Pantas saja dia sudah merasa curiga pada sampul buku itu yang tidak biasa. Alih-alih sekedar buku cerita biasa, ternyata itu adalah buku kehidupan terbuka dari masa depan beberapa orang, termasuk Victoria Hain. Sebuah tokoh dengan nama yang sama dengannya.
Sebuah tokoh yang kini dihidupi oleh jiwanya.
“Astaga, jadi aku adalah kakaknya antagonis?”
Adalah informasi paling dasar dalam cerita ini.
Alih-alih sebagai pemeran utama, Victoria Feyar berakhir menjadi kakak dari antagonis perempuan bernama Victoria Hain, yang akan mati depresi karena sikap dingin suaminya.
“Baiklah, mari kita ceraikan Kakak protagonis pria sebelum terlambat.” Adalah rencana Victoria, demi melindungi dirinya dan adik pemilik tubuh dari dua Kakak beradik pencabut nyawa.
Untungnya ini berhasil, meski bertahun kemudian Victoria dibuat kesal, karena mereka tidak sengaja kembali terlibat dalam situasi utama pada konflik cerita itu dimulai.
“Kakak Ipar, mohon bantu kami....”
-
“Dalam mimpimu.” -- Victoria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Blesssel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
Kembali ke tempat pertarungan bawah tanah, Victoria dibuat sangat syok sampai tidak bisa berkata apa-apa. Dia datang untuk mendapatkan Sean si anak anjing pemeran utama wanita di masa depan, jadi jelas dia memasang taruhan untuk mendapatkan pria itu, tapi apa ini?
Adrian terkekeh kecil menatap wajah Victoria yang berubah pias. Wanita itu tampak sangat bersemangat tadinya sampai-sampai mengajaknya bertaruh. Pertaruhan itu bahkan dibuat formal, dengan ketentuan yang kalah akan membayar uang transaksi pembayaran dari si pemenang, selagi yang menang bahkan bisa memilih siapa yang akan dipilihnya untuk dibawah pulang.
Dan pada saat ini, Sean yang kepadanya Victoria bertaruh malah kalah.
Tapi kenapa? Kenapa seperti ini? Pikir Victoria hampir frustasi di tempat.
Dalam buku itu dijelaskan bahwa Sean adalah seorang petarung yang sangat handal dan tahan banting, lebih penting lagi sangat setia. Tapi fakta bahwa pria itu kalah membuat Victoria rugi banyak.
“Terima kasih untuk membayar transaksi hari ini Madam, tapi ada apa dengan raut wajah itu?” tanya Adrian dengan nada menggoda, melihat Victoria masih terdiam.
Mendengar ini perhatian Victoria akhirnya kembali kepada Adrian. Dia menatap dalam diam pria yang duduk itu. Bahkan jika tidak dijelaskan baik awalnya, Victoria ingat benar bahwa orang ini adalah Tuan untuk Sean dalam cerita itu, yang dibelinya dari tempat pertarungan bawah tanah.
“Jangan menatapku seperti itu terlalu lama. Siapa yang akan bertanggung jawab jika seseorang terpesona?” goda Adrian kali ini lebih terang-terangan.
Berhasil menguasai dirinya, Victoria akhirnya melemaskan sedikit punggungnya dan kembali menatap ke depan, meski tetap meneguk ludahnya kasar.
Dia harus membayar untuk Sean dan juga untuk lawan Sean, yang akan dibeli Adrian saat ini. Tapi begitu masih ada sedikit ketenangan yang tersisa, karena walaupun akan mengeluarkan uang dalam jumlah banyak setidaknya dia tetap bisa memiliki Sean, si anak anjing. Berpikir bahwa mungkin Adrian memang hanya sedang mencari orang, bukan seseorang yang spesifik seperti Sean.
Tapi siapa sangka, ketika dia mempertanyakan berapa harga untuk membayar si pemenang yang merupakan lawan Sean, Adrian malah menunjuk Sean.
“Karena kemenangan ini membuatku berhak menentukan yang ingin ku bawa pulang, maka itu adalah petarung milk anda.”
DEG. Kulit-kulit wajah Victoria mengencang akibat tegang. Dia gugup karena Adrian memilih Sean, alih-alih si pemenang. Dengan sedikit gemetar dia memaksa menarik sudut bibirnya.
“Aaha-ha, … kenapa memilih yang kalah? Kuda pilihanmu adalah pemenangnya.”
Tapi Adrian tidaklah mudah saat di permukaan. Dia tersenyum lembut pada Victoria, mengatakan rasa tidak enak hatinya sebagai alasan untuk memilih Sean.
“Anda sudah membayar mahal untuk dua orang, jadi saya harus bersikap sopan dengan membiarkan anda memiliki yang terbaik.”
Tapi justru inilah yang membuat Victoria sadar, bahwa pria didepannya ini memang datang untuk si anak anjing, Sean. Membuat posisi Victoria sangat kesulitan sekarang.
Beruntung Poison segera datang dan dia tidak datang sendirian. Dia datang dengan membawa dua petarung tadi, yang salah satunya adalah Sean.
“Jadi kita sudah sepakat bukan?” suara Adrian.
“Oh, apakah Tuanku dan Madam sudah selesai bermain? … Jadi silahkan, ini hadiahnya.”
Poison mendorong lawan Sean, si pemenang, tapi ditolak Adrian dengan alasannya yang masih sama.
Hal ini membuat Sean dengan sadar mengepalkan tangannya erat-erat. Dia sudah mendengar informasi bahwa ada pembeli hari ini jadi dengan sengaja kalah. Berharap bahwa tidak akan dibeli sebagai budak seseorang, meski tempat ini pun sama tidak layaknya. Tapi semua begitu diluar kendalinya, karena masih ada orang yang ingin membelinya meski dia kalah.
