Dunia tak bisa di tebak. Tidak ada yang tau isi alam semesta.
Layak kehidupan unik seorang gadis. Dia hanyalah insan biasa, dengan ekonomi di bawah standar, dan wajah yg manis.
Kendati suatu hari, kehidupan gadis itu mendadak berubah. Ketika dia menghirup udara di alam lain, dan masuk ke dunia yang tidak pernah terbayangkan.
Detik-detik nafasnya mendadak berbeda, menjalani kehidupan aneh, dalam jiwa yang tak pernah terbayangkan.
Celaka, di tengah hiruk pikuk rasa bingung, benih-benih cinta muncul pada kehadiran insan lain. Yakni pemeran utama dari kisah dalam novel.
Gadis itu bergelimpangan kebingungan, atas rasa suka yang tidak seharusnya. Memunculkan tindakan-tindakan yang meruncing seperti tokoh antagonis dalam novel.
Di tengah kekacauan, kebenaran lain ikut mencuak ke atas kenyataan. Yang merubah drastis nasib hidup sang gadis, dan nasib cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.L.I, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Atau hanya sebagai hiasan mempercantik pilin-pilin helai tergunting. [1]
✨AGAR MEMUDAHKAN MEMAHAMI ALUR, BACA
SETIAP TANGGAL, HARI, DAN WAKTU DENGAN
BAIK
✨PAHAMI POTONGAN-POTONGAN CERITA
✨BERTYPE ALUR CAMPURAN (MAJU DAN
MUNDUR)
^^^Kamis, 22 Desember 2022 (15.56)^^^
" Pussshhh!! Ayoo pusshhhh! Lu di mana pusshh!! " Seorang gadis berbicara, sudah menjongkokkan tubuh ke dekat semak-semak.
Tidak jauh dari gerbang depan dan tepatnya pada sisi luar pagar Sekolah Menengah Atas Jaya Pura.
Gemerlang hari sudah mulai meredup di langit sore, panah mentari tindak lagi menanjak di atas kepala. Sekarang pukul 3 lewat, dan memang waktunya untuk anak sekolahan di bangunan ternama itu untuk pulang.
Begitu juga dengan tubuh salah satu gadis, tapi dia menyempatkan diri untuk singgah di dekat pagar yang sedikit ke ujung mengarah pada rute yang berbeda pada jalannya biasa pulang.
Nathania, nama itu yang tertempel di saku jas seragam seorang gadis cantik, rambutnya terikat satu bagian belakang dengan geraian poni belah yang menutupi kedua sisi pipi berisi.
Dia mampir sekaligus membawa beberapa makanan kucing yang dibeli temannya. Terlihat cukup bermerek dan mahal bagi konsumsi si kucing liar.
Memang Natha yang selalu memberikan kucing berwarna putih bersih, dengan tubuh yang mulai berisi tersebut makanan di sela-sela sore.
Usai pertemuan tidak sengaja, ketika Natha mau pulang dan menemukan kucing itu berada di dekat parit pada jalan pulangnya, dalam keadaan kotor dan kurus kering.
Inisiatif muncul di benak Natha, untuk memelihara kucing itu, tapi tidak di rumah karena takut akan merepotkan orang tuanya.
Melainkan di pagar dekat sekolah, tapi sisi yang cukup aman dan terlindung semak-semak sebagai tempat tinggal. Supaya Natha juga nyaman untuk mengunjungi kucing itu sewaktu-waktu.
Jadilah pada bagian pagar tersebut, meski perlu sedikit berlawanan dari arahnya pulang layak biasa, karena bagian itu saja yang aman dan cukup di tutupi dedaunan dengan strategis.
Garis-garis bibir Natha tersungging senang, setelah melihat hewan peliharaan rahasiannya itu makan dengan lahap. Terlihat kucing yang tidak memiliki nama tersebut mulai bersih, terurus, dan gemuk.
Hewan itu juga begitu penurut, tidak garang dan hebatnya mau patuh tinggal pada tempat yang sama selama beberapa hari setelah di pindahkan.
Padahal tidak diberikan tempat khusus dan di pagar, hewan itu bisa saja lain waktu kabur atau pergi lagi.
