Setelah terbangun dari mimpi buruk di mana ia dibunuh oleh pria yang diam-diam ia kagumi, Ellison, Queen merasa dunianya berubah selamanya.
Sejak hari itu, Queen memutuskan untuk tidak lagi terlibat dalam kehidupan Ellison. Dia berhenti mengejar cintanya, bahkan saat Ellison dikelilingi oleh gadis-gadis lain. Setiap kali bertemu Queen akan menghindar- rasa takutnya pada Ellison yang dingin dan kejam masih segar dalam ingatan.
Namun, segalanya berubah saat ketika keluarganya memaksa mereka. Kini, Queen harus menghadapi ketakutannya, hidup dalam bayang-bayang pria yang pernah menghancurkannya dalam mimpinya.
Bisakah Queen menemukan keberanian untuk melawan takdirnya? Mampukah dia membatalkan pertunangan ini atau takdir memiliki rencana lain untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Queen melangkah tergesa-gesa memasuki kelas, napasnya terdengar terengah-engah. Ketika mendekati pintu, Lio, ketua kelas yang selalu terlihat sinis, berdiri menghadang jalannya.
Dengan senyum miring yang menyeringai, dia melemparkan ejekan, "Eh, Sang ratu bully udah datang. Eh bukan,tapi ratu geng the devil."
Sejak Queen pertama kali diterima di sekolah ini dan masuk ke kelas ini, Lio selalu menunjukkan sikap benci yang tak terjelaskan terhadapnya. Entah apa tujuan cowok itu yang jelas musuh besar Queen adalah cowok di depannya.
Queen, dengan ekspresi datar, memilih untuk tidak merespons cacian Lio. Dia mencoba melangkah melewati Lio, namun Lio dengan cepat menghadangnya, menegaskan kehadirannya yang mengintimidasi.
"Kenapa ngehindar?Takut?" goda Lio, senyumnya semakin lebar.
Queen mengangkat dagu, menatap tajam ke mata Lio, "Kenapa harus takut dengan kalian?"
Lio, yang dikelilingi oleh teman-temannya yang setia, tertawa mengejek.
"Wah... Ternyata makin berani nih ratu sombong," katanya sambil mendekat, suaranya merendah hampir berbisik di telinga Queen.
"Jangan senang dulu, bitch. Selama masih ada gue di sini, hidup lo enggak akan gue biarin tenang."
Lio menatap Queen dengan tatapan yang begitu tajam dan menusuk, seakan-akan berusaha menembus keberanian baru yang mulai tumbuh dalam diri Queen.
Vivian, dengan langkah lembut mendekat dari belakang, menarik perhatian Lio. Rambut pendeknya tergerai mengikuti tiap langkah. Sebagai kekasih, dia cemas melihat Lio berhadapan dengan Queen.
Dengan suara yang mencoba menyimpan tenang, dia berkata, "Sayang... jangan macam-macam dengannya. Sekarang kekuatannya bertambah, dia bukan hanya di juluki ratu bully yang pertama tapi juga tunangan dari seorang ketua geng the devil."
Lio yang masih menajamkan pandangannya ke arah Queen, berkeras kepala menjawab dengan tegas."Gue sama sekali enggak takut, cewek ini hanya berani sesama cewek,tidak untuk cowok."
Dia kemudian berpaling dari Queen, menghadap ke arah teman-teman sekelasnya, nada suaranya meninggi, "Gue tebak, nih cewek yang ngajuin pertunangan ke ayahnya. Pasti dia gunakan kekuasaannya untuk bisa tunangan sama Ellison."
Semua mata di kelas tertuju padanya. Sementara itu, Queen yang berdiri dengan tatapan tajam, tersudut dengan kata-kata Lio.
Namun, wajahnya segera ditutupi oleh senyum miring, menandakan bahwa dia tidak akan terpengaruh oleh provokasi. Dia mengepalkan tangannya, menahan amarah, lalu menghembuskan nafas panjang sebelum akhirnya berkata, "Terserah."
Sudah Queen bilang dia tidak akan membuat rusuh lagi, dulu dia membuat rusuh untuk menarik perhatian Ellison tapi sekarang berhenti karena takut dengan Ellison.
Seolah serah kepada keputusan nasib yang kini semakin rumit.Setelah berbicara demikian, langkahnya hendak meninggalkan Lio namun tiba-tiba tangan dia dicekal dengan sangat kencang, memungkinkan tangan tersebut berwarna merah nantinya.
Dari arah pintu masuk kelas, muncul seorang wanita paruh baya. "Ada apa ini?" tanyanya dengan kening berkerut, dia adalah Miss Rose, guru fisika.
Lio dengan gerak cepat menyentakkan tangannya lepas, terdengar suara geraman kecil dari mulut Queen.
"Enggak ada apa-apa, Miss," jawab Vivian sebelum Lio sempat berbicara, tak ingin kekasihnya itu mendapat masalah karena jelas-jelas Lio yang memulai pertengkaran.
"Duduk," perintah Miss Rose dengan tegas.
"Baik, Miss," jawab Lio sambil masih menatap Queen dengan pandangan yang tajam.
"gue berusaha jadi baik, tapi tak semulus yang gue rencanakan. Sekarang Lio semakin terang-terangan benci kepada gue, entah aoa yang buat cowok itu benci gue?" kata Queen dalam hati.
