Senja Kumala, anak kecil malang yang lahir dari seorang wanita yang tak menginginkannya. Ia lahir karena hasil pemerkosaan.
Ibunya sangat benci dirinya, ia kerap mendapatkan siksa lahir batin. Bahkan hingga ia dewasa dan menikah, penderitaan Senja belum berakhir.
Wanita malang itu hanya dijadikan istri kedua dan mesin pembuat anak untuk sang suami. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan sosok pria yang masuk ke dalam lembah hitam. Sosok pria yang tidak percaya dengan adanya cinta dan kasih sayang.
Pria itu adalah Karang, anak yang memiliki masa lalu tak mengenakkan dan hampir merusak masa depannya. Dan masa lalu itu ternyata ada kaitannya dengan Senja dan ibunya.
Ada hubungan apakah mereka? Dan mampukah Karang menata kembali masa depannya dengan benar?
Dan siapa cinta sejati di masa depan Senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wiji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Marah
Manda terbangun dari mimpi indahnya ketika terdengar adzan subuh bersahutan dari arah mana saja. Wanita itu bergegas bangkit dan berjalan menuju kamar Ibunya yang masih saja tertutup rapat.
Manda sedikit terkejut ketika mendapati Ibunya yang tidur sendirian. Tak mau larut dalam keterkejutannya, wanita itu berjalan ke dapur dan kamar mandi dengan harapan menemukan batang hidung Senja di sana.
"Senja!" Akhirnya teriakan Manda terdengar menggema di seluruh sudut rumah. Sekali lagi ia berteriak tapi sama sekali tak terdengar sahutan.
Langkahnya kembali Manda lebarkan ke kamar sang Ibu. Entah kenapa ia tergerak untuk membuka lemari pakaian Senja. Air muka Manda seketika berubah murka ketika melempar pandangan ke dalam lemari yang sudah tak ada baju anaknya. Ia kembali menutup pintu lemari dengan membantingnya.
Bu Patmi yang masih terlelap seketika membuka mata mendengar suara keras dari kamarnya.
"Manda, kamu ini kenapa? Ada apa pagi-pagi begini berisik sekali?" protes Bu Patmi berusaha duduk.
"Senja kabur dari rumah. Ini pasti ada campur tangan Ibu dan Kakak. Kalian pasti membantunya untuk kabur, kan?" tanya Manda marah.
Tanpa menunggu jawaban dari Ibunya, Manda ke luar kamar dengan berjalan tergesa-gesa. Ia membuka pintu utama dan pergi ke rumah sang Kakak. Bu Patmi membiarkan anak bungsunya itu meluapkan amarah pada anak sulungnya. Beliau yakin Aldi bisa mengatasi Adiknya yang tak punya hati itu.
Manda berkali-kali menggedor pintu rumah Aldi dengan kasar. Disaat semua orang sedah kusyuk beribadah, ia sudah kusyuk dengan amarahnya.
"Kak, Kak Aldi jangan pura-pura tidak dengar. Buka pintunya!" Manda berteriak keras, seakan ia tak sadar ini masih subuh dan bahkan matahari saja masih enggan menampakkan sinarnya.
Sepersekian menit berikutnya terdengar langkah yang mendekati pintu. Menekan handle pintu dan menampakkan sosok Aldi di belakang benda persegi berwarna coklat itu.
"Kamu tahu tidak adab bertamu ke rumah orang bagaimana? Jangan kayak orang yang tidak pernah sekolah, Manda! Malu sama tetangga, pagi-pagi udah berisik. Kalau kamu tidak malu setidaknya jangan buat Kakak malu. Ada apa? Senja benar-benar tidak pulang?" tanya Aldi dengan dingin.
"Pasti kamu dan Ibu yang merencakan ini, kan? Pasti kamu sudah bantu Senja untuk pergi dari rumah! Apa jangan-jangan kamu pulang larut malam karena membantu Senja cari rumah, iya? Katakan di mana kamu sembunyikan Senja, Kak!"
Aldi tersenyum miring, "Manda, coba pikirkan ini baik-baik. Kalau memang aku berniat untuk menyelamatkan Senja dari kamu, maka sudah aku laakukan dari dulu. Kamu tahu anakmu tidak pernah mau meninggalkan kamu sendirian di sini. Kalau dia dengan suka rela pergi dari rumah, seharusnya ia lakukan dari dulu. Tidak perlu menunggu selama dua puluh tahun lamanya. Pikirkan itu!" ujar Aldi menunjuk-nunjuk kepala Manda.
"Dia pergi dari rumah pasti karena hasutan kalian. Kalian nggak rela kalau Senja menikah? Iya, kan?"
"Coba jelaskan satu alasan aku dan Ibu tidak rela Senja menikah! Satu saja Manda," tukas Aldi dengan ekspresi kemenangan. Ia yakin Manda tidak akan bisa menjawab pertanyaan sederhana itu.
