Aruna, namanya. Gadis biasa yatim-piatu yang tidak tau darimana asal usulnya, gadis biasa yang baru memulai hidup sendiri setelah keluar dari panti asuhan di usianya yang menginjak 16 tahun hingga kini usianya sudah 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh lima
Sore harinya, Tama belum juga balik pulang ke apartemen. Mungkin tengah kumpul nongkrong bersama teman-temannya seperti apa yang di katakan Tama tadi pagi.
Sore ini entah mengapa, Aruna ingin sekali minum minuman byang segar-segar apalagi cuaca sore hari ini terlihat sangat terik. Dengan menggunakan rajut panjang untuk menutupi perut besarnya, Aruna keluar dari apartemen untuk pergi ke Yo-mart untuk membeli minuman dingin dan mungkin beberapa cemilan untuknya.
Jarak antara Yo-mart dengan apartemen dihuninya tidak begitu jauh, tiga menit jalan kaki saja sudah sampai.
Aruna tersenyum sumringah saat dirinya sudah masuk kedalam Yo-mart, kakinya melangkah masuk ke belakang kulkas untuk mengambil minuman yang di inginkannya, setelah dapat. Aruna memutari rak cemilan sebagai pendamping minumannya.
Setelah selesai dengan barang yang diinginkan, Helena kedepan kasir untuk membayar.
"Total semuanya, enam puluh tiga ribu rupiah, kakaknya mau bayar secara cash atau pakai kartu kredit? " tanya mbak kasir dengan senyum sopan yang senantiasa dia tunjukkan.
"Cash aja, mbak. " Helena mengeluarkan uang berwarna merah dari saku cardigan nya dan diberikan pada mbak kasir tersebut.
"Kembaliannya tiga puluh tujuh ribu, terimakasih banyak, kak. "
Helena tersenyum sebagai balasan, menenteng kantong belanjaannya yang cukup berat, kakinya melangkah pelan mendorong pintu untuk dia keluar. Kakinya baru saja melangkah meninggalkan teras Yo-mart, namun tangan kirinya tiba-tiba saja ada yang menarik keras membuat Helena berteriak karena kaget.
"Jadi ini perusak hubungan Tama dan Alana? Dasar perempuan keg*telan! Lo kasih badan lo, kan biar Tama mau sama lo, mana sampai hamil gede begini lagi, dasar mur*han! " ujar perempuan itu, Cindy namanya. Menatap Aruna dengan sorot merendahkan, matanya melirik perut besar Aruna dengan wajah seperti menahan jijik. "Kasian anak lo harus jadi anak har*m karena kelakuan ibunya yang kotor dan menjijikkan. "
"Jaga ya omongan kamu, jangan sembarangan menghina anak aku seperti itu. " Aruna menatap Cindy di depannya dengan mata memerah menahan amarah, seorang ibu mana yang tidak marah saat anak yang belum lahir menemuinya di hina seperti itu.
Cindy terkekeh sinis, menatap remeh wajah memerah Aruna. "Kenapa? Emang dari ucapan gua tadi ada yang salah? Lo hamil tanpa ada status menikah, itu berarti anak di perut lo itu anak har*m, mana bapaknya hasil dari ngerebut milik orang lagi, dasar gak punya malu! "
Aruna terdiam, mulutnya terasa keluh untuk dibuka. Matanya sudah berkaca-kaca, menatap tidak percaya pada Cindy yang telah mengucapkan kata-kata menyakitkan itu padanya.
"Gak bisa ngebalas kan lo sekarang? Ini balasan yang lo dapat karena udah jadi perebut dan perusak hubungan orang, dasar perempuan gila! " setelahnya Cindy pergi meninggalkan Aruna yang termenung kaku di tempatnya, tatapannya kosong menatap bawah lantai keramik dengan perasaan hampa.
Hingga terdengar rintikan hujan membuat Aruna menaikkan tatapannya menatap sendu pada hujan yang turun membasahi bumi, seperti mengerti akan kesedihan yang di alaminya kini. Hingga tatapannya terpaku pada pemandangan di depan halte jalan seberang Yo-mart.