Namun hal itu tidak terjadi, dengan bukti keberadan hewan berbulu putih lembut itu tetap pada lokasi yang sama di sore ini. Seakan dia tahu mana orang yang baik dan memang berniat untuk merawatnya.
" Pushhh! Gue belum kasi nama ya sama lu. " Gadis itu berbicara, setelah membukakan plastic pembungkus makanan kucing. Rautnya antusias melihat si kucing mau datang dan makan dengan serakah.
" Eum... gue masih belum ketemu nama yang bagus. Tapi sebagai gantinya, gue beliin lu gelang ya. " Lanjut Natha mengeluarkan lingkaran benda berdiagram kecil yang hanya cukup untuk pergelangan lengan.
Warna hitam dan pasangan putih, tapi ada buah kupu-kupu yang bertengger di sana, tampak begitu cantik dan memikat. " Karena lu bewarna putih, gue kasi yang warna putih aja ya. Yang gelang warna hitam punya gue. Okey? "
Gubrakk!!
Baru Natha ingin memasangkan gelang kepada hewan peliharannya, sesuatu lebih dahulu berbunyi. Seolah suara benda yang berbenturan satu sama lain dengan permukaan atau benda lain.
Natha yang merasa janggal akhirnya mencoba mencari tahu, siapa sangka malah menemukan sosok gadis yang tengah tergeletak meringis di tengah jalan samping sekolah.
Dalam timpaan kecil sebuah sepeda wanita warna merah muda. Cepat Natha yang memiliki hati nurani berinisiatif untuk membantu, mengemasi beberapa barang yang jatuh juga gesit menolong sang korban.
" Sini! " Natha mengulurkan telapak tangan. Tepat terulur di hadapan muka gadis berparas cantik, tapi tengah meringis karena lutut dan sikutnya berdarah.
Gadis yang menjadi korban tertegun sejenak, dia baru pertama kali memandangi wajah Natha. Ini pertemuan pertama mereka, terlebih baru tahu jika ada orang yang sedang berada di sekitaran sana jam pulang yang sudah begitu larut seperti sekarang.
Dengan sedikit ragu, netra sang korban melirik telapak kosong tangan Natha, dia sempat terdiam untuk berfikir.
Ada gejolak bimbang sebelum akhirnya memlih pasrah dan menerima uluran tangan dari Natha untuk bangkit.
Sekarang suara alunan kendaraan yang berlalu lalang menjadi tontonan dua insan, antara Natha dan gadis korban tadi, mereka telah duduk di kursi panjang luar, bagian trotoar jalan yang tidak jauh juga dari sekolah.
Lutut dan sikut gadis tadi telah terobati, mereka berpindah untuk duduk sejenak di waktu sore yang semakin padam. Setelah pertemuan yang tidak di sengaja sebelumnya.
" Terimakasih. " Gadis yang jatuh sebelumnya mulai memberanikan diri buka suara, kalimat pertama yang di keluarkan sejak tadi.
Dia telah duduk di kursi yang sama samping kiri Natha, tapi takut-takut untuk menuturkan apresiasinya atas bantuan Natha terhadap lukanya juga.
Mereka duduk sejajar sambil memandangi hamparan jalan kota Jakarta. Ada dua buah es cream beda rasa yang terpegang di kolongan tangan masing-masing gadis.
Natha di sebelah kanan terlihat hanya tersenyum kecil memandangi, dengan begitu santai membalas tuturan dari gadis yang sudah dia tolong.
" Sama-sama Olivia! Nanti lain kali jajanin gue es cream ya, sebagai imbalan. " Bibir Natha mengurai lepas, sengaja menjawab seperti itu agar gadis yang dia tolong tidak terlalu merasa hutang budi.
Gadis dengan nama Olivia itu cukup terperanjat atas kalimat Natha, tapi bukan permintaannya, melainkan sebutan namanya sendiri dari mulut siswi yang baru pertama kali dia temui di sore ini.
