Abraham Barraq Alkahfi, pria berusia 28 tahun yang bekerja sebagai seorang montir dipaksa menikah dengan seorang Aura Falisha dari keluarga terpandang.
Demi identitas tetap tersembunyi dan keberadaannya tidak diketahui oleh banyak orang. Akhirnya Abraham yang tidak sengaja merusak mobil milik Aufa Falisha menerima pernikahan paksa tersebut.
Selama menjadi suami Aufa. Abraham mendapatkan hinaan, cacian dan direndahkan oleh keluarga Aufa. Bahkan Aufa sendiri benci padanya dan menolak kehadirannya. Sampai akhirnya semua mulai berubah saat identitas Abraham terbongkar.
Bagaimana reaksi semua orang saat mengetahui siapa sebenarnya Abraham Barraq Alkahfi lalu bagaimana perasaan Aufa, apakah dia mulai luluh atau dia memilih berpisah?
Update rutin : 09.00 & 14.00
Follow instagram author : myname_jblack
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JBlack, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulangkan Aku ke Papaku!
...Terkadang seseorang perlu dipukul mundur oleh kenyataan jika hidup tak semudah menadah uang dan meminta kepada kedua orang tua....
...~Abraham Barraq Alkahfi...
...****************...
Waktu yang terus beranjak naik menandakan bahwa bengkel semakin ramai. Bengkel Abraham yang terkenal ramah, pelayanan terbaik dan juga para montir yang profesional membuat semua pelanggan sangat suka memperbaiki atau menservis disini.
Berjajar mobil dan motor bergantian antri untuk dicek oleh mereka. Beberapa orang terlihat wira wiri ke sana ke mari menandakan jika memang keadaan disana masih sibuk.
Begitupun dengan seorang pria berwajah tampan dengan tubuh kekar dan hanya memakai kaos oblong tengah berada di bawah mobil. Tangannya dengan lincah memperbaiki keadaan mobil pelanggan terbaiknya yang selalu ingin di cek oleh dirinya sendiri.
"Mas Abra," Panggil seseorang sambil menunduk di kolong mobil.
"Hmm?" Sahut Abraham lalu mendorong dirinya keluar dari kolong mobil.
"Ituu!" Kata seorang karyawan dengan gugup.
"Ada apa?"
"Emmm… "
"Aku mau berangkat kuliah!" Kata seorang perempuan yang datang dan langsung menggeser posisi pegawainya.
Abraham merubah ekspresinya. Dia perlahan duduk lalu berdiri di depan perempuan yang sudah berpakaian begitu rapi dan wangi.
"Aku minta uang," Kata Aufa dengan menyodorkan tangannya.
"Tugasmu?" Tanya Abraham dengan wajahnya yang datar.
"Sudah, Tuan Abraham. Saya sudah membersihkan semuanya," Ujar Aufa dengan wajah yang berusaha menahan amarah.
"Tunggulah disini," Kata Abraham yang membuat Aufa memutar matanya malas.
"Jangan lama-lama. Disini panas!" Omel Aufa yang tak melihat sekitarnya.
Abraham hanya menggeleng. Dia segera masuk ke dalam rumah.
"Kak Aufa membersihkan semuanya, Kak," Celetuk seorang perempuan yang tengah menatap layar laptopnya di ruang tamu.
"Kamu tau, Bi?"
Bia mendongak. Dia mulai berdiri dan berjalan melewati Abraham menuju ke dapur.
"Iya. Aku lihat Kak Aufa mengelap meja dan barang-barang, Kakak," Kata Bia sambil menuang air putih ke dalam gelas. "Minumlah!"
Abraham menerima air putih itu. Dia benar-benar merasa haus dan dengan peka adik perempuannya ini mengambilkan untuknya.
"Kakak akan mengambil uang dulu," Kata Abraham menyerahkan gelas kosong itu pada adiknya. "Terima kasih, Sayang."
Bia mengangguk. Abraham mulai masuk ke dalam kamar dan mengambilkan uang setelah itu dia segera keluar dari rumah dan menghampiri sosok istrinya yang terlihat kepanasan disana.
"Lama banget sih!" Seru Aufa dengan mengusap dahinya yang basah.
"Kalau kamu terus marah. Uang ini gak bakal aku kasih," Ancam Abraham yang membuat Aufa melototkan matanya.
"Enak banget! Udah cepetan. Aku telat," Seru Aufa menurunkan nada bicaranya.
Abraham menyodorkan uang dan segera diterima oleh Aufa. Perempuan itu menghitung uang tersebut dan mengernyitkan alisnya.
"Lima ratus ribu?" Kata Aufa dengan mendongak dan menatap kedua mata Abraham.
"Ya," Sahut Abraham dengan tegas. "Dan itu untuk satu minggu."
"Apa!" Seru Aufa dengan kaget. "Satu minggu lima ratus ribu? Uang apaan!"
Aufa terlihat emosi. Bahkan wajahnya memerah dan matanya membelalak tak percaya.
