Kirana Putri, seorang gadis cantik dan baik hati, tanpa disadari jatuh cinta pada seorang pria misterius bernama Dirga Praditama. Namun, Kirana tidak tahu bahwa Dirga sebenarnya menyimpan dendam mendalam terhadap masa lalu keluarga Kirana yang telah merenggut kebahagiaan keluarganya. Dalam perjalanan kisah cinta mereka, Kirana dan Dirga dihadapkan pada berbagai rintangan dan konflik hingga pada suatu hari Kirana pergi meninggalkan Dirga tanpa jejak.
Akankah cinta mereka mampu menyatukan keduanya, ataukah mereka harus rela berpisah demi kebahagiaan masing-masing? Hanya waktu yang akan menjawabnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meindah88, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.31
Hari kian berlalu, semua orang-orang melakukan aktivitas masing-masing seperti sedia kala. Kecuali satu orang yaitu Dirga. Dia belum bisa melupakan kejadian di malam itu. Di mana cintanya telah dir3nggut oleh sebuah tr4g3di yang tak diinginkan. Asap rokok mengepul dalam ruangan tersebut ditemani segelas wine.
Ponsel berdering sejak tadi tak dihiraukan sedikit pun. Sampai saat ini Bianca masih mendesak Dirga. Bahkan Bianca berani mengancamnya akan mengatakan pada orang tua Dirga jika ia bersikeras tak ingin bertanggung jawab . Dirga mengepalkan tangan dengan wajah memerah menahan amarah.
Matanya menangkap sebuah tas milik istrinya di ruangan.
" Kinara, " ucapnya, melihat di sekeliling berharap istrinya datang menemuinya.
Memeriksa semua ruangan lalu keluar mencari seseorang namun sosok yang ditunggu tak kunjung ada.
" Pak Dirga mencari siapa?" Tanya Nisa yang memperhatikan atasannya sedang mencari seseorang.
" Ah...tidak ada," jawabnya menggeleng kecil.
Nisa masih ingin menanyakan sesuatu tentang sahabatnya Kinara, namun keraguan tiba-tiba menyeruk dalam diri. Melihat perubahan sikap atasan belakangan ini bersikap dingin terhadap siapa pun. Semua orang-orang di kantor bertanya-tanya, kenapa sikap atasannya tiba-tiba berubah drastis seperti saat ini.
" Kenapa masih menatapku?" ujar Dirga datar.
" Em- pak, saya ingin bertanya tentang temanku, Kinara. " ujarnya terlihat gugup.
Mata Dirga memerah seketika mendengar nama itu. Tak dapat menahan rasa hingga ia kembali masuk ruangan mengabaikan Nisa.
Tangannya dengan pelan menyentuh tas itu, berpikir bahwa kenapa tiba-tiba tas tersebut ada di ruangannya?"
" Pak, ada yang ingin bertemu hari ini. "Ujar Reihan datang menemuinya.
" Katakan padanya aku tak punya waktu untuk itu," tolaknya tanpa rasa bersalah.
" Tapi..! " Reihan seketika menunduk melihat tatapan tajam atasannya.
" Baiklah, pak !Akan kusampaikan pada beliau.
Ujarnya meninggalkan ruang itu.
"Tunggu!" ujarnya menahan langkah Reihan.
" I-iya ada apa, bos ?" Ujarnya takut menatap wajah dingin Dirga padanya.
Reihan merasakan perubahan besar dalam diri Dirga sejak ditingg4l oleh istrinya. Ia tidak seperti dulu. Orang-orang bahkan sungkan untuk menyapanya.
" Kamu belum menjelaskan padaku di waktu itu. " Ujarnya ambigu.
" Ma-maksud anda, pak ? Saya tidak mengerti."ujarnya menunduk dipenuhi keringat dingin.
Dirga mendekatinya lalu tersenyum sinis menatap wajah anak buahnya.
Tangannya menunjukkan sesuatu membuat sekujur tubuh Reihan kaku. Matanya membolah menatap kertas itu.
" Aku melihatnya terjatuh dari saku celana yang kamu pakai. " Ujarnya dengan wajah datarnya.
Reihan menunduk mendengar penuturan Dirga.
" Kenapa aku bisa secoroboh ini? Bukan aku tak ingin menyampaikan pesan itu, tapi bukan waktunya. "Batinnya ketar-ketir.
" Apa yang dikatakan Kinara dalam surat ini benar?" Tanyanya mengintrogasi teman sekaligus pengawalnya.
" Jawab!" Sentaknya, meminta penjelasan dari Reihan.
Reihan dengan terpaksa mengangguk membuat Dirga tersungkur di lantai.
" Jadi istriku hamil, dia sedang mengandung bayiku, " ucapnya dengan suara bergetar.
Makin ke sini dirinya kian kesakitan mengetahui fakta bahwa istrinya hamil tanpa ia ketahui.
Dirga bangkit lalu mengambil tas dari Kinara yang sempat tertinggal di ruangan itu.
Sebuah alat tes pack ditemukan dalam tasnya membuat Dirga memejamkan mata menahan sesak.
"Jadi Kinara pergi meningg4lkan aku bersama anak kami. Kenapa tidak memberitahu aku, Kinara?"
"Pak..!"
"Diam !" Sentak Dirga kesal melihat Reihan.
