Kehidupan seorang perempuan berubah drastis saat dirinya mengalami sebuah keajaiban di mana ia mendapatkan kesempatan hidup untuk kedua kalinya.
Mungkinkah kesempatan itu ia gunakan untuk membalas semua sakit hati yang ia rasakan di kehidupan sebelumnya?
Selamat datang di kehaluan Mak othor yang sedikit keluar dari eum....genre biasanya 🤭.
Semoga bisa di nikmati y reader's 🙏. Seperti biasa, please jangan kasih rate bintang 1 ya. kalo ngga suka, skip aja. Terimakasih 🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Gatan melepas pakaiannya saat tiba di kamar. Pasca meninggalnya Asha, lelaki dewasa itu sama sekali belum menjamah Ana. Selain karena kemarahannya pada perempuan yang sudah memberikannya seorang putra berusia empat tahun. Padahal mereka menikah sejak Asha masih di bangku SD.
"Mas....?!", panggil Ana. Gatan tak menyahuti istri keduanya tersebut. Dia sibuk melucuti pakaiannya lalu melemparnya ke tempat kotor.
"Mas! Sampai kapan kamu giniin aku sih? Kamu pikir Sandy ngga butuh perhatian kamu? Ingat ya mas, Sandy anak kamu juga bukan cuma Asha!"
Gatan menatap tajam pada istrinya tersebut. Dia yang sudah mengenakan celana singlet dan boxer mendekati Ana lalu mencengkram dagu Ana.
"Jangan ajari seperti apa aku harus bersikap Ana! Karena selama ini aku mengikuti ucapan mu justru membuatku kehilangan putriku!", kata Gatan lirih dan sedikit menyentak dagu Ana sampai wajahnya menoleh ke samping.
Nafas Ana memburu, ia takut jika amarah suaminya kembali memuncak seperti saat ia tahu jika selama ini uang yang seharusnya untuk Asha, justru untuk kepentingan dirinya.
"Kalau aku tidak ingat ada Sandy di antara kita, mungkin saat ini kamu bukan lagi istriku!"
Mata Gatan menatap tajam bak pedang yang menghunus. Bibir Ana gemetar mendengar ancaman Gatan.
Sungguh, ia tak mau jadi gembel lagi. Susah payah ia menjerat Gatan hingga menjadikannya istri. Ia tak mau hidup susah meski mendiang orang tuanya bukan kalangan miskin juga.
Hanya saja, ia sudah tak mau bersusah payah bekerja untuk mendapatkan hidup yang serba enak seperti sekarang.
Usai mengatakan sedikit ancaman pada Ana, Gatan memasuki kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Lelaki itu menyandarkan tubuhnya di balik pintu. Matanya terpejam. Kesedihan kehilangan mama dari Asha masih terasa hingga saat ini, di tambah ia kehilangan Asha.
Ia baru menyadari jika putrinya sangat berharga dalam hidupnya. Penyesalan apa pun tak sanggup mengembalikan Asha ke dunia ini.
Ana keluar dari kamarnya, di saat yang sama Naura akan memasuki kamar yang ia pakai di rumah itu.
"Mukanya gitu banget mba, kenapa?"
Ana mendengus sebal. Ia menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dan Gatan tadi. Naura turut prihatin mendengarnya.
"Heran aku ya mba. Anak tiri kamu tuh nyusahin melulu padahal udah mati juga!", Naura menggelengkan kepalanya.
"Huum! Pokoknya mba ngga mau pisah dari mas Gatan. Sandy harus jadi pewaris utama keluarga Gatan!"
"Ya...ya....aku dukung keponakan ku mba! Tapi ...aku sendiri lagi bermasalah!"
Naura menghela nafas panjang.
"Masalah apa?", tanya Ana sambil mengikuti langkah Naura ke kamarnya.
"Mas Fazal mutusin aku lalu melanjutkan pernikahannya dengan gadis kampung itu. Aku ngga terima di giniin tahu ngga mba! Padahal Fazal sendiri yang bilang mau pisah sama istri kampungannya itu dan bertahan sama hubungan kita selama ini."
