Tidak pernah Alana menyangka, pria yang sengaja dihindari selama lima tahun ternyata adalah atasannya.
Karena rasa benci jika pria tersebut menikah lima tahun yang lalu membuat Alana merasa kecewa dan berniat pergi. Tapi, semua itu sia-sia karena Silas menjadi Atasannya.
Silas yang memang masih mencari Alana karena rasa cinta tentu saja suka melihat wanita itu berada disekitarnya. Tanpa sengaja mereka melakukan malam panas bersama disaat Alana sedang dikuasai oleh pengaruh alkohol.
Lalu, bagaimana dengan kisah mereka selanjutnya? apakah Alana akan tetap bekerja di bawah Silas atau malah tetap menjadi simpanan pria yang sudah menikah lagi itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Madumanis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30
Selama proses makan siang Alana terus memperhatikan Silas yang tengah makan juga. Terlihat sekali jika Silas tidak suka dengan makanan pedas hanya saja sepertinya sedang menghargai semua yang telah Alana berikan. Wajah Silas sampai memerah mungkin karena pedas ayam geprek tersebut, Alana memang memilih level paling pedas karena memang suka makanan yang menantang.
Alana berjalan menuju Silas yang terus berusaha untuk makan, ia merebut makanan tersebut. "Kak, sudah.. kau tidak tahan pedas, kenapa terus memaksa untuk makan?" Alana sebal jadinya, kenapa Silas sangat sulit mengatakan apa yang tidak disukai padanya.
Langsung Alana mengambil botol minum yang ada di meja, memberikan botol minum tersebut kepada Silas yang tengah kepedesan.
"Aku tidak tahu kalau kau tidak tahan pedas, ntah istri seperti apa aku ini sangat tidak berguna." Semua kata-kata itu asli keluar dari bibir Alana tanpa dipaksa siapapun.
Sampai Silas tersenyum simpul mendengarnya, ia menenggak habis minum yang Alana berikan tadi. "Lain kali katakan saja kalau yang aku pesan ini salah jadi kau tidak susah payah menahan sesuatu yang tidak kau suka." Alana memberikan arahan kepada suaminya itu.
"Apapun itu jika berasal darimu pasti akan aku suka, Ana. Aku tidak mau penolakanku malah membuatmu menjadi sedih, aku tidak mau hal seperti itu terjadi." Jawaban Silas membuat Alana terdiam sebentar seakan bingung mau berkata apa lagi.
Alana menjadi teringat ulahnya tadi, sungguh ia merasa bersalah sekali kepada Silas. Alana juga mencoba membayangkan jika hal tadi terjadi padanya pasti tidak akan pernah memaafkan Silas tapi hal seperti itu tidak pernah Silas lakukan padanya.
"Soal kemarahanku tadi, lupakan saja. Maaf aku tidak bisa mengendalikan emosi, lain kali hal seperti ini tidak akan terjadi lagi." Silas mengatakannya penuh ketulusan.
Susah payah Alana menahan senyumannya, ia mencoba mengangguk sebagai tanda mengerti. "Sebenarnya aku tidak tahu melakukannya lebih tepatnya... tidak tahu cara memimpin permainan." Ungkap Alana sejujurnya agar Silas tidak salah paham lagi.
Sampai Silas terkejut sebentar, ia lupa jika Alana adalah anak perawan yang selalu saja menjaga diri. Silas tertawa kencang karena telah marah akan sesuatu yang tidak jelas, seharusnya wajar saja bukan kalau Alana tidak tahu harus apa lagi.
Silas bangkit dari duduknya, membawa Alana hingga duduk manis di meja kerja miliknya. Tangan Silas memegang kedua paha mulus Alana yang sedikit terangkat.
"Kita harus lebih rajin berkomunikasi lagi, Ana. Bagaimana?"
Ntah kenapa kali ini Alana sedikit mau karena merasa apa salahnya memberikan kesempatan lagi kepada Silas.
"Aku setuju, mari lebih banyak bicara agar kita saling lebih mengenal satu sama lain." Alana tertawa kecil disaat Silas tersenyum sangat lebar padanya.
Tangan Silas meraih dagu Alana yang sangat indah, ia ingin merasakan bibir Alana lagi. Disaat mulai mendekatkan bibirnya pada Alana malah wanita itu sedikit menghindar.
"Mulutku masih bau ayam geprek mungkin, aku harus membersihkan dulu." Alana ingin pergi tapi tetap saja Silas menahan tubuh Alana untuk tetap duduk.
