Ayra yang cerdas, pemberani dan sekaligus pembangkang, ingin sekali menentang wasiat ayahnya yang bertujuan menjodohkannya dengan putra sahabat baiknya, tapi berhubung orang yang meminta nya adalah sang ayah yang sudah sekarat, Arya tidak bisa menolak.
Sial, di hari pernikahannya, calon mempelai pria justru kabur meninggalkannya, hingga terpaksa digantikan oleh calon adik iparnya, yang bengis, dingin dan tidak punya hati.
Seolah belum cukup menderita, Ayra harus tinggal satu atap dengan mertuanya yang jahat jelmaan monster, yang terus menyiksa dirinya, membuatnya menderita, tapi di depan orang lain akan bersikap lembut pada Ayra agar tetap dianggap mertua baik. Hingga suatu hari, sang mertua yang memang tidak menyukai keberadaan Ayra, mengingat kalau gadis itu adalah putri dari mantan suaminya, meminta putranya untuk menikah dengan wanita lain yang tidak lain adalah mantan kekasih putranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.angela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Dewa
Makan malam kali itu berlangsung dengan suasana mencekam. Ayra bisa merasakan aura bermusuhan yang dipancarkan dari dia bersaudara itu.
"Papa senang kamu kembali ke sini. Papa harap, kamu bisa menata hidup mu lebih baik lagi," ucap Dito sepenuh hati. Melihat putra kesayangannya kembali ke rumah tentu saja menjadi kerinduan hatinya yang terkabulkan.
"Kali ini aku akan melakukan apapun yang papa katakan, asal papa mau mengabulkan satu permintaan ku," ucap Dewa melirik ke arah Ayra yang fokus pada makanannya. Dia tidak ingin ikut masuk dalam lingkaran mencekam yang Dewa dan Egi ciptakan.
"Katakan saja," ucap Dito menunggu. Dia penasaran permintaan apa yang diinginkan putranya itu, hingga mampu membuatnya mengalah dan melupakan prinsipnya yang menjadi pertengkaran hebat mereka di tahun-tahun sebelumnya.
"Nanti saja, Papa. Aku tidak ingin mengatakan di sini, pasti banyak yang penasaran nanti," jawabnya mengambil ikan dan meletakkan di atas piringnya.
Maya melirik pada Dewa, tapi reaksi putranya tampan tenang, tidak peduli pada pembicaraan mereka.
Selepas menghabiskan makanannya, Dewa segera pamit lebih dulu tinggalkan meja makan.
"Mengapa cepat sekali? Kau terlihat pucat?" ucap Dito melihat wajah Dewa, sejak tadi diperhatikan, putra keduanya itu memang terlihat lemah dan tidak bersemangat.
"Aku sudah kenyang Papa. Kepalaku sedikit pusing dan ingin beristirahat lebih awal," jawab Dewa segera meninggalkan ruang makan itu.
Ayra mengamati kepergian Dewa. Dia benci pada dirinya karena tidak bisa mengabaikan perasaan pedulinya pada Dewa. Dia begitu mengkhawatirkan pria itu. Ayra ingat selama sakit kemarin Dewa lah yang mengurusnya, bahkan sampai tidak tidur hanya untuk mengganti kain kompres di keningnya.
Dia ingin sekali menyusul Dewa dan membantu pria itu untuk memberikan obat. Dia yakin kalau dia tidak memberikannya langsung ke tangan Dewa, pria itu tidak akan meminum obatnya. Namun, untuk beranjak dia juga merasa segan. Dia harus membereskan meja makan terlebih dahulu dan mencuci alat makan yang mereka gunakan ini.
Bisa saja dia minta bantuan Bi Ijah, tapi lagi-lagi perasaan tidak enak menghinggapinya. Dia sudah terbiasa membantu pelayan itu membersihkan meja makan seusai makan malam dan hal itu akan terus dia lakukan walaupun Bi Ijah selalu mengingatkan bahwa dia tidak punya kewajiban untuk membantu pelayan itu.
