Gisella Arumi tidak pernah menyangka akan menjadi istri kedua Leonard Alfaro kakak iparnya sendiri setelah ia menyebabkan Maya saudaranya koma karena kecelakaan mobil. Gisella yang mengendarai mobil di hari naas itu terlibat kecelakaan beruntun di jalan tol.
"Kau harus bertanggung jawab atas kelalaian mu, Ella. Kamu menyebabkan kakak mu koma seperti sekarang. Kau harus menikah dengan Leonard. Mama tidak mau Leo sampai menikahi perempuan lain untuk merawat Noah", tegas Meyda mamanya berapi-api sambil menunjuk wajah Gisella.
Bak tersambar petir di siang bolong, Gisella menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau. Aku akan bertanggung jawab mengurus keponakan ku tanpa harus menikah dengan Leonard. Bahkan aku tidak mengenalnya–"
Plakk!
Tamparan keras Rudi sang ayah mbuat Ella terkejut. Gadis itu mengusap wajahnya yang terasa perih. Matanya pun memerah.
"Kenapa papa menampar ku?"
"Karena kau anak tidak tahu di untung. Kau pembangkang tidak seperti Maya. Kau sudah menyebabkan kakak mu koma!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
VISUAL
Ini visual versi author ya. Jika kalian punya visual sendiri silahkan. Karena author tidak bisa memenuhi semua keinginan pembaca. Jadi nggak perlu lah komen visual nggak cocok lah, visual nggak sesuai ekspektasi lah, bla bla bla..
Author kasih visual sesuai dengan isi cerita. Jadi kalau ceritanya western dengan tokoh dewasa, visualnya bule dewasa nggak mungkin kasih visual lokal atau korea face. Gitu juga sebaliknya. Jadi harap di mengerti, terutama buat new readers karya² Emily. Harap di mengerti ya 🙏🏻
...🌹🌹🌹...
"Ehem...
Catherine dan Gisella menolehkan wajah mereka bersamaan.
"Leo, kamu datang?", ucap Catherine tersenyum menyambut putra satu-satunya itu.
"Iya. Aku ingin bicara dengan papi", jawab Leonard sekilas melirik Ella yang masih mengenakan kebaya.
Catherine tersenyum. "Mami mengajak Ella kemari, mencoba kebaya pernikahan mami", ucap Catherine memberi tahu Leo. "Bagaimana menurutmu sayang? Ella cantik ya mengenakannya?".
Leonard menatap tajam Gisella yang lebih banyak tertunduk.
"Hm".
Leo mengalihkan perhatian dari Ella.
Catherine tersenyum mendengarnya. "Papi ada di ruang kerja. Sementara kalian bicara mami dan Ella akan membuat kudapan untuk kalian", ucapnya pada Leo.
Setelah Leo pergi menemui ayahnya, Ella berganti pakaian. Kemudian mengikuti Catherine ke pantry.
Keduanya terlihat cepat akrab. Ella yang suka memasak tentu tidak kesulitan menyesuaikan diri.
"Sayang ternyata kamu pandai memasak juga? wah...suami mu sangat beruntung", ucap Catherine tersenyum melihat Ella sangat cekatan di dapur membuat brownies almond kesukaan Leonard dan Hartono.
"Ella tidak lihai seperti juru masak ternama mami, masih sangat jauh. Ella hanya bisa membuat makanan biasa saja", jawab Ella merendah.
"Tetap saja kamu pandai sayang. Leonard pasti sangat senang melihat mu masak di dapurnya nanti", ujar Catherine membantu Ella membuka oven untuk memasukkan adonan brownies.
"Lama tinggal sendiri di negara orang, aku harus mandiri dan berhemat", jawab Ella.
Catherine menganggukkan kepalanya. "Sebaiknya kita mengobrol di ruang keluarga. Mami ingin lebih mengenal mu sayang. Ceritakan kehidupan mu di Amerika, apa saja yang kamu lakukan di sana", ucap Catherine sambil mengingatkan pelayanannya segera mengambil brownies dalam oven jika sudah matang.
"Jangan lupa buatkan teh herbal untuk bapak dan Leo", perintah Catherine pada pelayan itu.
Ella mengikuti Catherine menuju ruang keluarga. Keduanya berbincang akrab.
Ella bercerita mengenai dirinya, kuliah dan pekerjaannya sebagai agen pemasaran.
"Wah... ternyata kamu seorang arsitek, Ella? Papi dan Leo pasti senang mendengarnya. Ayo kita temui mereka di ruang kerja. Huhh...kalau sudah bertemu di ruang kerja begitu pasti yang Leo bahas bersama papi itu perihal pekerjaan mereka di bidang yang sama. Arsitektur", ujar Catherine sambil menarik tangan Gisella menuju ruang kerja suaminya.
*
Leo sedang berbincang serius dengan Hartono ayahnya di depan meja gambar ketika Catherine masuk keruang kerja bersama Gisella membawa kudapan.
