Lahir, dan besar, di negara yang terkenal karena budaya tolong menolong terhadap sesama, tanpa sengaja Reina menolong seseorang yang sedang terluka, tepat ketika salju tengah turun, saat dirinya berkunjung ke negara asal ayah kandungnya.
Perbuatan baik, yang nantinya mungkin akan Reina sesali, atau mungkin justru disyukuri.
Karyaku yang kesekian kalinya, Jangan lupa mampir dan tinggalkan jejak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alasan Ryu
Reina tak sepenuhnya percaya, dia tetap menitipkan si kembar pada Nidia, perempuan beranak satu, yang sudah bersahabat dengannya hampir delapan tahun ini.
Sementara dirinya memilih menyewa kamar hotel, masa bodoh dengan isi tabungannya yang berkurang banyak, yang penting kehidupan damainya tidak hilang.
Bahkan Reina berencana pindah rumah, dia meminta bantuan Nidia, dan Harry untuk mencarikannya rumah, dengan harga miring.
Reina bukan orang bodoh, dia seorang penulis, jadi imajinasinya berkembang dengan baik, lalu dia pandai mengamati karakter seseorang.
Andai kemarin dia tak menunjukkan paspornya pada Daiki, dia tak mungkin seribet ini, tapi saat itu, yang paling utama, dia harus selamat dulu, dan berhasil meyakinkan lelaki Jepang itu, jika dirinya sama sekali tak mengenal lelaki bernama Ryu.
Bisa saja kan, suatu saat mereka mendatangi rumahnya, dan tau tentang keberadaan si kembar, terutama Aizen yang berambut pirang. Reina yakin, jika putra yang lebih dulu lahir itu, mirip dengan ibu dari Ryu, yang berkebangsaan Italia, lalu tentang Eizen dia tak terlalu khawatir, mengingat putra yang lahir selang lima belas menit, dari kakaknya, lebih cenderung mirip dengan mendiang Papanya.
Jadi sebisa mungkin, jangan sampai mereka tau tentang keberadaan si kembar. Reina menginginkan kedua putranya tumbuh dengan baik, tak kekurangan, dan aman gangguan apapun.
Selama tiga hari menginap di hotel, Reina fokus menulis novel baru yang akan rilis, di salah satu platform kepenulisan.
Setidaknya uang yang dia keluarkan untuk menyewa kamar hotel, akan tergantikan dengan penghasilannya sebagai penulis.
Selama tiga hari ini, Reino beberapa kali menghubunginya, menanyakan kabarnya, guna memastikan dirinya baik-baik saja.
***
Seminggu setelah kepulangannya, Reina menyewa sebuah kontrakan tiga petak. Rencananya, dia akan tinggal di sana, hingga mendapatkan rumah yang sesuai isi tabungannya.
Karena tinggal sementara, tak banyak barang yang dibawa, hanya kasur, dan lemari, serta pakaian. Kontrakan itu letaknya tak jauh dari sekolah si kembar.
***
Di sisi lain.
Ryu menemui kakak tertuanya, begitu mendengar kabar, jika Daiki menculik seorang perempuan, yang beberapa hari lalu, sempat dia ajak bicara.
Sudah delapan tahun ini, ketika tiba bulan Januari, Ryu mengunjungi negara asal ayah kandungnya.
Bukan untuk menemui saudara-saudara satu ayah, tapi untuk mencari keberadaan perempuan yang telah menyelamatkannya dulu, sekaligus berziarah ke makam ayahnya.
Ryu hanya akan berjalan-jalan di sekitar taman, toko serba ada tak jauh dari taman, bahkan sampai gang, di mana dulu, dia diselamatkan.
Dia datang ke negara yang dijuluki macan Asia itu, secara diam-diam, bahkan tak ada pengamanan apapun, dengan kata lain, Ryu datang sendiri.
Walau begitu, tetap saja Kakak-kakaknya tau tentang keberadaannya, sehingga setiap datang ke sana, Ryu akan selalu diikuti.
Lalu saat tak sengaja dia bertemu dengan seorang perempuan berkacamata, yang aroma parfumnya, sama dengan si penolongnya, Ryu memutuskan untuk mengikuti, dan mengajak bicara perempuan itu.
Ryu juga sempat mendengar gerutuan, dan dia mengenali bahasa yang digunakan, dia sampai mendatangkan tutor, untuk mempelajari bahasa tersebut.
Aroma parfum, tinggi badan, dan bahasa yang digunakan, membuat Ryu yakin, jika perempuan yang ditemuinya adalah Rei, dia tak mungkin salah.
Sialnya ada polisi yang sedang berpatroli, sehingga Ryu lebih memilih mundur, tapi jelas dia pasti akan segera menemukan perempuan itu.