"Papaku setiap hari ngasih aku uang satu juta itupun beda sama uang jajan, kosmetik dan semuanya. Terus kamu dengan seenaknya kasih aku lima ratus ribu untuk seminggu? Kamu mau bikin anak orang mati?"
"Lima ratus ribu itu banyak, Aufa. Kamu harus belajar hemat," Kata Abraham dengan pelan.
"Hemat sih hemat tapi gak gini juga. Aku minta tambah!" Kata Aufa menyodorkan uangnya.
"Gak ada tambahan!"
"Aufa!"
"Apa lagi? Kamu mau mengancam soal Papa? Ngadu?" Seru Aufa dengan marah.
Dia melangkahkan kakinya mendekat ke arah Abraham. Mengangkat tangannya dan menunjuk wajah Abraham dengan raut wajah marah.
"Kalau kamu gak bisa nafkahin anak orang. Pulangkan aku ke papaku! Aku juga gak mau hidup susah kayak kamu!" Seru Aufa setelah itu dia pergi dengan menerima uang lima ratus dari Abraham dan berjalan dengan langkah kaki cepat.
Abraham menarik nafasnya begitu dalam. Dia benar-benar tak menyangka jika sikap istrinya jauh lebih keras dari bayangannya sendiri. Aufa benar-benar sudah terlalu dimanja dan membuatnya menjadi perempuan keras kepala dan terus bersikap seperti anak kecil.
"Mas Abra," Panggil seorang perempuan paruh baya.
"Ih iya, Bu," Sahut Abraham sambil mendekat.
"Siapa wanita tadi, Mas? Istrinya Mas Abra?"
Abraham tersenyum ramah.
"Iya, Bu. Itu istri saya," Sahut Abraham mengangguk.
"Kapan Mas Abra menikah?"
"Jangan bilang kemarin Mas Abra tutup karena ini?" Celetuk pelanggan yang lain yang duduk di barisan perempuan paruh baya tadi.
"Iya, Bu. Betul," Kata Abraham mengangguk.
"Tapi istri Mas Abra kok kasar begitu? Bahkan udah tau di depan banyak orang dia gak malu," Cibir salah satu pelanggan yang lain.
Abraham tersenyum. "Maafkan istri saya ya, Bu. Istri saya memang masih belum terbiasa disini."
Abraham benar-benar menjelaskan dengan baik. Bahkan dia tak menyalahkan istrinya sedikitpun. Sebaik mungkin Abraham yang menerima semua perkataan soal sikap istrinya dari para pelanggannya.
"Yaudah. Saya izin melanjutkan pekerjaan yah. Biar mobilnya cepat selesai."
...****************...
"Kamu ngapain dari bengkel, Fa?" Tanya seorang perempuan yang sedang menyetir mobil. "Mobilmu mogok?"
Aufa terlihat menyugar rambutnya ke belakang. Dia menghidupkan AC mobil lebih dingin karena dirinya kepanasan.
"Mobilku mogok. Mangkanya aku kesana," Jawab Aufa dengan ketus.
"Kamu kenapa sih. Masih jam segini udah badmood?"
"Bad mood parah!" Seru Aufa dengan mengambil ponselnya yang ada di dalam tas. "Rasanya aku pengen bolos kuliah."
"Gila, Fa. Waktunya dosen killer njir!" Umpat teman Aufa geleng-geleng kepala.
"Bodo amat," Seru Aufa dengan wajah kesalnya. "Kalau kamu gak mau bolos. Turunin aku di cafe dekat mall, Mel."
"Gila!" Seru Mela dengan melototkan matanya. "Jangan cari masalah!"
"Turunin aku disana! Aku janjian sama Mamaku," Seru Aufa dengan marah.
Mela mendecakkan lidahnya. Sahabat sekaligus temannya ini memang wanita keras kepala. Mau tidak mau Mela mulai membelokkan setir kemudinya di depan cafe yang diinginkan Aufa.
"Mending masuk aja yuk, Fa," Bujuk Mela masih tak menyerah.
"Aku capek, Mel. Moodku buruk. Kalau aku masuk, percuma. Aku bakal kabur ke kantin," Ujar Aufa dengan memasukkan ponselnya ke dalam tas.
"Tapi nilai kamu gimana? Kamu udah sering bolos loh," Kata Mela dengan mengingatkan kesalahan sahabatnya itu.
"Soal itu gampang. Ada papaku yang akan mengurus semuanya!" Seru Aufa lalu mulai keluar dari dalam mobil dan menutup pintunya.
"Fa," Panggil Mela masih berusaha.
Aufa menjulurkan kepalanya masuk melalui jendela mobil. Dia mengacungkan jempolnya lalu mencubit pipi sahabatnya dengan pelan.
"Bikinin surat yah. Izinin aku buat kali ini, Mela Kesayanganku," Kata Aufa sebelum dia pergi lalu mulai melambaikan tangannya pada sahabatnya itu.
Perempuan itu lekas berjalan menjauh. Dia menatap ke kanan dan kiri lalu masuk ke dalam cafe yang sudah dijanjikan bersama mamanya.
"Tak ada Papa. Masih ada Mama yang ada di pihakku!"
~Bersambung