Gray adalah seorang anak yang telah kehilangan segalanya karena Organisasi jahat yang bernama Shadow Syndicate dia bahkan dijadikan Subjek Eksperimen yang mengerikan, namun dalam perjalanannya untuk menghentikan Organisasi tersebut, ia menemukan teman yang mengalami nasib sama sepertinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
032 - Kembali
Makhluk terbesar, yang tampaknya memimpin kelompok itu, mengangkat tangannya. Sebuah topeng hitam legam, yang sebelumnya tertutup bayangan, kini terlihat jelas. Bukan wajah manusia yang ada di baliknya, melainkan ukiran aneh yang memancarkan aura jahat.
"Tidak perlu pertumpahan darah,"
Suara makhluk itu bergema, dingin dan tanpa emosi.
"Kembalilah bersama kami. Jordan menunggu."
Sebelum siapa pun dapat menjawab, kekuatan dahsyat meledak dari makhluk bertopeng itu. Bukan serangan fisik, melainkan gelombang energi gelap yang mengguncang bumi. Kastil bergetar hebat, batu-batu longgar berjatuhan. Tanah di bawah kaki mereka retak, membentuk celah-celah yang dalam. Gelombang energi itu terasa seperti beban yang tak tertahankan, menekan setiap orang, menghancurkan kekuatan mereka, mencuri udara dari paru-paru mereka.
Anya, Rabu, dan bahkan Jazul, dengan kemampuan teleportasinya, terpaku di tempat, tubuh mereka tertekan ke tanah seakan-akan di bawah tekanan gunung. Ren dan Serlina terbanting ke tanah, tidak sadarkan diri. Bahkan Gray, dengan kekuatan Void-nya, merasa tubuhnya lumpuh, kekuatannya ditekan, seakan-akan ada kekuatan yang jauh lebih besar yang mencengkeram jiwanya. Pedang misterius terlepas dari genggamannya.
Hanya keheningan yang tersisa, diselingi oleh deru angin yang menerpa reruntuhan Kastil. Makhluk-makhluk bertopeng itu mendekati mereka, langkah mereka tenang dan tak tergesa-gesa, seperti malaikat maut yang mengklaim jiwa-jiwa yang telah ditaklukkan. Mata merah mereka menyala dengan kemenangan. Gray, meskipun tubuhnya tidak dapat bergerak, matanya masih tajam, mengamati setiap gerakan mereka, merencanakan setiap kemungkinan yang masih ada, di tengah keputusasaan yang semakin membesar. Dia merasakan kekuatan Void di dalam dirinya meronta-ronta, melawan tekanan yang luar biasa, berusaha untuk melepaskan diri dari belenggu energi gelap yang menghancurkan. Apakah kekuatan Void-nya cukup untuk melawan kekuatan ini? Atau apakah ini akhir dari petualangannya?
Seketika, dunia berputar. Bukan putaran yang menyenangkan seperti teleportasi yang terkendali, melainkan guncangan yang dahsyat, yang merobek tubuh dan jiwa. Saat pandangan Gray kembali fokus, ia berada di ruangan laboratorium yang familiar, ruangan tempat ia pertama kali disuntik cairan hijau lumut. Bau logam dan disinfektan menusuk hidungnya. Tetapi kali ini, ruangan itu penuh sesak. Sekitar seratus anak, mata mereka tertuju pada tanah, tubuh mereka gemetar, berdiri berdesakan di ruangan yang sempit dan suram. Lebih banyak dari yang pernah ia bayangkan. Tiga ratus penjaga, berseragam hitam, berdiri tegak mengelilingi mereka, wajah mereka tanpa ekspresi, mata mereka dingin dan tanpa belas kasihan. Gray mencoba menggerakkan tubuhnya, tetapi otot-ototnya masih terasa kaku, berat. Kekuatan Void, yang sebelumnya memberontak, kini benar-benar tertekan, seperti api yang padam di bawah hujan deras.
Dari kegelapan di ujung ruangan, sosok tinggi menjulang, berjalan dengan langkah yang penuh wibawa. Ia mengenakan jubah putih yang dihiasi emas, memancarkan aura kekuasaan dan otoritas yang melampaui pemahaman Gray. Wajahnya tersembunyi di balik tudung, tetapi suaranya, lantang dan berwibawa, menggema di seluruh ruangan.
“Bawa mereka semua ke dalam sel,”
Perintahnya, suaranya seperti guntur yang membelah langit. Tidak ada intonasi emosi, hanya perintah yang mutlak. Penjaga langsung bergerak, memisahkan anak-anak dengan kasar, mendorong mereka menuju sel-sel sempit dan gelap di sepanjang dinding ruangan. Tangisan dan isak tangis pecah di tengah hiruk pikuk itu.