"Halo adik bungsuku, tumben sekali kamu datang mengunjungi ku? Apa ada masalah?" tanya Daiki, lelaki yang sedang menghisap cerutu, dia sampai bangkit dari duduknya, dan menghampiri tamunya.
"Aku dengar anda menculik seorang perempuan, yang beberapa hari lalu berbicara denganku? Apa maksudnya itu?" tanyanya dengan tatapan dingin.
"Ayolah adikku, tidak usah kaku begitu, kita ini saudara, apa kamu tidak lelah dengan kecurigaan tanpa dasar itu, pada kakak tertua mu, yang paling peduli padamu?"
Ryu tau, itu hanya sepenggal kalimat basa-basi yang dilontarkan kakaknya. Kakak yang ingin sekali dirinya menghilang dari dunia ini. Dia tak akan percaya apapun yang dilontarkan anak tertua dari ayahnya.
"Aku hanya menyapa perempuan itu, tapi anda dengan sigap menculiknya, seolah perempuan itu adalah sebuah ancaman. Ayolah, dia hanya perempuan yang aku tanyakan alamat, kasihan sekali jika anda melibatkan warga sipil, yang tak tau apapun."
Benar, atau tidaknya jika perempuan itu adalah perempuan yang sama dengan delapan tahun lalu, Ryu harus tetap melindunginya.
Daiki terlalu terobsesi, ingin sekali menghabisi dirinya, padahal tahta kepemimpinan sudah Ryu serahkan sepenuhnya pada putra ayah tertua.
Walau sebelum ayahnya meninggal lima tahun lalu, ayahnya sempat memintanya untuk mengambil alih organisasi, karena di antara saudaranya, Ryu yang memiliki fisik paling prima, dan kekayaan melimpah.
Sedikitpun tak ada keinginan untuk mengambil alih organisasi, dia bahkan tak peduli, andai delapan tahun lalu, ayahnya tak memintanya untuk kembali, dia tak akan Sudi menginjakkan kaki di tanah kelahirannya.
Di mana sedari kecil, nyawanya berkali-kali terancam. Kakak-kakaknya berusaha mengenyahkannya dari dunia ini.
Bahkan saat dia masih berusia remaja, dia hampir kehilangan ibunya, karena ulah salah satu anak dari ayahnya.
Merasa terancam, sejak saat itu, Ryu, dan ibunya pergi dari sana. Mereka hidup nomaden di beberapa negara, dan pada akhirnya, menetap di Italia, negara asal sang ibu.
"Sebagai kakak, aku hanya ingin memastikan jika adik bungsuku mendapatkan perempuan yang setara. Bukankah kakakmu cukup baik? Harusnya kamu berterima kasih."
Ryu tertawa sinis, "Urus saja urusan masing-masing, sama seperti yang sudah-sudah," katanya, dia berbalik, terlalu lama berada di ruangan itu, membuatnya muak.
"Tunggu Ryu," Cegah Daiki, "Apa kamu tidak penasaran, dengan perempuan bernama Reina Tanaka? Perempuan yang menyelamatkan kamu, delapan tahun lalu, bukankah dia juga mengunjungi apartemen mu?"
Ucapan Daiki, sontak membuat Ryu menghentikan langkahnya, "Aku tidak tertarik, dan aku datang ke sini, hanya ingin berziarah ke makam ayah." Tak mungkin bagi Ryu mengatakan tujuannya yang sebenarnya, dia tak ingin wanita itu menjadi target selanjutnya.
Sebelum kembali ke Italia, Ryu menyempatkan diri, untuk mampir sejenak, di mana abu kremasi ayahnya di kuburkan.
Bukan mendoakan, bahkan Ryu adalah seorang agnostik, dia hanya menatap kosong, nisan yang tertulis nama lelaki, si penyumbang sper*.
Dia hanya menjalankan pesan mendiang ibunya, untuk selalu menghormati lelaki itu. Tak ada istilah sayang, ataupun sejenisnya, bahkan ingin rasanya memaki lelaki yang semasa hidupnya hobi bermain wanita.
Entah berapa saudara seayah yang dimiliki Ryu, dia tidak tau jelas, yang dia tau, kakak tertuanya bernama Daiki, dan dia adalah anak bungsu yang dimiliki mendiang ayahnya.
Mengenai saudara yang lain, hanya beberapa yang dia kenal, semuanya kompak, tak menginginkan keberadaannya.
Dengan menaiki taksi, dia berangkat menuju bandara, di sana orang-orangnya telah menunggunya.
Follow akun IG @mareeta_88
kak knp bukam Ryu aja yg ngidam biar tau rasa...
tp yaa sdhlah, Next kak💪🏻💪🏻🥰🥰