Dan memang benar, Manda nampak berpikir keras. Seakan ia mencari jawaban dari tatapan yang mendadak ****** pada sang Kakak.
"Nggak bisa jawab, kan? Seharusnya kamu mikir dulu sebelum bertanya. Pertanyaan apa dan akan kamu tanyakan pada siapa? Senja sudah dewasa dan dia tahu akan pergi ke mana untuk mencari kebahagiaannya sendiri. Jujur saja aku sangat senang dengan keputusan Senja yang meninggalkan rumah. Sudah seharusnya dia lakukan ini dari dulu. Dari pada dia tinggal dengan Ibunya yang hanya akan menggerogoti hati dan hidupnya. Urus sendiri urusan mu dan jangan libatkan aku atau Ibu! Sekali saja kamu melibatkan kami, aku sudah tidak peduli lagi jika kamu Adikku. Aku sendiri yang akan menyeretmu dari sini, Manda!" Aldi memperingatkan dengan keras dan tegas. Seakan ia sudah lelah dan jengah dengan sikap Adiknya.
Pria itu tak mau berdebat lebih lama. Ia melakukan apa yang sering Manda lakukan saat dulu ia sedang merajuk. Membanting pintu sekeras-kerasnya di hadapan Manda dan menguncinya kembali.
Manda mengepalkan kedua tangannya menahan amarah. Giginya ia eratkan agar tak mengeluarkan kata-kata umpatan di pagi buta.
***
"Fais, kau urus semua meeting ku pagi ini. Aku terlambat sedikit," perintah Leo seraya terus berjalan di koridor rumahnya yang mewah nan besar. Ia menutup sambungan telepon setelah itu.
Semua pekerja akan berbaris di bawah tangga jika sudah terdengar deru langkah sang majikan. Mereka berlarian untuk berjajar dan sedikit membungkukkan badan untuk memberikan ucapan selamat pagi dan penghormatan.
"Sayang, aku langsung berangkat, ya. Aku harus menemui gadis itu untuk melakukan pendekatan agar cepat menikah denganku dan kita segera bisa punya anak. Aku tak mau berlama-lama. Maafkan aku, kamu harus sarapan sendiri hari ini." Leo mengelus pelan puncak kelapa Rida.
"Aku takut kamu akan jatuh cinta sungguhan pada gadis itu, di terlihat cantik." Rida menyampaikan kekhawatirannya.
"Kamu ini kenapa? Kurangkah perlakuan yang aku berikan terhadapmu, hm? Selama ini masih kurang aku perlihatkan cintaku? Katakan aku harus apa untuk mengurangi rasa khawatirmu itu?"
Rida nampak bingung menjawab. Ia sendiri tak tahu apa yang harus Leo lakukan untuk membuktikan cintanya. Selama ini rasanya sudah cukup bagi Rida untuk melihat cinta dan kasih sayang Leo. Namun, entah kenapa ia tiba-tiba merasakan ketakutan yang berlebihan saat melihat wajah Senja yang terlalu cantik untuk ukuran anak kampung.
"Dia sangat cantik itu sebabnya akan takut kamu jatuh cinta dengannya."
"Masih cantik kamu. Biarpun wanita di dunia ini ada yang lebih cantik darimu, aku tak peduli. Cinta, hati, hidup dan apapun yang aku punya adalah milikmu. Jadi kamu nggak perlu khawatirkan apapun."
Leo mengecup kening istrinya singkat dan berlalu dari sana. Sikapnya sangat berbeda saat di rumah dan di luar. Sifat lembut dan kasih sayang yang ia punya seakan hanya milik Rida, orang lain tak ada tempat baginya.
Pukul delapan pagi, Leo baru saja menghentikan mobilnya di halaman rumah Manda. Nampak beberapa tetangga yang mengalihkan perhatinya pada Leo dan mobilnya. Mereka tanpa sadar menganga dengan lebar saat pria tampan nan kejam itu turun dari mobil dan dengan penuh kewibawaan berjalan menuju rumah Manda.
Tanpa mengetuk pintu atau berteriak, benda persegi yang berfungi untuk menutupi rumah itu terbuka dengan sendirinya saat Leo baru saja menginjakkan kaki di depan pintu.
"Selamat pagi, Nak Leo. Silakan duduk," ujar Manda dengan manis.
Tanpa membuka mulutnya Loe masuk dan duduk di sofa tunggal yang biasa Manda gunakan untuk melamun.
"Ibu buatkan minum dulu, ya."
"Tidak perlu. Kenapa Ibu selalu saja berbasa-basi seperti ini. Anda tahu saya ke sini karena hal penting, bukan hanya untuk sekedar minum. Saya tidak butuh minuman Anda. Ke mana Senja?" tanya Leo to the poin.
Dengan gugup dan takut, Manda berusaha menjawab meskipun dengan terbata-bata, "Senja... Senja kabur.. Dari rumah."
Mendengar kalimat Manda membuat Leo seketika berdiri dan menatap tajam Manda.
next up