Memang dari seragamnya, mereka berasal di sekolah yang sama. Kendati Olivia merasa asing, dan seolah tidak pernah bertemu Natha. " Kamu mengenal ku? "
" Hm! " Natha mengangguk cepat. Dia memakan es creamnya. " Lu kan ketua kelas kita. Masa gue ngga kenal. "
Lagi Olivia kembali tersentak hebat, kali ini lebih tidak percaya lagi. Dia baru tahu jika insan yang telah menolongnya adalah salah satu teman di kelas.
Sikap dirinya yang tidak mudah bergaul, membuat gadis lemah lembut itu merasa tidak begitu percaya diri untuk berteman.
Terlebih dengan gejolak otaknya yang pintar, jadi Olivia lebih banyak menghabiskan waktu sendiri untuk belajar.
Dia termasuk sombong, karena ketika insan lain mencoba bertanya kepada gadis itu tentang beberapa soal, yang mereka tidak pahami, dengan gamblangnya Olivia mengacuhkan.
Dia enggan untuk membantu, berfikir anak-anak itu hanya ingin memanfaatkan dirinya yang pintar.
Lagi pula bagi Olivia dia masuk ke sekolahan ini untuk belajar, menuntut ilmu dan bukannya mencari teman. Dia tidak perlu sosok lain, begitu ambisius pada diri sendiri atas perolehan yang telah di terima.
Sialnya, bertepatan pada ujian akhir semester 1 kelas 12 kemarin, Olivia mengalami deman dan sakit flu, sehingga dia tidak begitu konsen ketika mengerjakan soal.
Berujung pada nilai Olivia yang tiba-tiba anjlok, meski tidak terlalu parah, tapi cukup untuk menurunkan dia dari posisi 8 ke posisi 15 siswa dengan nilai ujian tertinggi di keseluruhan Sekolah Menengah Atas Jaya Pura.
Yang berarti dia tidak lagi tergolong dalam 10 besar rangking, membuat beberapa insan di kelas mulai mengolok gadis itu.
Mereka mengatakan jika Olivia yang begitu pintar rupanya bisa mendapatkan nilai yang turun, padahal dahulunya begitu percaya diri dan sombong.
Berakhir pula pada kegiatan pengerjaan lainnya dari mereka, termasuk sepeda Olivia yang di sabotase oleh teman kelasnya, untuk memberikan gadis itu pelajaran dan akhirnya jatuh sore ini.
" Iya, gue kenal sama lu! " Natha memberikan kalimat lagi, dia mencoba menyakinkan. Sekaligus menyadarkan Olivia dari lamunan sejenaknya.
" Lu terlalu sibuk belajar di kelas si, sampai ngga kenal sama siswa-siswi yang lu naungi sendiri. Mereka menyabotase sepeda lu, tadi setelah gue lihat remnya sengaja di rusak. Masa lu yang pintar gini ngga sadar si! "
Natha mulai merasa protes. Terhadap tindakan yang termasuk pembullyan pada gadis di sebelahnya alami.
Olivia yang mendengar malah terkekeh dengan reaksi Natha. Raut kagetnya berangsur pindah ke uraian senyum. Merasa begitu lucu dengan ekspresi yang telah Natha berikan tadi. " Aku ngga selalu ngurusin sepeda itu... e... "
" Natha! "
" Ah iya! -Natha... " Olivia membenarkan kata-katanya, karena dia semula bingung untuk menyebutkan nama gadis yang telah menolongnya itu. Dia sungguh tidak mengenal teman kelasnya sendiri.
" Aku sibuk belajar seperti yang kamu katakan di kelas, sementara sepeda ini terletak di pakiran. Ngga mungkin aku selalu bisa mengawasinya-kan. "
Natha mengangguk sendiri. " Benar juga ya... " Dia mencerna dengan gerombolan saraf-saraf otaknya. " Ya udah lain kali hati-hati! Sebelum pulang pastikan lu cek dulu keadaan sepada lu, jangan kaya tadi langsung pakai aja. "
Mulut Natha mengomel, mencoba menasihati sang ketua kelas yang terlihat begitu naif untuk melindungi diri sendiri.
Pelan Olivai mengangguk, dia mengulum senyum, masih merasa begitu lucu atas tingkah Natha.