" Kamu mengetahui semua ini, lalu kenapa kamu menyembunyikan hal ini dariku ?"
" Maaf, pak!" Ujar Reihan semakin menunduk.
" Kamu sengaja melakukan ini padaku, kan ?", Ujarnya penuh tekanan.
Reihan menggeleng, saat ini dia sangat takut menghadapi Dirga. Dia tahu bahwa atasannya kini banyak berubah karena kehilangan istrinya. Namun dalam hatinya tertawa, dulu Dirga terlalu mempermainkan Kinara bahkan dengan terang-terangan menyakiti hatinya.
" Dirga!" Seorang Bianca memanggilnya dari balik pintu ingin masuk.
" Aku masih ada urusan, jadi keluar lah!" ujarnya mengusir Bianca.
Bianca dengan hati sesak segera keluar. Air matanya luruh membasahi pipi.
Bima tak pernah menghargainya terlebih menjaga perasaannya.
Para karyawan di kantor itu menatap dirinya merasa kasihan, namun ada juga yang memandangnya sinis karena terlalu angkuh terhadap sesamanya.
Merry sempat mendengar ucapan Dirga mengusir Bianca, dia tersenyum senang. Dalam hati, dirinya memiliki kesempatan lebih mengenal atasannya.
***
"Pak, nona Bianca tak sadarkan diri. " Ujar salah satu karyawan membuat Reihan yang baru saja keluar dari ruangan Dirga tertegun.
" Ada apa ?" Tanya Dirga menghampiri kerumunan itu.
" Nona Bianca pingsan, pak!
" Rahes, bawah Bianca ke rumah sakit! " Titahnya pada kepercayaan sang kakek, saat ini dia kesal pad Reihan.
Rahes membawa Bianca ke rumah sakit di ikuti Bima, walau dia marah pada Bianca namun tak tega membiarkan perempuan itu seorang diri dalam kesakitan.
Reihan hanya tersenyum tipis melihat sikap dingin Dirga padanya. Reihan tak peduli, lagian hari ini dia ada tugas mengantar seseorang untuk berobat.
" Tolong teman saya, dok ?" Ujar Dirga pada salah satu dokter. Saat ini Bianca berada di rumah sakit terdekat dari kantor Dirga.
Dengan segera Bianca diperiksa oleh dokter tersebut.
" Silahkan tunggu di luar, pak !" Tukas perawat.
Dirga dan Rahes menurut. Rahes bertanya-tanya dalam dalam hati melihat Bianca tiba-tiba pingsan.
" Bukankah tadi Bianca terlihat baik-baik saja," guman Rahes.
Di tengah kekhawatiran Dirga, Rahes menunjukkan seseorang yang membuatnya tak kalah terkejut.
Segera Dirga mengintai orang tersebut. Dia berlari menelusuri koridor rumah sakit, tak ingin kehilangan jejaknya.
" Pak Dirga, kan ?Sapa seseorang membuat perhatian Dirga teralih.
" Iya, benar. "Ujarnya berusaha mengingat orang yang menyapanya.
" Saya Adryan putra dari pak, Bram. "Ujarnya mengingatkan Dirga.
" Ah iya, saya baru ingat. " Ujarnya, namun ingatannya kembali pada seseorang.
Pria ini yang menyebabkan keretakan rumah tangga ku bersama Dirga. " Batinnya.
" Maaf, pak. Saya segera pergi. Ada keperluan mendesak." Ujarnya dan Dirga mengangguk.
Dirga kembali terlihat sedih mengingat istrinya. Ia tak menyangka jika terbelenggu oleh cinta istrinya sendiri. Namun cintanya membuatnya terpvrvk dan meningg4lkan lvka sedalam-dalamnya.
" Kemana pria itu? " Ujarnya lalu mencari jejak seseorang.
" Tidak mungkin Rahes salah lihat, dan aku pun sempat melihatnya walau tak sempat melihat wajahnya. " Gumamnya.
"Bagaimana, pak? " Tanya Rahes mengikutinya tajam sekali.
" Jalannya terlalu cepat sehingga kita kehilangan jejak, "ujar Dirga kecewa.
Belakangan ini Dirga selalu mencurigai seseorang, tingkahnya sangat aneh.
" Tapi siapa di kursi roda itu ?" Tanya Rahes lagi.
" Entahlah, " tak ada bukti yang kuat. " Ujarnya kembali duduk di ruang tunggu.
"Orang yang ada di kursi roda sepertinya tak asing, pak. Ujar mengutarakan pendapatnya.
" Mungkin orang itu temannya, tapi teman yang mana?" Dirga pusing sendiri dengan hal itu, seakan memecahkan sebuah teka-teki yang tersulit.
" Apa kamu yakin, jika pria itu adalah Reihan?" Ujarnya memastikan.
" Semoga tebakanku benar, tuan. " Karena wajahnya ditutupi oleh sebuah masker.
" Bagaimana jika Reihan tak tahu apa-apa mengenai istri anda, tuan ?"
" Lalu kenapa dia terlihat begitu aneh di mataku. Lalu surat yang kamu dapat dari saku Reihan. Semua itu membuatku selalu curiga padanya. " Jelas Bima.
" Ada telepon dari tuan , Mahendra. Beliau ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan anda bersama Bianca.
Deg Deg
" Aku tak percaya jika Bianca senekat ini ingin menikah denganku.