"No, sayang. Yang aku butuhkan dan yang aku sukai adalah Alana bukan apapun, itu saja."
"Kak, jangan.. emmmm.." Bibir Alana sudah dibungkam oleh bibir Silas, melakukan pergulatan bibir lebih menuntut padahal Alana sendiri sedikit kewalahan membalasnya.
Tapi, kali ini rasanya lebih nikmat melebihi apapun. Alana tidak sadar jika Silas tengah membuka satu persatu pakaian miliknya meskipun tengah saling bergulat bibir. Tubuh Alana seakan merinding disaat lebih merasakan suhu dingin akibat AC.
"Emm.. pelan-pelan saja, Silas.." Alana tersenyum tipis kepada Silas disaat pria itu sangat tidak sabaran membuka bra dan pakaian dalam lainnya.
Segala macam bentuk kenikmatan telah Silas lakukan untuk Alana, melakukan pemanasan agar disaat bagian paling menyenangkan nanti dimulai tidak menimbulkan rasa sakit. Kaki Alana ditarik oleh Silas hingga berada tepat di ujung meja. Alana melihat dengan jelas bagaimana junior Silas masuk kedalam liang miliknya.
"Ohhh.." Alana mendongakkan kepala merasakan miliknya yang terasa penuh akibat dimasuki.
Tanpa jeda Silas langsung bergerak lihai dan tidak beraturan sampai suara kenikmatan antara keduanya memenuhi ruangan. Alana terus mendesah disela telinga Silas, mengatakan berbagai bentuk kenikmatan yang ia rasakan.
"Ahhh.. lebih cepat lagi, Kak.. lebih cepat!" Alana semakin terhuyung karena Silas menambah kecepatannya.
Apapun akan Silas lakukan demi membuat Alana puas dan merasakan kenikmatan yang ia ciptakan.
"Bagaimana rasanya, Baby?"
"Ohhh.. luar biasa!"
"Kau hanya milikku mengerti, setelah ini aku akan membuatmu tidak bisa pergi dariku sedikitpun, Ana. Tidak akan!" Semakin cepat pergerakan Silas hingga Alana tidak kuasa menahan semuanya lagi
~
Bella turun dari mobil setelah lama diperjalanan dari Mansion menuju Perusahaan Alexander. Tangan Bella memegang bekal makanan, ia sengaja memasak makanan kesukaan Silas kali ini untuk makan siang bersama. Bella berjalan penuh percaya diri, semua orang yang ia lewati menunduk hormat karena tahu jika Bella adalah istri sang Silas Alexander.
"Tuanmu di ruangannya?" Tanya Bella kepada resepsionis tersebut, karena mungkin saja Silas tengah meeting di ruangan lain bukan.
"Tuan ada di ruangannya, Nyonya."
"Baiklah, terimakasih." Bella berjalan menuju lift, ia berdebar bertemu dengan Silas kali ini. Tanpa Bella sadari jika ada Wendi yang memperhatikan setiap apa yang ia lakukan.
Tanpa berpikir panjang Wendi langsung berlari menuju Bella, ia tahu jika Alana masih berada di dalam ruangan Silas. Sudah ada satu jam mereka tidak keluar dari ruangan tersebut menandakan jika aktivitas lain sedang terjadi.
"Bella, kau mau bertemu dengan Silas?" Tanya Wendi disaat mereka sudah berada di dalam lift yang sama.
"Iya, jangan ganggu aku, Wendi. Pergilah, berhenti selalu mengejar aku." Bella ketus sekali, ia sebal karena Wendi selalu saja menganggu. "Kau adalah asisten suamiku, setiap yang kau lakukan akan selalu diperhatikan. Jangan membuat aku dalam masalah, aku mohon!"
Wendi berdecak sebal saja karena Bella selalu saja merasa percaya diri akan semuanya. "Mulai hari ini kau bukanlah istri dari Silas lagi, Bella. Pria itu telah menceraikanmu, apa kau tidak tahu?"
"Omong kosong apa yang kau katakan itu, ha?!"
"Aku mengatakan yang sebenarnya, Bella. Demi Alana yang sangat dicintai olehnya, Silas telah menceraikan dirimu tanpa persetujuan dari mu ataupun dari nyonya besar."
"Kau yakin ingin menganggu suami istri yang tengah saling menikmati tubuh di dalam ruangan itu satu sama lain?" Tanya Wendi disaat pintu lift terbuka, Bella mundur dengan tatapan mata kosong kearah depan menatap tidak menyangka.
ada sih di novel hahahaha...