Baru kali ini dia bertemu gadis tulus yang begitu cerewet pada keadaan orang lain, padahal tidak terlalu di kenal dan bahkan bukan temanya sendiri.
Sedikit memberi rasa syukur kepada Olivia karena telah berjumpa dengan gadis ini, dan pernah berbicara lebih banyak selain sebatas kebutuhan di kelas.
Mungkin di lain hal Olivia memiliki sedikit kenangan, jika di masa Sekolah Menengah Atas dia pernah berjumpa dengan gadis manis yang sangat cerewet dan peduli.
" Kamu? " Olivia berpindah pada Natha. " Kenapa jam segini masih ada di sekitaran lingkungan sekolah? "
Dia teringat dengan keberadaan Natha yang masih berkeliaran di dekat sekolah, padahal jam sudah menunjukan 4 kurang kala ini. Dan sudah hampir lewat 1 jam dari waktu pulang Sekolah Menengah Atas Jaya Pura seharusnya.
" Ouh... gue. Ini! " Natha menaikan kantong isi makanan kucing warna bening, seiring mengoyang-goyang benda tersebut ke kanan dan ke kiri. " Gue tadi ngasi makan kucing, kasian dia ngga ada yang melihara. "
Olivia tersenyum membalas, dia cukup tersentuh atas perbuatan gadis itu, yang rupanya sehabis memberikan makan pada kucing.
Sejenak Olivia cepat kembali memakan es cream yang hampir mencair di genggaman tangannya. Tapi tidak menutup kenyataan, jika dia sedikit teralih pada fokus sepasang gelang di dalam kantong bening genggaman tangan Natha.
" Cantik. " Olivia menutur tanpa sadar. Memandangi lurus sebuah gelang dalam kantong sang gadis di sebelah.
" Hm? " Natha tersentak bingung. Dia mendengar tuturan spontan sang teman di sisi. " Apanya? "
Tapi segera sadar ketika mengikuti arah lirikan mata Olivia, yang tepat menyorot ke kantong bening di tangannya.
" Ouh, gelang ini. " Natha mengeluarkan benda yang dimaksud dari dalam kantong. " Lu... suka-kah? "
Olivia sedikit terperanjat ketika Natha cepat beraksi bertanya, kedua pipinya bersemu malu. Seolah telah tertangkap menyukai barang milik orang lain.
" Ti-tidak! Aku ngga suka kok. Aku hanya bilang gelang itu cantik. " Cepat kepala Olivia beralih, dia buang muka untuk menahan malu. Sambil berbicara dengan kebohongan agar tidak tertangkap oleh Natha.
Sayangnya Natha tidak terlalu mudah untuk di tipu, dia mengerti sorot ekspresi Olivia. Terlihat tertawa kecil dengan tingkah sang ketua kelas yang rupanya bisa bersikap malu-malu, selain begitu datar dan dingin ketika berjumpa di dalam kelas.
Natha menarik tangan Olivai tiba-tiba. " Nih! Ambillah. " Dia menyodorkan salah satu gelang warna hitam, atas dataran tangan Olivia yang terbuka.
Olivia kaget atas pemberian Natha, dia cukup tidak menyangka jika gadis yang menolongnya itu akan begitu baik seiring memberikan gelang.
Padahal ini kali pertama mereka bertemu dan berbicara dengan lebih intens. Di bandingkan di kelas, hanya ketika para siswa membutuhkan keperluan dengan Olivia, mereka baru berbicara kepada gadis itu.
Makanya Olivia tidak terlalu mengenal siswa di kelas karena cukup langka dan jarang berbicara lebih banyak.
Dan ajaibnya sore ini dia mendapatkan bantuan dari salah satu teman kelasnya, yang sangat ramah dan rupanya berhati tulus, Sehingga gadis itu akhirnya pernah merasakan berbicara banyak dengan siswa lain.
Begitu senang karena Natha sangat baik, terlihat dia dengan sukarela telah memberikan barang miliknya kepada Olivia sosok orang yang baru ditemui.
