Jika tak percaya adanya cinta pada pandangan pertama, Rayyan justru berbeda, karena semenjak melihat Mbak Tyas, dia sudah langsung menjatuhkan hati pada perempuan cantik itu.
Dan dia Rayyan Asgar Miller, yang jika sudah menginginkan sesuatu dia harus mendapatkannya dengan cepat.
"Ngapain masih ngikutin? Kan tadi udah aku bayarin minumannya tah!?"
"Bayarannya kurang Mbak!" Rayyan menyengir lalu menunjukkan sebelah pipinya. "Kiss sepuluh kali dulu, baru aku anggap impas."
"Astaghfirullah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DB TIGA DUA
Pagi- pagi sekali tugas Rayyan memilih ikan di Empang, dan setelah shalat subuh Rayyan melakukan tugas pertamanya: Memilih ikan yang ukurannya sudah layak jual untuk diberikan kepada bakulan.
Empang ini mungkin sewaan Daddy Axel, tapi Rayyan tak habis pikir, jika Daddy Axel yang selama ini membelanya bertindak sangat tega seperti ini.
Rayyan menepikan beberapa wadah ember besar berisi ikan itu, di teras rumahnya. Tyas yang sedari tadi menatap hanya tersenyum- senyum saja.
Bahkan seolah menahan tawanya. Hal yang tentunya membuat Rayyan mengerut kening karenanya. "Kenapa?" tanyanya mencecar.
Tyas tertawa karena Rayyan yang ternyata si anak konglomerat, menyerok ikan di Empang, sampai seluruh badan hingga wajah tampannya penuh dengan lumpur.
"Mandi dulu sana."
Tyas lebih suka tak melanjutkan obrolan, karena sudah cukup siang, Rayyan sudah harus sarapan, lalu datang ke kantor, dan kuliah siang. "Sudah aku siapin air hangat."
Rayyan menyengir, lalu merentangkan kedua tangannya manja. "Mandiin!" pintanya.
"Mandi sendiri, Yan!" Tyas menolak.
Rayyan memainkan jarinya. "Walladzi nafsii, biyadihimaa, mirrojuli yad' uu imro'atahu, ilaa, firoo..."
Tak selesai kata Rayyan, mata Tyas mendadak membelalak. "Ya Allah, jadi kamu hapalan dalil itu cuma buat memper- budak istri kamu, Yan?" ketusnya.
Tyas tahu apa maksud dari kalimat belum selesai yang Rayyan sampaikan. Intinya, Rayyan sedang memberikan paham kepada dirinya dengan dalil yang menguntungkan seorang suami.
Bahkan ujung dari kalimat itu adalah, seluruh langit akan murka sampai suaminya mau memaafkan setelah penolakannya tersebut. Bukankah itu mengerikan?
"Ya Allah, kenapa istriku cuma cantik doang tapi nggak nurut?" Rayyan kembali berdrama dengan menengadah kedua tangannya.
Tyas jelas tak terima. "Aku udah masakin sarapan kamu, rebus air buat mandi kamu, tapi kamu laporan ke Allah kalo aku nggak nurut?" sergahnya.
"Melayani suami dalam lingkup physical touching, kenyamanan hati, justru tugas yang paling penting buat kamu, Ning Tyas, kalo sekedar masak, masih banyak warung nasi."
"Astaghfirullah..." Tyas mengelus dadanya.
Tyas yakin tak ada ujungnya perdebatan ini, Rayyan ini memang masih kecil, terlihat preman, tapi adaaaa saja cara dan bahasa pemuda itu untuk menyelanya.
"Cepetan deh mendingan, Yan. Keburu dingin lagi airnya nanti!" peringat Tyas kesal.
Rayyan kembali merentangkan kedua tangannya manja, bahkan wajahnya dibuat lucu, dan sialnya Tyas setuju jika pemuda itu memang lucu. "Bukain bajunya!" pintanya.
"Astaghfirullah!" Tyas terus menghela napas, mendengus, dan mendesah kecil. Sungguh, Rayyan berhasil membuatnya kesal pagi- pagi sekali begini.
