangguk mengiyakan, hingga kemudian wanita yang menjadi sebagian hidup Aira menghembuskan napas terakhirnya.
Devan menatap istri yang duduk agak menjauh dari sampingnya. Melihat paras ayu yang sedari tadi takut dan gugup. Devan semakin yakin jika percakapan para wanita di pesta kemarin tidaklah benar.
"Kenapa kau menjauh?" Tanya Devan dengan suara lembut.
Diraihnya tangan Aira. Terasa dingin. Devan seakan bersalah akan rasa takut yang Aira ungkapan. Padahal Devan tidak marah sama sekali.
"Sayang ... mendekat lah. Aku tidak marah," ujar Devan menenangkan istrinya.
Aira menghela napas pelan. Perlahan ia mendekat. Devan tidak sabar. Ia menarik Aira agar sedekat mungkin dengannya.
Devan merangkul pundak Aira. Jaka yang melihat kemesraan atasannya. Langsung menutup penghubung antara jok depan dan belakang.
Tepat ketika penghubung itu tertutup. Devan langsung menyambar bibir yang selama ini ia rindukan. Aira yang masih belum begitu mahir membalas ciuman sang suami. Hanya bisa pasrah.
Tangan Devan tak tinggal diam. Mulai menyusup ke dalam kaos yang dikenakan Aira. Belum jauh Devan melakukan hal dewasa tersebut. Aira sudah menghentikan aksi nakal suaminya.
Ciuman mereka terlepas. Napas keduanya pun menderu. Kening juga saling menyatu.
"Aku merindukanmu, sayang," ungkap Devan dengan suara serak.
Blush ...
Pipi Aira merona seketika. Padahal berkali-kali pria itu mengungkapkan perasaannya pada gadis yang sudah menjadi istrinya itu.
"Aira ... juga merindukan, Mas,"
Ah ... andai ia benar-benar bisa mengatakan hal itu pada suaminya. Mungkin pria tampan yang tengah dimabuk cinta itu akan langsung mencumbunya.
Tidak mendapatkan respon dari si istri. Devan hanya menghela napas. Ia jauhkan wajahnya dari Aira. Memberikan waktu untuk gadis itu, akan semua ungkapannya.
Pria itu sangat tahu, jika untuk membuat gadis itu kembali jatuh cinta dan memujanya kembali, sangat membutuhkan waktu.
Terkadang Devan sangat menyesali semua perbuatannya dulu. Ia begitu angkuh tak tertarik pada wanita yang kini membuatnya takut. Ya. Devan mulai takut akan kehilangan Aira.
Sejak pertama kali, ia mengecup pipi yang pernah ia tampar ketika di rumah sakit. Tidak itu saja. Ia mencium bibir yang telah menjadi candunya saat ini.
Devan mungkin tak sadar. Jika ia sudah jatuh cinta saat pertama kali melihat gadis itu.
(Flashback on).
Sore itu, Devan mengantar adik bungsunya ke sebuah panti asuhan. Keluarga Bramantyo adalah donatur tetap panti tersebut. Tidak hanya panti itu saja. Ada beberapa yang menjadi tempat donasi bagi keluarga kaya raya itu.
"Kak ... kenalin ini, Kak Aira. Beliau adalah wakil dari pemimpin panti Kasih Bunda," ucap Safeera mengenalkan Devan pada gadis yang mengenakan baju rok terusan sepanjang lutut berwarna navy.
Mata bulat yang mengerjap. Nampak indah dalam pandangan pria itu. Bahkan senyum manis ditampilkan dari bibir tanpa lipstik itu.
'Cantik natural,' puji Devan dalam hati.
Tak ada yang bisa menolak pesona Devan. Pria bertubuh tegap dan atletis itu. Membuat Aira sering mencuri pandang. Begitu juga dengan pria itu.
Bahkan ketika gadis itu memberikan kata sambutan dan ucapan terima kasih, Devan sangat terpesona akan ketegasan gadis itu.
Namun setelah itu. Devan sudah tidak pernah lagi bertemu dengan Aira. Walau beberapa kali ia mengantarkan Safeera atau Reena ke panti asuhan tersebut.
(Flashback end).
Devan mengingat semuanya. Pria itu ingat akan gadis yang telah mencuri perhatiannya. Ia teringat kejadian tiga tahun lalu ketika pertama kali mengenal Aira.
Kini kedua insan itu tengah saling menyeder satu sama lain. Jari jemari mereka saling menaut. Berkali-kali Devan mencium pucuk kepala atau kening Aira. Sesekali bibir mereka juga menaut.
Aira mempererat pelukannya. Ia hanya ingin meyakini jika pria yang berada di sisinya ini benar-benar mencintainya.
Devan membalas pelukan sang istri. Ia memberikan semua rasanya. Membuat Aira percaya akan apa yang ia ungkapkan adalah benar adanya.
"Kita ke butik dulu ya. Mama sedang ada di sana," ujar Devan yang masih terus mengeratkan pelukannya.
"Mama ada di butik?" Devan mengangguk.
"Iya. Kata Mama, mau fitting baju keluarga. Papa dan adik-adik sudah mencobanya. Mereka menunggu kita saja," jawab Devan.
"Aira!" Panggil Devan.
Aira menengadahkan wajahnya. Devan mencari binaran itu. Tapi, ia belum bisa mendapatkan apa yang ia cari.
'Begitu sulitkah, untuk memujaku lagi, sayang?' tanyanya putus asa.
"Baju keluarga? Memang ada acara apa Mas?" Tanya Aira membuyarkan lamunan Devan.
"Kita akan hadir ke peresmian rumah sakit yang telah diakuisisi oleh perusahaan kita, Sayang," jawab Devan sambil tersenyum.
Aira mengangguk. Ia melepaskan pelukannya. Devan sedikit kecewa. Tapi, ia menahan semuanya.
"Tuan. Kita sudah sampai," ucap Jaka memberi tahu.
"Ayo turun!' titah Devan pada Aira. "Kamu juga Jak! Mama yang nyuruh!"
Jaka pun ikut turun. Mereka bertiga masuk ke dalam butik di mana mereka akan fitting baju keluarga.
Bersambung.
Nah ... Nyesel kan lu Dev.
Susah jika wanita itu sudah kecewa. Iya nggak readers?
Next?
alurnya bagus,cm terlalu banyak flashbacknya