***
Di waktu istirahat, kantin dan rooftop SMA Archer selalu dipadati oleh murid yang bersenda gurau, sementara perpustakaan menjadi tempat peristirahatan bagi yang memilih tidur.
Berbeda dengan Queen yang setia pada keheningan kelasnya, terbenam dalam dunia maya. Ia sengaja memilih kesunyian daripada keramaian, sebuah pilihan yang menjauhkannya dari keriuhan yang tidak ia sukai.
Walaupun dikenal sebagai gadis yang cuek dan jarang berbicara, hatinya sebenarnya hangat dan ceria. Namun, tak satu pun dari teman-temannya yang tahu, mereka hanya merasa takut untuk mendekat, apalagi Queen secara terang terangan membully orang yang bikin masalah dengannya. Bagi Queen, itu tidak masalah selama mereka tidak mengganggu kedamaian yang ia junjung tinggi.
Tiba-tiba, sebuah suara memecah lamunan Queen.
"Vel..vela..." Seorang gadis berkacamata berjalan menghampirinya dengan langkah hati-hati karena takut dengan Queen.
Queen meletakkan ponselnya perlahan, menunggu gadis itu mengucapkan kata berikutnya.
Queen menengadah, menatap dengan rasa heran yang mendalam saat seorang gadis berbicara padanya, suatu kejadian yang amat jarang terjadi.
"kenapa?"sahut Queen dengan nada lembut, penuh keramahan.
"Di depan, ada yang cari lo," kata gadis itu dengan nada misterius.
Queen mengerutkan keningnya, penasaran dan sedikit cemas. "Siapa?"
"Kayaknya kakak kelas deh, Alexi bersama gengnya." Gadis itu berbicara cepat dan langsung melengos pergi, meninggalkan Queen yang menghela nafas berat, dipenuhi kelelahan. Dia tahu mereka, mereka adalah nomor dua pembuat onar di SMA ini, walaupun mereka melakukan nya ke seluruh murid di sini tanpa memandang status.
Dengan langkah yang dipaksakan santai, Queen berjalan menuju pintu masuk. Di sana, sudah berdiri tiga sosok senior yang auranya mendominasi ruangan.
"lo cari gue?" tanya Queen mencoba terdengar tenang.
"Oh jadi ini ratu bullying yang katanya ngalahin geng kita?" tanya salah satu dari mereka dengan nada dominan.
"Ikut kita," perintah senior itu.
"kalo enggak ada yang penting enggak usah ajak gue," kata Queen ketus sudah mulai kesal.
"Banyak tanya lo, lo hanya adik kelas,jadi jangan songong," sahut senior itu dingin.
"Ok, Kalo enggak penting jangan nyuruh gue ikut kalian lagi," sahut Queen.
Queen mengikuti langkah tiga siswa senior ke arah halaman belakang sekolah.
"gue mau buat tawaran sama lo," kata Alexi to the point.
Queen menarik kedua alisnya bingung, "maksudnya?"
"gimana kalo kita kerja sama buat hancurin Rhea? emang lo enggak cemburu liat cewek itu deket dengan pujaan hati lo?" tanya Alexi.
Xera menghela nafas, “ bukan urusan gue lagi,"
“lo rencanain sesuatu?enggak mungkin lo enggak peduli, gue selalu pantau lo bikin Rhea menderita,"lanjut Alexi dengan nada agak meninggi.
"emang dulu, sekarang gue udah sadar cinta enggak boleh di paksakan,"
Lexia mengernyitkan dahi, mengevaluasi. "Alah ngeles aja lo, gue enggak percaya semudah itu sama lo" balasnya dengan nada menduga.
"serah lo!" kata Queen berjalan ke hadapan Alexi,lalu berbisik,"asal lo jangan lampaui batas.Jangan usik gue kalo lo enggak mau di usik,"
Tiba-tiba, Monika,teman geng Alexi menarik lengan baju gadis itu. "Alexi... cek jam sembilan," bisiknya.
"Ada apa?" tanya Alexi, bingung dengan tindakan mendadak temannya itu.
Ketika dia memalingkan wajah, pupil matanya melebar ketika melihat Gio dan Sean yang mulai mendekat. Rasa heran muncul karena perubahan sikap mendadak dari seniornya, membuat Queen juga ikut memperhatikan arah pandang mereka.
Gio menghampiri, pertanyaan di bibirnya membuat Lexia dan teman-temannya mendadak gugup.
"Kalian ngapain di sini?"
Alexi mengatupkan bibirnya, merespon dengan suara gemetar, "Kami lagi ngobrol,"
Queen melirik sekilas dan hanya memutar bola matanya, seolah bosan dengan sandiwara yang dimainkan.
"Ya, kan, Vale?" celetuk Alexi, sambil merangkul bahu Queen.
"enggak usah sok akrab sama gue," kata Queen melepaskan rangkulan tangan Alexi.
Alexi dan kawan-kawan mencabik kesal kearah Queen. Queen berlali dari sana, tapi sebelum itu berkata,"jangan main-main sama gue, camkan itu!"
seru cerita nya🙏
GK jd mewek UIN🤭
ko ada aja yg GK suka