" Ouh, maaf! Lu yang warna hitam ya. Soalnya yang warna putih ini sebenarnya tadi mau gue kasi ke kucing. Tapi karena ada lu dan rupanya lu juga mau. Gue bagi aja ke lu, namun tetep aja ngga etnis-kan untuk kasi ke orang yang sebenarnya mau di kasi ke kucing. Makanya gue kasi yang bagian punya gue ke lu. "
Natha mencoba menjelaskan, ketika Olivia terus menatap binar gelang tersebut dalam dekapan tangan yang diam. Dia takut dan mengira jika Olivai tidak suka atas pemberian warna tersebut.
Olivai di sebelah cepat membalas tersenyum, matanya penuh binar-binar. Dia sungguh terkesima telah di berikan sebuah gelang oleh insan lain.
Selama ini Olivia memang tidak pernah memiliki teman, makanya ketika mendapatkan dari Natha. Dia seolah merasakan telah memiliki teman pertama. Begitu senang dan cukup tidak menyangka.
Natha menoleh sesaat memerhatikan sosok lain di ujung jalan bagian depan. Pria dengan motor besarnya singgah di depan toko, tampak membuka helm untuk menunggu seseorang.
" Lu kenal dia, Olivia? " Natha bertanya, dia sudah sejak tadi memerhatikan sosok itu.
Kini giliran Olivia yang menoleh, gadis itu memandangi dengan kerutan alis. Cukup tepat mencari arah tujukan sorot mata Natha pada ujung seberang jalan.
" Engga. " Kepala Olivia bergeleng. " Kamu mengenalnya? "
Laki-laki di depan terlihat menggunakan seragam yang sama dengan mereka. Tapi jaket kulit warna hitam terlihat membalut tubuh bagian atasnya, sehingga tidak ada papan nama yang tampak untuk di selidiki dua pasang mata gadis atas permukaan kursi tersebut.
" Ouh, benarkan? Gue pikir lu kenal sama dia. Soalnya beberapa kali gue emang pernah liat dia buntutin lu. "
" Aku? "
Kepala Natha mengangguk. " Hm. " Sebagai jawaban 'iya'.
Mereka mulai menyorot pada pandangan yang sama, dalam deruan angin sore yang berhembus.
Terlihat alis Olivia menyatu heran memperhatikan. Saling bungkam dan diam pada fokus satu dengan pria yang ada di seberang jalan depan mereka.
^^^Jumat, 24 Juni 2023 (15.13)^^^
Waktu terus berjalan di hari itu, sekarang sudah menunjukan pukul 3 sore, waktunya siswa-siswi Jaya Pura untuk pulang. Karena kejadian tadi, Aslan dan Iefan berinisiatif untuk mengantar Olivia pulang.
Terlihat saat kedua lelaki itu tengah membantu Olivia masuk ke mobil Aslan di ujung pakiran sana. Mereka sangat perhatian terhadap Olivia, juga terlaten dan terlihat begitu menyayangi gadis cantik tersebut.
Dari awal pertemuan Natha tahu, kalau ketiga siswa itu tengah mengalami cinta segitiga, atau lebih tepatnya cinta antara Aslan dan Olivia dengan Iefan sebagai tokoh kedua menyukai sepihak.
Sayang kedua insan itu saling menyembunyikan perasaan, mereka enggan buka suara, padahal terlihat ingin dan mau untuk mengutarakan yang sebenarnya, lihat Natha di kala itu.
Selain itu juga Aslan bukankah telah mengungkapkan perasaan ketika di ambang depan pintu kelas siang lalu, ketika kejadian Natha dan Olivia yang bertabrakan.
Mungkin semua orang di sekolah juga telah mengira jika mereka berpacaran, tapi mengapa Aslan tidak pernah secara gamblang menunjukan kata-kata itu lagi pada Olivia. Atau mungkinkah mereka telah berpacaran secara diam-diam.
Rasa iba sedikit menghampiri pada sosok pria manis bernama Iefan, perasaan laki-laki itu hanya bisa berlabuh sepihak.
Tapi setelah dia tahu dan mendengar Aslan mengungkapkan perasaan kepada Olivia di hari itu, karena Iefan jelas berada di belakang Aslan.
Mengapa dia tidak marah atau kesal terhadap sang teman baik, cemburu mungkin iya, tapi mereka buktinya tetap berteman baik hingga sekarang.