Tapi Victoria juga tidak mau mengalah. Dia masih percaya bahwa Sean sehebat yang diceritakan buku itu, jadi dia ingin mendapatkan Sean.
“Jangan terlalu sungkan atau khawatir Tuan. Aku memiliki lebih dari cukup, untuk membayar taruhan. Biarkan aku memiliki yang kalah, sementara kau bisa memiliki si pemenang yang merupakan pilihanmu sejak awal.”
Mendengar ini Adrian menggeleng. Dia menggeleng pelan masih dengan senyuman di wajah. Menolak ucapan Victoria, dengan mengatakan bahwa dia sebenarnya ingin memilih Sean sejak awal. Memperhalus bahasanya, seolah mengatakan bahwa Victoria bisa menang sebenarnya.
Sean yang mendengar ini menjadi tertekan tapi hanya diam. Tapi dia benci benar, pada fakta dia diperebutkan seperti barang.
Tapi untungnya Poison lebih dari berpengalaman dalam hal seperti ini. Dia menyingkirkan Sean dan seorang yang lainnya, berpikir untuk membuat penawaran lain pada Victoria dan Adrian.
Tapi baru saja perbincangan tiga orang akan dimulai, Adrian harus permisi mengangkat panggilan, menyisakan Victoria dan Poison ditempat.
Keduanya kembali berbicara, tentang pertaruhan.
“Madam, kenapa anda bersikeras untuk pemain yang kalah? Tuanku Adrian mencoba bersikap baik, dengan membiarkan anda memiliki kuda yang menang,” kata Poison.
Tapi hal ini tidak mempengaruhi Victoria sama sekali. Dia menarik lengan Poison agar lebih dekat padanya. “Kau dengar baik, … aku menginginkan apa yang aku inginkan, jadi berhenti bertanya kenapa! Buat pengaturan akan hal ini. Aku akan membayar dengan harga yang pantas.”
Poison sedikit ragu-ragu mengingat temperamen Adrian. Tapi dia tetap menjanjikan itu pada Victoria, berpikir bahwa Adrian mengalah hanya karena ingin mencari perhatian Victoria saja. Lagipula disatu sisi dia tidak bisa menolak uang tambahan dari Victoria.
Serius dalam instruksinya, Victoria tiba-tiba ingin ke belakang. “Aku harus ke toilet, urusi masalah ini. Bicaralah dengan Tuan yang kau puja itu.”
Victoria langsung meninggalkan Poison menuju ke kamar mandi. Disaat yang sama, Adrian menutup teleponnya dengan decakan.
•
•
Victoria berjalan dengan tergesa-gesa. Dia sebenarnya sudah sedari tadi ingin ke belakang, hanya saja fokus menunggu pertandingan selesai.
Sepanjang jalan dia tidak berhenti merutuki Sean yang entah bagaimana bisa kalah. Tidak pernah menyangka, akan bertemu orang yang di-rutuknya itu keluar dari tempat yang hendak ditujunya.
Jika orang lain akan malu di dapati berbicara sendirian seperti itu, tidak dengan Victoria. Terkejut dengan pria yang hampir ditabraknya itu, Victoria sempat terdiam. Dia menatap lekat yang pria yang sedikit lebih muda dari usia tubuh yang dia tinggali ini.
Mata coklat terang, rambut acak-acakan, bekas jahitan di pelipis, tapi wajah yang cukup tampan dan imut dibalik itu semua.
Sean memandang Victoria dengan sinis, dia sudah siap mengacuhkan Victoria dan mengambil dua langkah melewati, sebelum tiba-tiba tersungkur.
“Akhh.”
Sean pun tidak bisa menahan erangannya, ketika Victoria tanpa peringatan menendang lututnya dan mengakibatkan dia terjatuh tersungkur. Beruntung tidak ada orang lain di sana, khususnya orang-orang dalam anggota pertarungan, atau Sean tidak bisa membayangkan betapa malunya dia.
“Tunggu disini, aku harus ke toilet.”
Begitu saja Victoria kembali berjinjit ke toilet, menyelesaikan urusan alamiahnya.
Di luar Sean menghembuskan setiap nafas dengan kasar, tidak percaya sesuatu sepertinya akan terjadi padanya. Apalagi dilakukan oleh seorang perempuan. Sebenarnya ini cukup menyakiti harga dirinya. Tapi sebagai seorang yang berlatih menyimpan segala isi hatinya, dia masih tidak mengatakan sepatah kata meski dalam kesendirian. Memutuskan menunggu Victoria dan penjelasan wanita itu.
Victoria yang keluar dan masih mendapati Sean disana, melipat kedua tangannya di dada dengan puas. Karakter Sean benar-benar sesuai yang dibacanya.
Pria itu menatapnya dingin dan garang, tapi tetap tidak mengatakan apapun, seolah meminta penjelasan melalui mata coklatnya.
Victoria pun mendekati Sean, menaruh satu jarinya di atas dada bidang pria itu dan menariknya perlahan. Tapi itu tidak lama, sebelum Sean menangkap jari-jari tangannya.
Melihat reaksi itu Victoria semakin puas saja. Jadi tanpa sungkan dia mengatakan niatnya.
“Aku datang kemari khusus untukmu, jadi senang sekali bila mendapatkan apa yang aku inginkan.”
Sean yang mendengar ini mencemooh dengan pandangan matanya. Dia tidak menahan lama dan membalas. “Dari pada seseorang seperti anda, lebih baik bagi saya untuk bersama pria tadi. Setidaknya dia sudah memiliki reputasi.”
Sean memang tidak ingin meninggalkan kandang buas ini, tapi jika harus, dia lebih suka pergi bersama Adrian yang sudah diketahui, daripada Victoria yang hanya seorang perempuan.