NovelToon NovelToon
Mencintaimu Adalah Luka

Mencintaimu Adalah Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kisah cinta masa kecil / Bad Boy / Enemy to Lovers / Idola sekolah
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Jaena19

Kania gadis remaja yang tergila-gila pada sosok Karel, sosok laki-laki dingin tak tersentuh yang ternyata membawa ke neraka dunia. Tetapi siapa sangka laki-laki itu berbalik sepenuhnya. Yang dulu tidak menginginkannya justru sekarang malah mengejar dan mengemis cintanya. Mungkinkah yang dilakukan Karel karena sadar jika laki-laki itu mencintainya? Ataukah itu hanya sekedar bentuk penyesalan dari apa yang terjadi malam itu?

"Harusnya gue sadar kalau mencintai Lo itu hanya akan menambah luka."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaena19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

delapan belas

" Gue mati gak?"

" Usah beda alam belum?"

"Tapi kenapa ini item semua?"

"Sumpah gue mati gitu aja?!"

"Woy, bodoh!"

Seruan yang mengingatkan emosi juga kekesalan itu membuat Kania membuka matanya secara perlahan. Ia rasa jantungnya baru saja berhenti berdetak beberapa detik yang lalu. Tapi sepertinya juga, itu hanyalah sebuah perasaan. Karena nyatanya dia masih bisa melihat dengan jelas kumpulan laki-laki bersakit hitam yang sedang menatapnya penuh emosi.

Sebentar-sebentar...apa ini artinya dirinya berhasil menghentikan motor-motor yang mengejar Laras? Wah!

Terimakasih Tuhan! Terimakasih karena Kania masih dikasih kesempatan untuk hidup! Ia membatin penuh syukur. Untung saja ulahnya barusan tidak membuat irinya pindah alam dalam hitungan detik.

"Lo gila ya?! Ngapain lompat ke tengah jalan?!"

Kania menunggu salivanya. Meski tidak bertemu dengan maut sesungguhnya, sepertinya Ia tetap dipertemukan dengan yang namanya maut dalam dunia.

Sialan! Kenapa mukanya pada serem-serem banget sih! Kania bergidik ngeri.

"Aaaduh!" Kania seketika meringis kesakitan.

"Ngapain lagi Lo?!"

" Aduh! Kaki gue sakit banget!" Ia menatap ngeri kepada para laki-laki yang mulai menghela napas itu.

Ia tidak berbohong. Sepertinya lompatannya tadi penuh semangat sampai kakinya dan lututnya pun terasa nyeri. Ah, ini sialnya karena menerima rok mini dari Laras. Sialan Laras!

"Lagian Lo tolol! Lo mabok ya?!"

Mabuk? Ide yang bagus.

"Lo Rio bukan si?!" Ia kembali memulai aktingnya. " Lo mantan gue, kan?"

Mantan? Apa itu? Kania tidak tahu kata itu dalam kamus hidupnya. Seumur hidup berpacaran juga belum pernah. Bagaimana ia bisa memilih berakting demikian?

"Anjir! Modelan kayak Lo jadi mantan gue?!" Laki-laki itu menyahut tidak suka.

"Rio-"

"Bangun gak Lo?!"

Astaga. Sepertinya setelah ia lepas dari para laki-laki dan menyeramkan ini, ia harus meminta bayaran tinggi kepada Laras.

Laki-laki itu kemudian berjongkok di hadapannya sebelum menampilkan senyum sinisnya." Lo temennya racer klasik ya?"

Tenang dan pelan. Itu adalah dua kata yang menyerahkan suara laki-laki di hadapan Kania saat ini. Tapi kenyataannya, ketenangan dan suara Tuhan itulah yang berhasil membuat jantung kalian kembali berdetak dengan cepat.

Jangan sampai gue ketahuan.

" Gue liat lo ngobrol sama Laras sebelum balapan."

"Gue pikir awalnya bukan, tapi semakin di perhatikan,,," ia menggantung ucapannya, memberikan raut sinisnya kemudian menyentuh dagu Kania tanpa izin.

"Itu lo-"

"Lepasin tangan Lo dari Kania!"

Suara tenang namun penuh penekanan itu seorang menjadi tanda baru bahwa malam ini akan kembali menjadi panjang karena ulahnya. Kania menghela nafasnya tanpa mengalihkan tatapannya dari laki-laki yang mulai menjauhkan tangannya untuk menyentuh dagu Kania.