Yang paling menyulut emosi Tyas adalah, ketika sudah dituruti dibuka baju penuh lumpurnya, kemudian Rayyan meminta dibukakan celananya sekalian.
"Ya salam, Ray!" Tyas membentak kali ini, karena kapan selesainya jika terus drama seperti ini. "Cepetan, Yan!"
"Panggil pake sebutan Sayang kek!" sela Rayyan tak kalah kerasnya.
Tyas terdiam sejenak hanya untuk mengatur napas yang mulai bergemuruh. "Ouh, Qomari, ayok kita mandi!" ajaknya.
"Siapa Qomari?" Rayyan segera menjawab ketus karena cemburu. "Kamu belum apa- apa udah selingkuh sama Qomari hah!?"
"Qomari itu artinya wahai rembulan ku, Rayyan, kamu bilang mau dipanggil dengan sebutan Sayang kan tadi!?" jelas Tyas.
"Ya nggak Qomari juga kali!" protes Rayyan.
"Ya terus, apa dong?" Tyas bingung harus menyebut Rayyan dengan apa. "Sukro hm?"
"Et dah, dikata pilus kali suaminya!" tolak Rayyan dengan cepat.
Memang 'Ya sukra' itu artinya kekasih yang manis tapi Rayyan tidak suka dipanggil dengan nama yang mirip nama pilus.
"Emang apa salahnya?"
"Panggil Albi!" pinta Rayyan kemudian, Albi yang berarti jantung. Dan Rayyan lebih suka sebutan itu, terdengar lebih mesra bahkan.
Namun, lihat, Tyas justru menganggap permintaannya berlebihan sampai- sampai harus meluah seperti mau muntah.
Rayyan menyengir. "Belum aku suruh nelen anu jadi jangan muntah dulu, Sayang..."
Tyas bergidik mendengarnya. Bisa bisanya Rayyan berpikir untuk membuatnya menelan sesuatu yang dia yakin itu milik pribadi.
Tyas penggemar novel, dia tahu apa dan bagaimana seorang lelaki dari buku- buku yang selama ini sudah dibacanya. Rayyan pasti menginginkannya melakukan hal itu dengan mulutnya.
Membayangkan itu terjadi, membuat Tyas kembali bergidik. "Allahumma bismika ahmi nafsi min kulli syaithanin wahammatin wa min kulli 'ainin lammah."
Rayyan tahu doa tak asing itu. "Kamu pikir suami kamu setan Ning Tyas?!" tegurnya.
"Kamu lebih menakutkan lagi." Dan ketika teriakan itu baru selesai, Rayyan menarik tangannya hingga ke dapur, lalu berlanjut ke kamar mandi kecil mereka.
"Rayyan!" Tyas meronta. Sesekali mebantu tubuhnya agar Rayyan sulit menariknya. "Aku Nggak mau masuk!" teriaknya.
"Kita Mandi sama-sama!" Rayyan memaksa dengan pelukan bahkan membuat baju gamis istrinya kotor karena lumpur di tubuhnya.
"Aku masih datang bulan!" kilah Tyas.
Rayyan tertawa renyah. "Kamu pikir aku nggak tahu kalo barusan kamu udah mulai shalat subuh lagi, hmm?"
Tyas mendelik, ya Tuhan, perasaan dia sudah dengan sengaja shalat diam- diam. Kenapa Rayyan masih bisa tahu? Padahal Rayyan sudah keluar dari rumah ketika dia shalat.
"Mandi bersama itu. Sunnah, Ning Tyas!"
Tyas menepis kuat. "Kamu tahu ini semua dari mana sih hah?" pekiknya.
"Dari ustadz lah!" Tidak, lebih tepatnya Rayyan pernah tak sengaja mendengar Mas Syahrul mengajarkan itu pada Kak Maurin.
Tyas sampai lupa sedang berada di kamar mandi hingga ia beristighfar. "Kasihan ustadz nya punya murid mesum begini!" kutuknya.
"Ahh!" Suaranya berubah menjadi desah ketika Rayyan mulai menggerayanginya.
"Tuh kan keenakan?"