Raika, telah lama hidup dalam kesendirian sejak kematian ayahnya. Dunia yang berada diambang kehancuran memaksanya untuk bertahan hidup hanya dengan satu-satunya warisan dari sang ayah; sebuah sniper, yang menjadi sahabat setianya dalam berburu.
Cerita ini mengisahkan: Perjalanan Raika bertahan hidup di kehancuran dunia dengan malam yang tak kunjung selesai. Setelah bertemu seseorang ia kembali memiliki ambisi untuk membunuh semua Wanters, yang telah ada selama ratusan tahun.
Menjanjikan: Sebuah novel penuhi aksi, perbedaan status, hukum rimba, ketidak adilan, dan pasca-apocalipse.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahril saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Keringat dingin.
Kota Bebas Hukum
Aroma amis menyerang hidungku seperti belati, menusuk tanpa ampun di setiap tarikan napas. Jalanan kota ini tak pernah berubah: orang-orang lunglai bersandar di dinding-dinding kumuh, sementara lainnya berkumpul di sudut-sudut jalan, terjerembab dalam permainan sia-sia yang mereka sebut hiburan. Di antara hiruk-pikuk itu, kendaraan biasa melesat tanpa peduli, menciptakan simfoni kegaduhan yang telah menjadi nyanyian abadi kota ini.
Ketika hendak melintas, mataku terpaku pada deretan mobil mewah melayang tanpa ban. Mereka adalah orang-orang Eldritch, penghuni distrik megah di luar kota ini. Setiap kehadiran mereka menjadi bara dalam tatapan penuh amarah para Crusemark, penghuni bertanda hitam yang terpinggirkan di luar distrik. Aku tak tahu alasan kedatangan mereka kali ini—dan terus terang, aku tak peduli.
Lebih baik aku segera menjual ini dan pergi dari sini.
Langkahku berlanjut, memanfaatkan celah kecil di tengah keramaian untuk menyeberang. Saat memasuki bar, atmosfernya seperti palu menghantam dada. Suara gaduh orang mabuk berpadu dengan bau menyengat alkohol murahan. Beberapa orang menatapku dengan pandangan tajam, sisanya terkapar tak sadarkan diri di sudut ruangan.
"Ho-ho, ada yang bisa kubantu?" sapa seorang wanita dengan pakaian mencolok dan senyum menggoda, suaranya seperti angin dingin yang menusuk.
Aku mengeluarkan kantung berisi enam Arcis, batu kecil bercahaya yang begitu bernilai. "Aku ingin menjual semua ini."
Wanita itu terkekeh kecil. "Hoo. Dari siapakah kau mencuri ini, hm? Hahaha. Baiklah, tunggu sebentar," ucapnya seraya memeriksa isi kantung dengan teliti. "Apa kau yakin tidak mencuri?"
"Menurutmu?" jawabku datar.
Dia tertawa kecil. "Tatapan yang bagus. Baiklah, ini total 50 perunggu, dan satu koin perak untuk Arcis tingkat dua," ujarnya, namun matanya sempat melirik senapan yang kusandang. "Beasthearts yang bagus, apa kau akan ikut dalam raid Vicuris?"
Raid?
"Tidak," jawabku singkat sambil melangkah ke pintu keluar.
"Anak yang manis ..." gumamnya pelan dari kejauhan.
Raid, ya? Lebih baik aku tak terlibat. Hadiahnya pasti hanya kartu identitas untuk masuk distrik.
Teringat masa lalu, aku tersenyum pahit. Sewaktu Ayah masih hidup, impian memasuki distrik terasa seperti mimpi yang hampir terjangkau. Namun, tanda hitam di kulitku mengubur semua itu. Kini, distrik hanya menjadi simbol dari sesuatu yang takkan pernah kumiliki.
Langkahku terhenti saat melihat keramaian yang memadati jalanan. Apa ini perekrutan Eldritch? Aku bergerak maju dengan susah payah, mencoba menerobos kerumunan yang semakin padat. Tubuhku terhimpit di antara mereka, napasku sesak. Mobil biasa terjebak dalam barisan panjang yang tak bergerak.
"Sial!" gerutuku, memutar langkah dan mencari jalan lain. Setelah perjuangan yang menguras tenaga, aku berhasil lolos dan menyelinap ke sebuah toko di pinggir jalan.
Di dalam, pandanganku tertuju pada sepotong roti seharga lima koin perunggu. Mahal, tentu saja—toko ini berada di bawah kendali Eldritch. "Aku beli yang ini," kataku.
Pria gemuk di balik meja menyerahkan roti itu dengan enggan. "Baik."
Setelah mendapatkan rotiku, aku naik ke lantai dua. Dari sini, aku bisa melihat Eldritch berdiri di atas panggung, menyampaikan pidato mereka tentang raid Vicuris Wanters tingkat 5. Konon, makhluk itu telah merenggut jutaan nyawa.
Aku menggigit roti di tanganku, merasakan rasa apek yang menyelinap di lidah. Raid ini... hanya jebakan bagi orang-orang putus asa.
Namun, pikiranku berubah saat suara pria dari mikrofon menggema di udara.
"Selama berabad-abad, kalian hidup dalam penderitaan. Sekarang waktunya kalian mendapatkan kehidupan yang layak! Bergabunglah dalam raid ini, dan masing-masing dari kalian akan menerima sepuluh koin emas!"
Langkahku terhenti. "Koin emas?" bisikku pelan.
Pria itu melanjutkan, "Tentu saja, koin akan diberikan setelah kalian menandatangani kontrak."
Aku memutuskan untuk mendaftar. Tawaran itu terlalu menggiurkan, meski aku tahu risiko yang menanti. Lagipula, tugasku hanya sebagai penembak.
***
Rombongan raid bergerak perlahan, jumlahnya mencapai seratus ribu orang. Angka yang luar biasa besar, tapi tak aneh bagi Eldritch. Di masa lalu, mereka bahkan pernah mengerahkan tiga ratus ribu Crusemark untuk raid serupa—dan semuanya gugur.
Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, kami tiba di hutan. Kristal biru raksasa menjulang di tengah lapangan luas. Di sana, Vicuris Wanters berdiri, makhluk raksasa dengan empat kaki, tubuh sebesar bukit, dan garis-garis kuning menyala yang memancarkan aura mematikan.
Aku terdiam, tubuhku menggigil saat melihatnya. "Apa ini hanya mimpi?" bisikku, sementara bau darah memenuhi udara. Pandanganku terpaku pada monster itu, rasa takut mengakar di dadaku.
Dan di sinilah aku berdiri, menghadapi takdir yang tak terelakkan.
End bab 2
gabung yu di Gc Bcm..
caranya Follow akun ak dl ya
untuk bisa aku undang
terima kasih.