"Wah! Karel Pradipta,,,itu Lo?"

Tanya kembali menarik nafasnya. Setidaknya ia bisa bernapas sedikit lega karena rencana gilanya barusan.

"Bangun!"

Kania meringis p." Gue keseleo, Rel-"

"Bodoh!"

Kania mendelik. Iya, makasih Karel pujiannya.

Dasar Karel. Tidak bisakah bersikap ramah sedikit padanya?

"Mending Lo semua pergi!" Karel berucap tenang. Ia kemudian merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya dengan santai. " Gue baru lapor polisi lima menit yang lalu. Iya semua tahu ada pos polisi di depan kan?"

Laki-laki yang berada di hadapannya, menatapnya dengan was-was. Gak percaya?" Ia kembali bersuara." Tunggu aja," tantangnya kemudian.

"Cabut!"

Seruan keras yang seakan menjadi tanda untuk membuat perpecahan itu berhasil membuat senyum sinis terlukis di wajah Karel. Sudahlah, ia itu terlalu pintar untuk segala hal. Tidak seperti gadis yang masih tersungkur mengenaskan di jalan itu.

"Karel,," Kania mengangguk pelan." Bantuin,," pintanya dengan manik mata penuh harap juga ukuran tangan yang mengudara ke atas seolah meminta Karel untuk menyentuh tangan itu.

Farel mahalan nafasnya kasar sembari memperhatikan luka yang terpampang jelas di kedua lutut juga pergelangan kaki Kania. Ia Kita habis pikir dengan kebodohan Kania yang sampai mempertaruhkan nyawa untuk Laras.

Bahkan Farel masih mengingat jelas pemandangan kaca spion mobil ketika mobilnya mulai menancap gas dan menemukan Kania yang melompat ke jalanan tanpa aba-aba.

"Lo emang udah gak mau hidup ya?" Sinisnya kemudian dia jongkok di hadapan Kania sembari memperhatikan luka besar Kania dari dekat.

"Yang Lo selamatin aja sehat, kenapa yang bantuin malah kayak preman gini-"

"Aw!" Kania meringis ketika dengan tidak berperasaan Karel menyentuh luka pada lututnya." Sakit, Karel!"

Karel berdecih." Masuk mobil gue. Gue anter balik-"

"Gak-gak!" Kania menyahut panik. Balik itu maksudnya pulang kan? Bagaimana ia bisa kembali ke rumah dengan keadaan seperti ini. Ia tidak akan mampu menyelinap seperti biasa ke dalam kamarnya dengan keadaan seperti ini. Ia juga tidak mungkin menggunakan pintu depan. Bisa-bisa hukumannya yang baru berakhir kembali dimulai.

"Laras gimana?" ia bertanya sembari menolehkan kepalanya ke beberapa arah seolah mencari mobil sahabatnya itu.

"Balik-"

"Balik?!" Kania berseru tidak percaya." Sialan! Gue mau mati, dia malah kabur!"

"Laras gak nyuruh Lo buat mati demi dia kan?" Karel menyahut sinis.

Kania mendelik. Sudahlah, berdebat dengan Karel pasti tidak ada akhirnya.

"Rel, bayarin rumah sakit boleh gak?" Pintanya kemudian. Permintaan yang berhasil membuat Karel mengalihkan kedua matanya untuk menatap Kania secara penuh." Sakit banget sumpah kaki-"

"Ya Lo, bego!"

Kania menghela napasnya dengan sebuah senyuman pahit." Tiga kali gue dikatain," decaknya pelan.

Ia kembali menarik napasnya." Gue cicil deh, anggap aja permintaan gue sekarang utang gue ke Lo, ya."

Karel berdecak. Tapi entah apa alasannya, laki-laki itu seketika terkekeh pelan." Lo bisa berdiri gak?" tanyanya dengan tenang.

"Kan dari tadi gue udah minta tolong buat bangunin, Karel." Keluh Kania. Sepertinya sok pintar apapun Karel, itu hanya seputar dalam logika bukan dengan ingatan. Terbukti dengan Karel yang sudah melupakan ucapannya beberapa menit yang lalu.

Karel mengalah." Sini!"

Tangan laki-laki itu terulur dengan tubuh yang seolah siap menahan beban tubuh mungil Kania.

"Gendong-"

"Gue jatuhin lagi mampus Lo!"

Dan saat itu juga Kania menggenggam erat tangan Karel. Tidak, ia tidak mau ucapan penolakan Karel barusan menjadi kenyataan. Bisa-bisa badannya remuk seketika.