Di sana, ada Tama dan Alana yang terlihat tengah meneduh di halte. Aruna tidak juga mengalihkan tatapannya sedikitpun dari kedua sejoli itu, mau bagaimana pun. Aruna tidak akan bisa mengganti posisi Alana di hati Tama, karena sebelumnya, hanya ada nama Alana lah yang selalu tersemat di hati dan jiwa laki-laki itu.
Sementara di seberang halte sana, Alana tidak sengaja mengalihkan tatapannya, hingga matanya terpaku pada sosok Aruna yang berdiri kaku di depan Yo-mart, menatapnya dan Tama dengan tatapan penuh luka.
Alana menyenggol punggung tangan Tama di sebelahnya, "Tama, ada Aruna di sana. "
Tama yang tengah melamun menatap rintikan hujan, tersadar saat punggung tangannya di senggol Alana. Dia mengikuti arah tunjuk Alana, dan dapat di lihatnya keberadaan Aruna yang menatapnya dengan tatapan terluka.
Tama terkesiap saat melihat setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Aruna, dia dengan gerakan cepat menerobos hujan menuju keberadaan Aruna diseberang sana.
"Aruna.. Lo kenapa bisa ada disini? " tanya Tama saat dirinya sudah berada di hadapan Aruna, melihat air mata Aruna yang terus berjatuhan membuat rasa sesak dirasakan di hatinya.
Alana tiba-tiba saja muncul ikut menyusul Tama, dia berdiri di belakang Tama, menatap diam pada Aruna yang kini juga menatapnya dengan tatapan sendu.
"Alana... " panggil Aruna dengan lirih, air matanya semakin deras keluar dari kedua matanya. "Aku minta maaf, Na. Karena aku, kamu harus putus dengan Tama, pacar kamu. Tapi kamu tenang aja, aku gak akan ngerebut Tama dari kamu, aku janji! Setelah anak ini lahir, aku bakal cerai sama Tama dan kamu bisa balikan lagi dia, maaf udah buat kamu terluka, tolong tunggu beberapa bulan lagi ya, kamu bakal bahagia terus dengan Tama. "
Alana menggeleng, dia menatap Aruna dengan sorot sendu, ada rasa sakit dan bersalah saat mendengar ucapan Aruna barusan. "Gak, Aruna. Jangan bilang begitu, aku ikhlas, aku rela. Tama memang sudah seharusnya sama kamu, juga sama anak yang kamu kandungi sekarang, dia butuh sosok ayah di sampingnya, dia butuh peran kedua orangtuanya. Kata orang-orang, sesuatu yang gak baik untuk dipertahankan harusnya di lepaskan, gak baik untuk kita genggam terus-menerus. " ujar Alana, tanpa sadar air matanya ikut berjatuhan membasahi pipinya.
Mendengar itu. Aruna menunduk, meremas pelan kantong belanjanya. "Sama, Na. Aku juga tidak bisa mempertahankan ini semua, hati aku udah terlanjur sakit. " gumamnya dalam hati.
Aruna mengangkat kepalanya, menatap sebentar pada Tama yang diam membisu di tempatnya. Lalu tanpa mengatakan apapun, Aruna pergi dari tempat itu menerobos hujan yang semakin deras mengguyur bumi, Aruna terlihat berlari dengan sekuat tenaga agar bisa pergi jauh dari dua orang yang membuat hatinya sakit.
"Tama, kerja Aruna, Tama. Dia lagi hamil besar, takutnya terjadi sesuatu sama Aruna dan bayinya. " Alana menggoyang kasar badan Tama yang terlihat melamun dengan wajah pucat. "Tama, sadar, Tama. Aruna pergi menerobos hujan. "
Tama seketika sadar saat Alana tiba-tiba saja berteriak dengan kencang, dia menatap linglung pada wajah Alana yang banjir air mata, kemudian tatapannya mencari keberadaan Aruna yang entah hilang kemana di hadapannya.
"Lo kenapa? Aruna kemana? " tanya Tama dengan linglung.
"Aruna lari ke sana Tama, dia menerobos hujan. Cepat kejar Aruna, takutnya terjadi sesuatu sama dia dan bayinya. " ujar Alana dengan suaranya yang sudah serak, mendengar itu. Tama dengan cepat pergi menuju motornya terparkir, dan menyusul mencari keberadaan Aruna yang menerobos hujan yang sangat deras, belum lagi kondisi perempuan itu tengah hamil besar.
•
•
•