9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
"Mas... perkenalkan, ini Amir, temanku," ucap Zonya, memutus tatapan tajam antara Sean dan Amir.
Sean maju selangkah dan langsung mengulurkan tangannya, "Sean, suami Zoe."
Amir ikut membalas jabatan tangan tersebut, "Amir."
"Mmm Mas, kita kembali ke ruangan ya. Tadi Mbak kantin sudah mengantar pesanannya," ajak Zonya.
"Baiklah, ayo."
Zonya dan Sean berjalan berdampingan menuju ruangan Zonya. Sepanjang jalan, beberapa perawat dan pegawai rumah sakit menunduk hormat pada Zonya dan Zonya 'pun tanpa sungkan balas mengangguk dn tersenyum. Membuat Sean menyunggingkan senyumnya.
"Kenapa harus tersenyum juga? Kau bisa berjalan santai saja tanpa harus balas mengangguk dan tersenyum seperti itu," ucap Sean.
"Aku hanya pekerja, sama seperti mereka. Lalu kenapa harus sombong?" jawab Zonya.
"Tapi setidaknya kau bos-nya."
"Itu hanya gelar, Mas. Suatu saat juga gelar itu akan hilang, dan aku akan sama seperti mereka. Lagipula, walaupun kita adalah bos, bukan berarti kita bisa bersifat sombong dan berbuat semaunya. Karena pada dasarnya roda kehidupan itu tidak pernah berhenti berputar. Jadi selagi jaya, tabunglah kebaikan agar saat kita terpuruk, orang-orang tidak sungkan untuk memberi pertolongan."
Zonya membuka pintu ruangannya. Ia langsung duduk di sofa bersama Mbok Ijah dan Sean, lalu memulai makan siang bersama. Ditengah makannya, pintu ruangan kembali diketuk, memaksanya untuk bangkit dari duduk dan membuka pintu ruangan.
"Ay..." sapanya, saat melihat Aylin dan Bara, anak salah satu sahabat Ayah Ardan dan Bunda Gita.
"Hai Kak, lagi makan siang ya?" sapa Aylin.
"Hm, ayo masuklah, kita makan sama-sama."
Zonya kembali duduk ditempat semula, bersama dengan Aylin dan Bara yang juga ikut bergabung. Mbok Ijah yang melihat kedatangan tamu Nyonya-nya berniat bangkit dan pergi. Sebab, ia merasa kurang sopan jika harus berada dalam satu meja bersama majikannya dihadapan orang lain.
"Mbok mau ke mana?" tanya Zonya.
"Mbok makan didekat Non Nai saja, Nya."
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa. Tidak enak saja dengan tamu Nyonya."
"Tidak perlu sungkan, Mbok. Mereka keluarga, bukan tamu. Duduklah lagi."
Mbok Ijah kembali duduk dan menyantap makanannya hingga habis. Setelah selesai, ia permisi untuk mengembalikan bekas makan mereka ke kantin, sedangkan Sean memilih mendekati putrinya yang masih terlelap. Zonya sendiri masih di sofa bersama pasangan suami istri yang mendatanginya ini.
"Jadi bagaimana, ada keluhan dengan kehamilan kali ini?" tanya Zonya.
"Iya Kak, perutku sering kram setiap malam. Apakah itu tidak bahaya?" tanya Aylin, mengutarakan keluhannya.
"Kram ya? Mmm sebenarnya karena kehamilanmu sehat dan normal, jadi aku rasa kram di perut itu biasa terjadi, apalagi untuk ibu hamil muda. Tapi ini sekedar saran demi kebaikan ibu dan anaknya, agar Bara bisa mengurangi aktivitas ranjang yang melelahkan pada ibu hamil," terang Zonya.
"Tidak bisa begitu Kak... Awww." Bara yang barusaja hendak mengungkap keberatannya harus berhenti bicara saat perutnya mendapat cubitan dari sang istri.
"Jadi bagaimana, Kak. Apakah aktivitas ranjang seperti itu benar-benar harus dikurangi?" tanya Aylin.
"Iya," Zonya mengangguk pasti, "Bahkan kalau perlu ditiadakan dulu untuk trimester pertama kehamilan ini."
"What? Jangan bercanda, Kak. Ini tidak lucu." balas Bara. Bara melirik Sean yang mengganggu tidur Naina, lalu kembali melirik pada Zonya "Memangnya Kakak mau kalau aktivitas ranjang Kakak dan Kak Sean dikurangi?" balas Bara, membuat Zonya mendelik.