Ana turut prihatin atas apa yang adiknya alami.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan?", tanya Ana. Naura menoleh pada saudara satu-satunya tersebut.
"Aku mau Fazal jadi milikku!", kata Naura sambil menatap sang kakak.
"Bagaimana caranya?", tanya Ana.
"Seharusnya aku yang tanya sama mba. Mba kan lebih berpengalaman. Tuh, buktinya mas Gatan nikahin mba!", sahut Naura.
Ana mengangkat salah satu alisnya lalu tersenyum smirk.
"Kalau dengan cara baik-baik Fazal ngga bisa ku miliki, maka aku akan merebutnya secara paksa sampai dia sendiri yang akan menyerah pada ku!"
Kedua kakak beradik itu saling melempar senyum licik.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Bugghh!
Binar melempar pakaian kantornya ketika Aisha tiba di ruang tengah. Kebetulan Fazal sedang menerima telpon di luar.
"Cuci baju-bajuku!", kata Binar. Bibi yang melihat kejadian tersebut akan menghampiri Aisha. Tapi sejak Aisha keluar dari rumah sakit, bibi merasa menantu di rumah itu lebih berani saat ini.
"Gue yang nyuci baju Lo?", tanya Aisha. Binar dan bibi terkejut saat mendengar bahasa Aisha. Lo? Gue? Bukan Aisha banget.
"Ya iya lah, siapa lagi! Selama ini kan kamu yang nyuci. Anggap aja balas budi karena udah di ijinin tinggal di sini. Di kasih status istri dan menantu keluarga ini pula! Jadi kamu harus banyak-banyak bersyukur...."
"Pppsttttt! Stop! Itu baju-baju siapa?", tanya Aisha lagi.
"Ya bajuku lah!", sahut Binar.
"Terus ngapain Lo nyuruh gue yang nyuciin? Lo punya tangan, punya kaki! Lo sehat, bisa mondar mandir d rumah ini. Lagian nyucinya juga pakai mesin cuci kok. Ngga bikin Lo kurus kering juga!", sahut Aisha yang memilih melangkah ke arah tangga.
Tapi Binar menarik rambut panjang Aisha. Dan reflek Aisha cukup bagus hingga ia memelintir tangan Binar lalu mendorong kakak iparnya tersebut.
"Awshhhh!", pekik Binar. Di saat yang sama, Fazal masuk ke ruangan itu. Dan kakek Abid yang akan ke belakang mendengar suara gaduh pun menghampiri mereka.
"Ada apa ini?", tanya kakek Abid.
"Kek, gadis kampung ini dorong Binar tahu ngga!", Binar mengadu pada kakeknya. Abid menoleh pada Aisha yang tampak biasa saja, tak merasa bersalah.
"Benar Sha?", tanya Abid.
"Huum!", sahut Aisha.
"Kenapa memangnya?", tanya kakek.
"Dia yang memulai! Lihat aja itu di lantai. Baju-bajunya dia yang pakai, kenapa harus aku yang mencucinya!", sahut Aisha sambil berdecih.
Fazal menatap kakaknya, begitu juga dengan kakek Abid.
Sedang yang di tatap salah tingkah karena ke gep sedang merencanakan untuk mengerjai Aisha seperti dulu.
"Binar?", kakek menatap cucu perempuannya.
"Biasanya dia juga yang nyuciin Kek, belagu banget sekarang mentang-mentang udah sekolah!", sahut Binar ketus.
Aisha memicingkan matanya sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Oh...begitu ya??? Ckkkk....mulai sekarang jangan harap meminta ku mencucikan bajumu! Aku bukan art mu!", kata Aisha.
Fazal sampai menganga karena istrinya terlalu berani berkata demikian terlebih ada kakeknya di sana.
Kakek Abid menghela nafas berat. Dan ya, mungkin untuk sekarang menasehati Aisha bukan waktu yang tepat.
Lalu kakek Abid pun meminta bibi untuk membereskan pakaian kotor Binar.
"Dan kamu Binar! Jangan perlakukan adik ipar mu seperti itu! Kalian sama-sama cucu kakek!", kata Kakek Abid lalu meninggalkan Binar dan Fazal.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸
terimakasih 🙏