"Permintaan Lo gue anggap sebagai balas budi gue malam ini."

_____

"Ya! Gue mohon, Laras!"

"Bujuk, Ya!"

Suara penuh harap kalian seakan memenuhi ruangan bernuansa putih itu. Setelah satu jam mendapat penanganan, akhirnya yang Kania tunggu hadir juga. Ia sempat mengira Laras benar-benar meninggalkannya di tengah jalan tadi. Ternyata kenyataannya, kakak dari gadis itu memergokinya di tengah jalan dan memaksa Laras untuk kembali ke rumah saat itu juga. Tapi perlu di syukuri, karena Laras bukan tipe orang yang mudah menyerah. Nyatanya temannya itu sedang berdiri sampingnya saat ini.

Bahu Kania merosot seketika." Nanti ponsel gue diambil lagi-"

"Ih!" Laras berdecak pada akhirnya. Ia merasa bersalah, tapi secara bersamaan ia juga dibuat pusing dengan kecerewetan Kania yang terus memintanya untuk berbohong pada kedua orang tua Kania.

" Bilang aja ada acara kemah dadakan. Terus gue berangkat jam dua pagi gitu!"

"Gila kali Lo ya?!" Laras menyahut jengkel. " Lo pikir orang tua Lo gak marah kalau tahu Lo ikut kemana tanpa bilang-"

"Gak!" Kania menyahut pasti." Gak akan ada yang peduli. Kasih tahu papah gue aja udah-"

"Rel! Ini Lo yakin gak jedotin kepala Kania ke aspal kan?" Laras melempar tatakan jengahnya pada Karel yang sibuk dengan ponselnya itu.

Karel mendongak, memperhatikan wajah Kania yang semakin terlihat pucat, sebelum menggeleng pasti. " Dari dulu emang udah gila setau gue," sahutnya yang kembali memfokuskan diri dari ponselnya.

"Sabar, Kania sabar!" Kania menyemangati diri sendiri.

"Abang gue ikut nganter Lo nanti, biar dia yang jelas-"

"Ngejelasin gue cabut dari rumah? Astaga Laras! Bisa mati berdiri gue!" Kania pusing sendiri.

"Ya mau gimana lagi?! Kalau orang tua lo lapor polisi karena anaknya ilang gimana?"

" Enggak - enggak." Kania bergidik jijik." Gak sampai segitunya," lanjutnya.

"Udah ya Kania. Percaya aja sama Abang gue. Dia lebih bisa diandalkan daripada Karel Lo itu!"

Karel berdesis tidak suka. Sudah diam saja, kenapa namanya tetap terbawa-bawa? Harusnya Laras berterima kasih karena dia sudah membawa Kania ke sini.

"Nia!"

Suara kalian masuk ketika mendominasi ruangan berhasil membuat semua keselamatan tertuju karena juga Dewa yang baru saja memasuki ruangan.

"Balik sekarang yuk? Takut kemalem-"

"Emang sekarang belum malem, Bian?" Kania menyahut dengan wajah tidak mengertinya. Ini sudah pukul satu malam, tentu jam yang sangat malam untuk rumahnya. Tapi sepertinya tidak untuk setiap manusia di dalam tubuhnya mengalir darah keluarga Pradipta.

Fabian terkekeh pelan." Gue anter sama Bang Dewa-"

" Gak- gak!" Kania kembali menyahut panik.

"Jawab begitu lagi gue bawa Lo ke panti asuhan ya sekalian!" Laras berdesis tajam.

Ya ampun Kania bisa beneran gila jika keadaannya seperti ini. Bahkan ia jelas mengingat rambutnya yang tidak memiliki salah apapun itu sudah ia ajak-acak sombongnya akibat frustasi.

" Kita anter, Kania. Nanti aku yang ngomong ke orang tua kamu-"

"Engga, bang-" Kania mengeluh pelan. Ia kembali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dengan raut wajahnya yang menyiratkan kepanikan juga ketakutan secara bersamaan.

"Kalau marah wajar, Kania. Semua orang tua pasti khawatir sama anaknya yang hilang tengah malam dan pulang dengan keadaan begini."

Kania kembali meringis. Ia tidak berpikir apa yang dipikirkan Dewa sesuai dengan kenyataan nantinya.

" Gimana kalau Fabian dan Laras aja yang antar ya?"

1
Suryani Tohir
nice
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!