"Wah kalian sepertinya sibuk sekali. Mami dan Ella membuat brownies almond kesukaan kalian", ucap Catherine menata brownies yang ada di tangan Ella.
Hartono menepuk bahu Leo. "Kita nikmati snack dulu", ucapnya pada putranya yang sama-sama menekuni bidang yang sama sebagai arsitek.
Ella menatap sketsa bangunan yang sedang di kerjakan Hartono. Sebuah gedung pencakar langit, di perkirakan lebih dari lima puluh lantai. Ella menatap penuh minat gambar itu. "Kenapa skala gedung paling atas berbeda dengan bagian bawahnya?", gumamnya pada dirinya sendiri.
Namun Leo mendengar ucapan Ella. Keduanya berdiri di depan meja gambar. Mengamati denah di hadapan mereka.
"Semakin tinggi bangunan, volumenya harus di kurangi", jawab Leo memasukkan kedua tangannya dalam saku celana.
"Tapi kan bisa di akali dengan pondasi yang kuat. Jika pondasi kuat tentunya mau berapa lantai pun akan tetap kokoh sampai atas", ujar Ella dengan pasti.
Leonard menganggukkan kepalanya. "Kamu benar. Tapi sebagai arsitek kita harus mengikuti keinginan klien".
"Tapi kita bisa memberi masukan pada mereka kan. Mungkin saja klien itu tidak paham tentang bangunan tapi mereka memiliki modal. Tugas kita juga memberikan masukan yang terbaik pada mereka", jawab Gisella dengan lugas.
Pembicaraan antara Leonard dan Ella tak luput dari perhatian Hartono dan Catherine, keduanya bertukar pandang. Catherine tersenyum penuh arti pada suaminya.
"Sayang sepertinya Ella bisa mengimbangi anak kita dalam segi pekerjaan. Rudi dan Meyda benar tentang putri bungsunya, sangat pintar. Aku menyukainya", ucap Catherine pada suaminya yang memanggutkan kepalanya setuju dengan penilaian istrinya pada Gisella yang kini tengah bertukar pandang dengan Leonard tentang bidang yang mereka tekuni.
"Sayang sebaiknya ajak Ella menikmati kudapan sore dulu. Kalian memiliki banyak waktu untuk berdiskusi tentang pekerjaan", ujar Catherine.
Leonard menganggukkan kepala, laki-laki itu mengajak Ella bergabung dengan kedua orang tuanya.
Menikmati brownies hangat yang baru keluar dari oven.
"Bagaimana rasanya sayang, apa kamu menyukainya?", tanya Catherine menatap Leo yang sedang menyantap potongan brownies.
"Siapa yang membuatnya mi? Rasanya berbeda? Enak. Aku menyukainya", jawab Leonard kembali mengambil sepotong lagi brownies panggang ke piring nya.
"Kali ini Ella yang membuatnya sayang. Ternyata Ella bukan hanya gadis yang pintar saja, ia juga jago memasak", puji Catherine.
"Oh ya? Kamu sehebat itu?", ucap Leo seperti sangsi pada penilaian maminya.
"Tante Catherine terlalu berlebihan, aku tidak jago memasak. Tapi aku bisa melakukannya setidaknya untuk aku makan sendiri", jawab Ella menyesap teh hangat sungguh ia merasa malu di puji berlebihan begitu. Lihat saja Leo sangsi begitu pada ucapan Catherine.
"Mami. Mulai sekarang panggil kami mami dan papi, Ella. Sama seperti Leo dan Maya memanggil kami", sela Catherine membetulkan kata-kata Gisella.
Gadis itu menganggukkan kepalanya.
Namun sepertinya perkataan Catherine membuat mood Leo berubah. Laki-laki itu berdiri. "Aku harus ke rumah sakit. Kemudian pulang ke rumah melihat anak kami", tegas Leonard.
Ella tahu ucapan Leo bernada sindiran untuknya.
"Sayang sudah berapa kali mami meminta mu membawa cucu mami kemari, biar mami dan Rosa merawat Noah", ujar Catherine sambil mengusap bahu Leonard.
"Leo... sebaiknya sebelum ke rumah sakit kamu antar Ella pulang dulu, ia juga harus beristirahat sebentar lagi adalah hari pernikahan kalian", ujar Hartono pada putranya yang seketika raut wajahnya berubah mendengar perkataan papinya.
"Hm...Tidak perlu, Ella bisa pulang sendiri om...eh pih. Kak Leo sibuk jadi tidak perlu mengantar Ella".
"Tidak-tidak. Leo akan mengantarmu pulang, kemudian bisa ke rumah sakit dan pulang ke mansion nya", tegas Hartono sambil menepuk-nepuk bahu Leonard.
Jika sudah seperti itu Leonard pasti akan menuruti orangtuanya.
"Ayo kita pergi".
Terdengar sedikit ketus dan terpaksa. Ella mengikuti langkah kaki Leonard setelah memberi salam kepada Catherine dan Hartono.
Ketika hendak masuk mobil, pelayan bernama Ratih berlari memberikan kotak berisi kebaya pada Ella.
...***...
To be continue