"Om juga ingin menyampaikan sesuatu kepadamu Ayra. Om minta setelah makan malam kamu bisa menemui Om di ruang kerja," ucap Dito saat Ayra beranjak membawa piring kotor ke dapur.
Ayra hanya mengangguk, lalu segera pergi dari sana. Terlihat tatapan Maya tidak suka, seolah di rumah itu segala sesuatunya dirahasiakan darinya. Tidak ada yang menganggapnya lagi sebagai Nyonya di rumah itu, yang seharusnya mengetahui apa saja yang terjadi dan apa yang akan dilakukan suaminya.
Kalau sampai Dito memberikan sesuatu kepada Ayra di luar sepengetahuannya, Maya bersumpah akan membuat keributan di rumah tangga mereka. Dia tidak akan mengizinkan gadis kampung itu mendapatkan apapun dari harta mereka.
Maya mengamati Egi dan Dito bersama-sama melangkah menuju ruang kerja suaminya. Rasa penasarannya semakin bergemuruh di hatinya. Ingin sekali segera beranjak mengikuti langkah mereka, mencari tahu apa yang ingin disampaikan Egi kepada suaminya. Namun, dia tidak boleh gegabah, dia akan memberikan selang waktu beberapa menit sampai keduanya mulai berbicara, lalu dengan sigap Maya akan menempelkan telinganya di pintu dan akhirnya mendapatkan informasi yang dia ingin ketahui.
Tepat setelah ruang makan kosong, Maya segera bergegas mendekati pintu ruang kerja suaminya, menempelkan telinga di sana hingga dia bisa mendengar dengan jelas semua pembicaraan ayah dan anak itu.
"Katakan apa yang ingin kau sampaikan?" tanya Dito masuk ke dalam topik. Sejak 10 menit mereka di dalam, keduanya hanya membahas masalah ringan seputar film dan juga pekerjaan yang Egi tekuni saat ini, tetap pada keinginannya, Dito mengharapkan anaknya itu mau meneruskan perusahaan agar dia bisa beristirahat.
Seperti biasa juga, Egi pasti menolak, mengatakan bahwa dia tidak berminat dengan perusahaan ayahnya.
"Lagi pula Papa sudah memberikan kepada anak Papa yang lain. Jadi, untuk apa mengharapkanku untuk mengurus perusahaan itu lagi," jawab Egi menolak dengan halus.
"Perusahaan Papa sudah terlalu banyak, tidak akan mungkin bisa dikelola oleh Dewa sendiri. Kau tahu benar kalau kau anak kesayangan Papa, sangat berharap kau bisa meneruskan tambuk kekuasaan Papa dan semakin membuat perusahaan kita jaya," jawab Dito menepuk punggung Egi, lalu mengambil tempatnya di kursi kebesaran berhadapan dengan Egi yang dipisahkan oleh meja kerja.
Maya yang mendengar hal itu tentu saja mengepal tinjunya. Dia tahu bahwa suaminya terlalu mencintai Egi, dibandingkan dengan Dewa. Maya ingat pada saat dia memberitahu bahwa dirinya hamil, Dito bahkan tega meminta Maya untuk menggugurkan kandungannya karena tidak ingin menyakiti hati ibu Egi yang saat itu sedang sakit.
Tentu saja Maya bukan gadis bodoh. Dia rela untuk tidur dengan Dito selain karena mencintai pria itu juga karena menginginkan kekuasaan di rumah mewah itu. Dia ingin menjadi nyonya sekaligus menguasai harta Dito.
Setelah kelahiran Dewa, Maya semakin berambisi untuk menjadikan putranya sebagai ahli waris, tidak membiarkan Dito lebih memilih Egi sebagai penerusnya.
