Mencintaimu Adalah Luka

Mencintaimu Adalah Luka

satu

Kepulan asap itu kembali keluar dan berterbangan dari mulutnya, hisapan pada selinting benda panjang itu seakan membawa ketenangan baginya. Rintik hujan yang mulai membasahi seragamnya pun tidak terasa, saking menikmati benda itu.

Benar kata orang, jangan pernah mencoba jika tidak ingin jadi candu. Karena dirinya sudah merasakan hal itu sekarang.

Benda yang terhimpit diantara jadi telunjuk dan jari tengahnya itu kembali dijauhkan dari bibir merah mudanya setelah ia menghisap benda itu. Ia kembali menghembuskan asap yang terasa sesak di mulutnya itu ke udara. Ia terus mengulangi kegiatan itu.

Kata orang benda itu bisa membuat mereka merasa tenang dari kalutnya pikiran. Bisa ia akui, pendapat itu ada benarnya. Karena ia pun merasakan hal yang sama. Meski hanya sementara, tapi setidaknya otaknya bisa bekerja lebih tenang.

Rambut panjangnya yang terikat acak-acakan dengan lengan kemejanya yang terlipat, tangannya yang putih itu terlihat. Rok yang seharusnya menutupi lutut juga dilipat dengan jahitan di bawah sehingga berada dua senti diatas lutut.

"Kania-"

Ia menghembuskan asap itu kembali, suara yang berasal dari pintu terbuka itu lantas membuatnya menoleh ke arah sana. Ia mendapati seorang laki-laki dengan kemeja terbuka dan menampilkan kaos dalaman berwarna hitam sedang berdiri menatapnya dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Ia terkekeh pelan, kemudian membiarkan tangannya yang memegang rokok itu bersandar sebentar pada ujung kursi taman.

"Kanapa, Rel?"  tanya Kania tenang, garis itu baru saja menyembunyikan rokoknya dari hadapan laki-laki itu.

Karel mengalami nafasnya, ini bukan kali pertama dirinya menemukan Kania dengan selinting roko di tangannya. Dia tidak mempermasalahkan temannya itu merokok, bahkan dirinya tidak peduli, mengingat dirinya yang juga suka sekali dengan benda itu. Hanya saja, Kania itu seorang gadis yang masih duduk di bangku SMA, dan akan suatu saat nanti akan menjadi wanita hamil bahkan melahirkan. Apakah itu pantas? Apakah tubuh gadis itu akan baik-baik saja? Meskipun terdengar begitu jauh untuk melihat masa depan, Karel kira itu hal yang wajar untuk dipikirkan.

"Bagi!" Karel mengeluarkan tangannya, menunjukkan telapak tangannya kehadapan Kania dan memaksa gadis itu untuk mengeluarkan kotak yang ia yakini berada di saku rok gadis itu.

Kania menggelengkan kepalanya, kemudian menampilkan senyum lebar." Habis." Dia menaikkan tangan kanannya, menunjukkan benda yang sebentar lagi akan habis itu pada Karel." Ini yang terakhir," lanjutnya.

Jika saja orang lain yang berada di hadapan Kania saat ini, mungkin akan percaya dengan ucapan gadis itu barusan. Tetapi karena yang berada di hadapannya adalah seorang Karel, sudah jelas laki-laki itu tidak akan percaya. Bahkan kantong rok gadis itu saja membentuk cetakan kotak sempurna. Jika benda yang dimaksud sudah habis, seharusnya dibuang, bukan malah disimpan kan?

"Balik, Rel! Nanti lu ngomel-ngomel ke gue lagi," lirih Kania." Habis ini gue balik kok!"

Karel diam. Laki-laki itu mengamati dengan seksama wajah Kania. Kulit mulus, kedua mata yang berwarna coklat terang, serta bibir yang berwarna merah muda dan cantik tanpa polesan apapun. Ternyata bibir gadis itu terlihat baik juga, bahkan setelah gadis itu menghisap berkali-kali benda itu, bibirnya masih menunjukkan warna yang seharusnya. Atau mungkin bisa saja Kania merawat bibirnya dengan baik supaya kebiasaannya itu tidak mudah diketahui oleh orang lain.

"Kania-"

"Rel!" Kania lebih dulu memotong ucapan Karel. Gadis itu menatap penuh selidik pada Karel kemudian melebarkan senyumannya. " Lo udah mulai punya perasaan sama gue ya?!" Serunya dengan semangat kemudian menarik turunkan alisnya, menggoda Karel yang sudah mendelik jijik di hadapannya itu.

"Kalau bukan karena Sania, gue juga nggak mau ke sini!" Balas Karel terang-terangan.

Mungkin bagi Karel, ucapan barusan adalah hal yang wajar di dunianya. Tapi bagi Kania, kata-kata itu bagaikan saya tanah halus di hatinya. Lagi-lagi Sania,,,batin gadis itu.

Kania menampilkan senyum getirnya, kemudian menetap sepatunya, mengalah tatapan dingin Karel yang masih menghunus tajam ke arahnya.