Sosok berjubah putih itu menoleh ke arah seorang pria yang berdiri agak terpisah dari kelompok penjaga. Pria itu, Jordan Rottsch Bishop, mengenakan jubah hitam yang sudah sangat familiar bagi Gray. Wajahnya yang bengis dan kejam terlihat jelas, bahkan dari kejauhan.
“Jordan,”
Kata sosok berjubah putih itu, suaranya tetap tenang dan penuh kuasa.
“Kau jaga tempat ini dengan beberapa orang kepercayaanmu. Pastikan tidak ada yang lolos.”
“Baik, Tuan,”
Jawab Jordan, suaranya rendah dan hormat. Meskipun ia adalah seorang penjahat kejam, ada getaran rasa takut yang tak terbantahkan dalam suaranya saat berhadapan dengan sosok berjubah putih itu.
Keheningan menyelimuti ruangan setelah perintah itu. Hanya tangisan anak-anak yang tertinggal. Gray menyadari betapa besar dan kompleksnya musuh yang harus ia hadapi. Pertempuran ini tidak hanya melawan monster atau penyihir jahat, tetapi juga melawan kekuatan yang jauh lebih besar, lebih berpengaruh, dan lebih tersembunyi dari yang pernah ia bayangkan.
Pintu besi berat berderit menutup, memisahkan Gray dan beberapa anak lainnya dari hiruk pikuk ruangan laboratorium. Udara di dalam sel sempit dan pengap, berbau apak dan lembap. Hanya ada sedikit cahaya redup yang merembes dari celah-celah di pintu. Gray terhuyung, tubuhnya masih terasa lemas setelah guncangan dahsyat teleportasi. Ia tersandar pada dinding dingin, matanya perlahan menyesuaikan diri dengan kegelapan. Di sekitarnya, beberapa anak lain duduk tertunduk, diam dan ketakutan. Hanya Jazul yang dikenalnya.
Jazul, dengan rambut kuningnya yang kusut dan wajah pucat, menatap Gray dengan mata yang penuh pertanyaan.
"Gray? Apa yang terjadi? Bagaimana kita bisa sampai di sini?"
Bisiknya, suaranya gemetar sedikit.
Gray menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang masih berdebar kencang.
"Aku juga tidak tahu pasti,"
Jawabnya, suaranya serak.
"Sepertinya... kita dibawa ke sini oleh kekuatan yang jauh lebih besar daripada Jordan."
Ia mengingat sosok berjubah putih itu, aura kekuasaan yang sangat kuat, perintahnya yang dingin dan tak terbantahkan.
"Ada seseorang... jauh lebih kuat dari Jordan. Dia yang memerintahkan agar kita dipenjara di sini."
Jazul mengangguk, matanya masih tertuju pada tanah.
"Aku merasakannya juga,"
Gumamnya.
"Kekuatan... yang menakutkan. Rasanya jauh lebih mengerikan daripada monster-monster di Hutan Bayangan."
Ia melirik sekeliling, memperhatikan anak-anak lain yang terkurung bersama mereka.
"Kita harus keluar dari sini, Gray,"
Katanya dengan tekad yang baru muncul dalam suaranya.
"Kita harus menemukan cara untuk melarikan diri."
Gray mengamati Jazul, mengamati tekad yang baru saja muncul dalam diri sahabatnya. Ia melihat sekilas harapan di mata Jazul, seberkas cahaya kecil di tengah kegelapan sel yang menyesakkan. Meskipun tubuhnya lelah dan kekuatan Void-nya terasa terkuras, sebuah tekad baru mulai berkobar di dalam dirinya. Ia harus menemukan cara untuk keluar dari sini. Ia harus menyelamatkan anak-anak lainnya. Ia harus menghadapi kekuatan misterius yang telah membawa mereka ke tempat ini. Dan yang terpenting, ia harus menemukan cara untuk menghentikan Jordan dan sosok berjubah putih itu.
Tapi bagaimana? Di sekeliling mereka, hanya ada dinding-dinding dingin, pintu besi yang terkunci rapat, dan kegelapan yang mencekam. Gray menatap pintu besi, kemudian ke arah Jazul.
"Kita perlu mencari tahu lebih banyak," katanya.
"Kita harus mencoba menemukan kelemahan di tempat ini. Mungkin ada jalan keluar yang kita lewatkan."
Apa yang akan Gray lakukan selanjutnya?