Sepertinya alam semesta mendengar keinginannya, terbukti tanpa campur tangannya justru Egi yang memang menolak untuk menjadi penerus Dito di perusahaan. Sejak itu, Maya merasa bahwa posisi putranya sudah aman dan nantinya semua harta kekayaan akan jatuh ke tangan Dewa.
Kemunculan Egi kembali ke rumah ini tentu saja mengusik ketenangan Maya. Dia tidak ingin anak yang sudah sempat berhasil dia singkirkan itu kembali dan mengacau semua rencananya.
Namun, lagi-lagi Maya bisa bernapas dengan lega. Dia mendengar penolakan Egi. Setidaknya hal itu membuat Maya tidak perlu menyingkirkan Egi lebih jauh lagi.
"Apapun alasanmu, Papa tetap berharap suatu hari kamu bisa berubah pikiran dan mau meneruskan perusahaan kita. Sekarang, katakan apa yang ingin kau sampaikan dan apa permintaan yang kau inginkan?" ulang Dito menyandarkan punggungnya ke kursi hitam yang empuk.
Egi diam sesaat menimbang kalimat yang akan dia katakan kepada Dito. Dia mencoba menilai wajah Dito, apa yang akan pria itu katakan guna menanggapi permintaan konyolnya.
Ya, dia menyadari permintaannya mungkin mustahil, bahkan hanya persekian persen Dito mau mengabulkan permohonannya itu, tapi walaupun persentasenya hanya 0,001% dia akan mengambil kesempatan itu untuk meminta kepada ayahnya.
"Aku berharap Papa mau mengabulkan permohonanku, karena aku pikir Papa pasti setuju," ucap Egi yang masih memberikan teka-teki kepada Dito.
"Katakanlah, kau membuat Papa semakin penasaran. Apa sebenarnya yang kau inginkan?"
"Sebelumnya aku perlu ingin meminta maaf kepada Papa karena sudah mengecewakan Papa dengan kabur di hari pernikahanku. Aku benar-benar menyesal telah membuat Papa kecewa," ucap Egi menatap wajah ayahnya.
Satu senyum mengembang di bibir Dito, dia begitu terharu oleh penyesalan Egi dan mau meminta maaf kepadanya. Dia bangga kepada Egi yang mau mengakui kesalahannya bahkan menyampaikannya secara langsung kepada Dito.
"Sudahlah, Papa sudah memaafkanmu. Lagi pula sudah berlalu, beruntung adikmu, Dewa mau menggantikan posisimu saat itu. Mungkin kau memang tidak berjodoh dengan Ayra," ucap Dito mengembangkan senyumnya.
"Justru itu Papa, aku ingin Papa mengabulkan permintaanku. Aku mau Papa minta Dewa untuk menceraikan Ayra, agar aku bisa menikahi gadis itu!"
salah kamar thor 🥰🥰🥰🥰
sebenarnya semua terjadi karena kurang ilmu agama menurutku.
ayra terlalu larut dg masa lalunya
dan Egi ...TDK berterus terang.
terjadilah peristiwa itu....
mungkin jodoh ay Ra sama dewa dan Egi dgn Fina.
keadaan lah yg membuatnya seperti itu.
terimakasih akibatnya
tanyakan pada dirimu ayra......
mungkin ini jodohmu.
terimakasih atas tidak terima
harus nurut PD suami.
kecuali kdrt.
4 bukan waktu yg sebentar BG seorang laki laki.
kalau dia selingkuh itu wajar
istrinya terlalu terjebak masa lalu.
kurang suka dg ayra karakternya.
jangan egois ayra ....
jalani aja biar waktu yg bicara
cinta TDK harus memiliki.
kalau bersama dewa ,Maya TDK menyukainya...
nanti timbul lagi masalah baru.
kalau dgn Egi...cinta Egi seluas samudra,ditonta baik.
kalau menurutku..
lebih baik dicintai....daripada mencintai...
kalau dapat dua duanya.
mencintai dan dicintai.
Krn ayra tidak mencintainya