"Baiklah, lakukan saja aktivitas itu seperti biasa, tapi jangan terlalu banyak menggunakan gaya-gaya bebas. Ingat, bercinta itu mencapai kepuasan bersama, bukan malah menyiksa salah satunya," ucap Zonya akhirnya.
"Iya Kak, lagipula kami tidak banyak melakukan gaya apapun saat melakukannya. Paling hanya gaya kupu-kupu... Awww, Sayang sakit," lagi-lagi Bara mengusap perutnya karena istrinya kembali mencubit.
"Malu Mas."
"Tidak, lagipula Kak Zoe juga pasti paham bagaimana gaya bercinta. Kenapa harus malu?"
Zonya menghela napas kasar menghadapi pasangan didepannya ini. Ia lantas menjelaskan banyak hal secara rinci, setelah itu langsung mengusir pasangan itu setelah merasa keduanya sudah mengerti.
"Sering dapat pasien yang seperti itu?" tanya Sean, kini ia berangsur mendekat pada Zonya setelah melihat pasangan tadi pergi.
"Hm, mereka berdua hanya bagian paling kecil. Belum saja kalau pasangan bucin yang lain yang berkonsultasi, aku pasti bisa gila kalau mereka semua datang bersamaan." keluh Zonya.
Sean tersenyum menanggapi kekesalan Zonya. Mungkin jika dirinya berada di posisi Zonya, ia 'pun akan merasakan kekesalan yang sama. Bagaimana tidak, pasangan itu membicarakan masalah ranjang, dihadapan seorang gadis perawan. Ahh, membayangkan hal itu membuat Sean menjadi berpikiran jauh hingga tanpa sadar ia mengikis jarak dengan Zonya.
Cup
Mata Zonya membola setelah kecupan singkat itu berakhir. Ia seakan tidak percaya dengan semua ini. Untuk ke-dua kalinya bibir sucinya menjadi tidak suci karena perbuatan suami dudanya.
"Biar tambah semangat," ucap Sean tanpa dosa. Ia kembali memajukan wajahnya dan mencium bibir Zonya lagi, kali ini dengan ciuman yang cukup dalam dan lama. Bahkan hal itu membuat Zonya sampai kehabisan napas "Kalau yang ini supaya tidak terlalu kaku saat membicarakan masalah ranjang dengan pasien," ucap Sean disertai kekehan diakhir kalimatnya.
Bagaimana tidak terkekeh jika Zonya sangat lucu. Ya, Zonya begitu lucu bagi Sean, karena wanita itu membicarakan banyak hal mengenai hubungan suami istri, sementara ia sendiri 'pun sama sekali belum pernah merasakannya.
"Aku akan kembali ke perusahaan. Salam untuk bidadari kecilku" ucap Sean yang hanya dijawab Zonya dengan anggukan. Sebab bibirnya masih terkatup rapat, karena keterkejutannya yang belum hilang.
Cup
Seakan tiada puasnya. Kali ini Sean kembali mengecup singkat bibir Zonya "Ini tanda bahwa kau milikku sekarang." ucap Sean dan langsung melenggang pergi.
Zonya menyentuh bibirnya. Tiga kali bibir sucinya dinodai. Tidak, bukan tiga kali, karena lebih tepatnya adalah empat kali, karena malam itu adalah yang pertama, lalu tadi ia mendapat ciuman tiga kali berturut-turut.
"Itu tadi Mas Sean?" batin Zonya tak percaya.
Ceklek
Zonya tersadar saat melihat Mbok Ijah yang sudah kembali dari kantin. Dengan kesadaran yang belum sepenuhnya kembali, ia berjalan menuju meja kerjanya. Sungguh, kerja jantungnya menjadi tidak normal sekarang.
"Nya..." panggil Mbok.
"Ya Mbok?"
"Tadi kata Tuan, pulang nanti Tuan sendiri yang akan menjemput ke sini."
"Menjemput? Tapi kita membawa mobil sendiri, Mbok. Mbok tidak bilang pada Mas Sean?"
"Sudah, Nya. kata Tuan, mobil Nyonya akan dijemput Mang Cecep nanti, Mbok dan Non Nai juga akan pulang bersama Mang Cecep. Sedangkan Nyonya, Tuan akan mengajak Nyonya keluar dulu sebentar," terang Mbok Ijah.
"Keluar? Ke mana?"
"Tidak tahu, Nya. Mbok cuma diminta menyampaikan itu saja tadi"