Darson Rodriquez seorang gangster yang menculik Gracia Vanessa, dan dijadikan sebagai pemuas ranjang selama tiga hari. Gracia yang dijual ibu tirinya harus menerima penderitaan yang tiada akhir.
Bagaimana Gracia bisa terlepas dari genggaman Darson yang berniat menjadikan dirinya sebagai simpanan? bukan tanpa sebab bos gangster tersebut sengaja gadis itu berada di sisinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19
"Nona, kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" tanya Leo dengan nada penuh tanya.
"Paman, maaf. Kalau saya tidak sopan. Kata papaku, Mama menjalin hubungan gelap denganmu. Oleh karena itu aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi," jawab Gracia dengan wajah serius, menatap langsung ke mata Leo.
Leo menunduk dan meneguk minumannya. Ia terdiam sejenak dan terlihat raut wajahnya yang lesu."Tuan masih saja salah paham tentang nyonya," ucap Leo pelan. "Nyonya adalah seorang istri yang baik dan setia. Tapi sayang sekali tuan sama sekali tidak menghargainya," lanjutnya dengan nada getir.
"Maksud Paman adalah, Mama tidak berselingkuh dengan Paman?" tanya Gracia, mencoba memastikan.
Leo mengangguk, "Tuan mencurigai nyonya karena pernah melihat nyonya sedang menangis di halaman rumah. Saya sebagai asisten menghampiri nyonya hanya karena mengkhawatirkan nyonya. Tidak sangka karena hanya itu menimbulkan kecurigaan berkepanjangan bagi tuan. Oleh karena itu, saya diusir!" jawab Leo dengan nada yang sarat emosi.
"Hanya melihat kalian bersama di halaman, Thomas menuduh kalian berselingkuh, dan Gracia adalah putrimu. Bukankah itu terlalu berlebihan," ucap Darson dengan nada sedikit kesal.
"Apakah tuan mengatakan kalau nona adalah putri saya?" tanya Leo penasaran, merasa bingung dengan tuduhan tersebut.
"Iya, Papaku yang egois itu selalu saja membenciku, aku tidak tahu apa alasannya. Belakangan ini dia mengusirku karena aku melawan istrinya," jawab Gracia, suaranya terdengar patah.
"Sudah berpuluhan tahun, masih saja tidak berubah. Nona, tuan sudah salah besar. Saya berani bersumpah tidak ada hubungan apapun dengan nyonya. Semua ini hanya rekayasa dari tuan. Saya rasa dia melakukannya karena telah melakukan kesalahan sejak awal," jelas Leo dengan tegas.
"Kesalahan apa?" tanya Gracia, matanya memancarkan rasa ingin tahu yang besar.
"Sebelum saya diusir, tuan berselingkuhan dengan sekretarisnya. Sejak itu tuan mulai berubah dan bersikap dingin pada nyonya. Dia selalu mengabaikan nyonya," jawab Leo, mengungkapkan kebenaran yang pahit.
"Tidak tahu malu, dia berselingkuh dengan wanita lain, tapi masih saja menyalahkan istri sendiri. Sepertinya dia sudah bosan hidup," ujar Darson dengan nada marah.
"Dia menganggap mamaku begitu rendah, ternyata karena dia yang tergila-gila pada wanita lain. Setelah mamaku meninggal... dia malah membawa seorang janda beranak satu masuk dan tinggal bersama kami. Tidak lama kemudian mereka menikah," ungkap Gracia, suaranya penuh rasa sakit.
"Janda beranak satu? Apakah wanita itu bukan sekretarisnya?" tanya Leo, mencoba menyambung benang merah dari cerita ini.
"Bukan! Tidak tahu di mana mereka berkenalan, tapi itulah yang dia lakukan. Dan yang paling memalukan adalah bahkan anak tirinya sendiri juga menjadi selingkuhannya," jawab Gracia dengan nada jijik.
Leo menggeleng-gelengkan kepalanya dan menarik napas panjang. Semua ini terlalu berat untuk diterima.
"Bagaimana kamu bisa tahu kalau Thomas berselingkuh dengan sekretarisnya?" tanya Darson pada Leo, mencoba mengumpulkan semua fakta.
"Saya pernah pergi ke perusahaan tuan, saya diminta mengantar dokumen. Mereka berada di kantor dan berpelukan," jawab Leo, mengingat momen itu dengan jelas.
"Gracia, jawaban sudah didapat, apa rencanamu? Membiarkan brengsek itu begitu saja atau aku bunuh saja dia?" tanya Darson dengan nada serius, matanya menatap tajam ke arah Gracia.
Leo terkejut mendengar pertanyaan Darson, ia merasa heran dengan hubungan Gracia dan Darson.
"Tuan, apa hubungannya Anda dengan nona?" tanya Leo penasaran.
"Aku adalah suaminya, semua yang ada hubungan dengannya. Aku akan ikut campur," jawab Darson dengan tegas.
"Paman, maaf karena menyusahkanmu datang jauh-jauh ke sini," ucap Gracia dengan segan, merasa bersalah telah menyeret Leo dalam permasalahan keluarganya.
"Nona, tidak apa-apa. Selagi bisa membersihkan nama baik nyonya. Saya tidak keberatan," jawab Leo, suaranya penuh ketulusan. Wajahnya menunjukkan kesungguhan dan keinginan kuat untuk membela kehormatan mendiang nyonya.