Seolah seperti tokoh novel, di mana Iefan akan selalu menyayangi si pemeran utama wanita, walau cintanya harus bertepuk sebelah pihak. Asalkan sang pujaan tetap merasa bahagia, meski harus bersama dengan pria lain.
Tadi siang, ketika mengantarkan Olivia ke Unit Kesehatan Sekolah. Anehnya Natha ikut terpuruk ketika telah sampai di ruangan sana, darah terus mengucur dari hidung Natha setiap beberapa kali kejadian, dia bersama-sama pingsan setelah tiba.
Padahal seumur hidup gadis itu dia tidak pernah mimisan, pingsan, atau hal-hal lemah lainnya.
Walau Natha bukanlah wanita tangguh, tapi tipe tubuh Natha juga bukan yang mudah terpuruk seperti itu.
Anehnya mengapa setelah terbangun di pagi dari perkelahian dengan ibu, dan bernimba ilmu di Sekolah Menengah Atas Jaya Pura, Natha malah mulai sering mengalami hal-hal tersebut.
Termasuk mimisan ketika sehabis beberapa kejadian. Salah satunya setelah Natha merasa tidak bisa mengerak tubuh dengan kendali otak sendiri, dan seolah tengah berada di dalam adegan beberapa waktu.
Di sela netra Natha sempat terpikirkan untuk menceritakan hal yang dia alami kepada Aslan dan Iefan tadi siang, tapi ketika Olivia bangun, mereka terlihat sangat khawatir dan sibuk.
Ditambah keadaan Olivia yang baru mengalami insiden menjadikan Natha mengurung sejenak pikiran itu tentang ceritanya mengenai dunia novel.
Ada waktu lain yang lebih tepat untuk membicarakan hal tak masuk akal tersebut setelah disimpulkan sepihak tadi.
Brukk!!
Natha yang tidak memperhatikan jalan tak sengaja bersenggolan dengan seorang gadis. Kegiatan otaknya terlalu asik berfikir sendiri dan menjadi tidak fokus ketika melangkah.
Membuat tas dan barang-barang milik Natha berhamburan, jatuh dan berserakan di bawah.
" Lain kali, jalanlah dengan baik! " Seorang gadis bersuara menoleh ke arah Natha sekilas.
Tatapannya sinis, tapi terlihat tak acuh dan kembali berbincang bersama teman-teman di area agak depan. Insan itu tak berinisiatif membantu Natha, malah kesal dan bersikap masa bodoh.
Natha tak mengidahkan hal itu semula, dia memilih cepat mengumpulkan kembali barang-barangnya, sampai tawa gadis semula di telinga Natha terasa familiar, membuat gerak tangannya terhenti.
Perlahan Natha menoleh, memperhatikan cergas kembali gadis yang menabrak dirinya dari belakang.
Benar saja, senyum, pakaian, dan tawa itu adalah milik Sekar, siswi yang tadi siang membully Natha di toilet wanita sekolah. Dia terlihat sangat asik bercanda bersama Sania dan Ruby, bahkan sesekali mengejar mereka berdua dengan asik.
Tampak berbeda ketika Natha menemukan tiga sosok itu bercanda di selasar tadi. Hanya Sania dan Ruby yang tertawa terbahak-bahak, sementara Sekar tampak diam dan tajam, seolah dia paling rendah memiliki selera humor.
Dia hanya memperhatikan anak-anak yang bermain di lapangan, tak ada ekspresi atau senyum di bibirnya.
Seketika Natha juga teringat ketika Sekar menyenggol dirinya tadi, bukankah gadis itu sempat melirik wajahnya.
Mengapa dia seakan tidak menghiraukan dan tidak mengenal Natha. Ini adalah kali pertama Natha bertemu ketiga siswi pembully itu selain di masa saat dia tak bisa menggerakan dirinya, atau yang Natha simpulkan ketika di dalam sebuah adegan.
...~Bersambung~...
✨MOHON SARAN DAN KOMENNYA YA
✨SATU MASUKAN DARI KAMU ADALAH SEJUTA
ILMU BAGI AKU