"Apa yang akan kamu lakukan seterusnya?" tanya Darson pada Gracia, matanya penuh perhatian dan kepedulian terhadap istrinya.
"Tidak tahu! Aku belum ada rencana," jawab Gracia dengan menunduk, suaranya terdengar lemah dan penuh kebingungan. Rasa sakit dan ketidakpastian tergambar jelas di wajahnya.
"Bersihkan nama baik ibumu," ujar Darson dengan tegas, suaranya memberi kekuatan dan dorongan.
"Dengan cara apa?" tanya Gracia, mengangkat wajahnya sedikit, menatap suaminya dengan mata yang penuh harap.
"Tes DNA mu dan Thomas," jawab Darson dengan tenang namun penuh keyakinan. "Dengan hasil laporan itu bisa membuktikan bahwa dia telah membohongimu. Setelah itu kamu bisa melakukan apa saja yang kamu inginkan. Aku akan mendukungmu dari belakang," lanjutnya, memberikan pandangan yang penuh semangat pada Gracia.
Gracia menatap suaminya dengan mata yang mulai bersinar. Ada harapan dan kekuatan baru yang tumbuh dalam dirinya.
Leo yang duduk di dekat mereka, mengangguk setuju. "Itu ide yang bagus, Nona. Dengan bukti tersebut, Nona bisa menunjukkan kebenaran dan membersihkan nama baik nyonya. Nyonya pantas mendapatkan itu," ucap Leo, suaranya penuh dengan semangat juang.
Gracia mengangguk perlahan, merasa semangatnya kembali tumbuh. "Baik, aku akan melakukan itu," katanya dengan suara yang lebih mantap.
Rumah sakit tempat Beautiful dirawat begitu sunyi, kecuali suara alat medis yang terus berdengung di kejauhan. Di dalam sebuah ruangan kecil, Thomas dan Aniza duduk tegang menunggu hasil laporan.
Tak lama kemudian, dokter masuk dengan wajah serius, membawa selembar kertas di tangannya. "Hasilnya telah keluar," ucap dokter itu sambil menatap mereka bergantian.
"Terdapat 16 pelaku yang telah melakukan kekerasan seksual terhadap pasien," lanjutnya, membaca laporan tersebut dengan nada berat.
Aniza langsung histeris mendengar ucapan dokter itu. Tubuhnya bergetar dan air mata mulai mengalir deras dari matanya. "Tidak mungkin... Tidak mungkin..." ratapnya, memegang erat tangan suaminya.
"Dengan laporan ini, Anda bisa melaporkan ke polisi. Pelakunya akan segera ditangkap karena hasil DNA mereka sudah ada," kata dokter, mencoba memberikan sedikit harapan di tengah kesedihan mereka.
"Kami akan bicarakan masalah ini setelah putri kami sadar," ujar Thomas dengan suara yang tegang. Wajahnya tampak pucat dan matanya berkilat dengan campuran emosi yang sulit ditebak.
Setelah keluar dari ruangan itu, Thomas melangkah dengan cepat, hampir berlari. Aniza mengejar suaminya dengan terburu-buru, tangannya menggenggam ujung roknya agar tidak tersandung.
"Thomas, kita harus melapor kejadian ini pada polisi," kata Aniza, suaranya penuh dengan kepanikan.
"Tidak bisa!" jawab Thomas dengan nada keras, tanpa memperlambat langkahnya.
"Kenapa tidak bisa? Bukti sudah ada, polisi hanya tinggal mencari pelakunya. Aku tidak ingin putriku menjadi korban sia-sia," kata Aniza, suaranya bergetar. Dia memegang lengan suaminya, mencoba menghentikan langkahnya.
"Aniza, kalau kita lapor polisi, sama saja media akan tahu. Setelah itu keluarga kita akan menjadi sorotan publik. Aku tidak ingin karena masalah ini mempengaruhi perusahaanku," ujar Thomas, menatap istrinya dengan pandangan dingin.
"Apa yang kau katakan? Kau takut mempengaruhi perusahaanmu?" tanya Aniza hampir tidak percaya. Matanya melebar, penuh dengan kekecewaan dan kemarahan.
"Benar! Pikirkan saja, kalau sampai kejadian ini tersebar. Harus diletakkan di mana lagi mukaku," jawab Thomas, suaranya semakin keras dan penuh dengan ketegangan.
Plak! Tamparan dari Aniza melayang ke wajah suaminya, membuat suara keras yang menggema di koridor rumah sakit. Thomas terhuyung ke belakang, memegang pipinya yang mulai memerah.
"Kau benar-benar bajingan," ucap Aniza dengan suara gemetar penuh amarah. "Yang menjadi korban adalah putriku dan juga wanita yang kau tiduri selama ini. Dan sekarang begitu mudahnya kau bicara seperti itu," ujarnya dengan kesal, matanya berkilat dengan kemarahan yang dalam.
"Luar biasa sekali!" Suara Darson tiba-tiba muncul di sana, mengejutkan mereka berdua. Ia tersenyum melihat pasangan itu sedang bertengkar, matanya menyala dengan rasa puas.
"Aku datang pada saat yang tepat," katanya sambil melangkah mendekat, mengamati wajah mereka yang penuh dengan emosi.Thomas dan Aniza menoleh ke arah Darson, kaget dengan kemunculannya.