"Pergi, Rel.."pinta Kania lirih.

"Balik, Kan-"

"Gue pasti balik habis ini!" ucap Kania tajam. Ia kembali mendongak dan membiarkan laki-laki itu mengartikan sendiri senyumannya.

"Lain kali, kalau memang lu nggak peduli sama gue, gak usah samperin gue lagi. Jangan buat gue mengharapkan sesuatu yang gak bisa Lo kabulin," lanjutnya kemudian menghisap kembali rokoknya yang sempat terabaikan karena kehadiran Karel.

Karel berdesis." Seharusnya lu bersyukur karena masih ada yang peduli sama!" ujarnya tajam.

Bukan ya mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Sehingga perlahan memudar, digantikan dengan ekspresi datarnya yang berhasil membuat Karel heran.

"Gue akan bersyukur kalau lo yang benar-benar peduli-" ia berhenti sejenak menatap tajam ke arah mata Karel."tanpa ada embel-embel sama orang lain di akhir kalimat." Kemudian Kania membuang rokonya, menginjaknya dengan sepatu. Lalu gadis itu lebih dulu meninggalkan Karel yang terpaku di posisinya.

Sesulit itu  itu ya membuat karya jatuh cinta padanya? Apa wajahnya terlalu biasa saja sampai pesonanya tidak terlihat di mata laki-laki itu? Atau mungkin karena rokoknya? Ah, Kenapa harus Karel yang selalu memergokinya saat ia merokok? Apakah Karel tau? Menyukainya bukanlah sesuatu yang mudah bagi Kania. Itu hanya senjata baru untuk merebutkan hatinya yang bahkan sudah tak berbentuk. Padahal dia berharap Karel dapat menjadi obat untuk hatinya.

_____

"Kania!"

Suara nyaring dan tajam itu berhasil menusuk gendang telinganya. Niatnya untuk merapatkan kedua matanya sejenak terhalang karena teriakan itu. Jam pelajaran kedelapan baru saja selesai dan otaknya sudah pusing tujuh keliling. Rasa kantuknya sudah berhasil ia tahan sehingga pelajaran matematika tadi bisa terlaksana dengan tenang, itu saja sudah termasuk perjuangan.

"Tidur muli Lo!" Decak Laras jengkel. Tadi pagi Kania berjanji akan menemani gadis itu membeli botol minum di kantin. Tetapi lihat saja, namanya itu malah melancarkan niat untuk mengingkari janji padanya.

"Suara berisik banget sih!" Kania telinganya yang perlahan terasa panas. Suara menggelegar  Laras barusan berhasil membuat telinganya pengang beberapa saat.

Laras tersenyum lebar, dengan wajah tidak berdosanya." Ayo ke kantin!" ajak gadis itu. Laras menarik paksa dengan Kania untuk bangkit dari posisinya, habis tempatnya menghalangi niat Kania untuk tidur di jam istirahat.

Bukan Kania namanya kalau dengan mudah menuruti permintaan Laras. Karena jelas gadis itu akan membuat Laras kesusahan, berdecak, berdesis, bahkan mengumpat untuk mengabulkan permintaan temannya itu.

"Cepet bangun ih!" Laras gemas sendiri." Ada Karel lo-"

Kania menggebrak meja. Laras lantas memundurkan langkahnya cepat, menjauh dari meja Kania yang atmosfernya berubah seketika. Suasana tegang yang sempat Kania berikan tergantikan dengan suasana senang, dan jangan lupa senyum lebar serta langkah mantap Kania.

"Sialan!" Laras mengumpat. Jika diminta menemani saja, sudah pasti Kania malas-malasan dan sering mengucapkan kata tidak mau. Tapi jika dirinya menyebut embel-embel Karel dalam kalimatnya, pasti gadis itu jadi memiliki semangat untuk menemaninya.

Kania Wijayanti, gadis remaja yang selama satu tahun terakhir ini memakai seorang Karel Pradipta. Laki-laki keren yang menjabat sebagai ketua angkatan, kapten basket dan digadang-gadang merupakan calon ketua OSIS yang pemilihannya sebentar lagi akan dilaksanakan. Bahkan sejak berita itu tersebar pun, laki-laki itu sudah memiliki banyak penggemar, apalagi jika nanti kata calon itu menghilang? Bisa-bisa Kania semakin tersingkirkan karena banyak gadis lain yang menyukai Karel dan tentunya lebih baik darinya.

Selama hampir setengah tahun dirinya menjabat sebagai siswi di SMA Bina Jaya, dirinya jelas mengetahui juga sadar, yang namanya Karel pasti tidak luput dari dayang-dayang dan salah satunya dengan berat hati kalian mengakui, Iya salah satu dari puluhan dayang-dayang itu, miris.

Padahal, selama ini kalian sudah menggunakan berbagai cara untuk mendekati laki-laki yang umurnya terpaut beberapa bulan saja dengan yang itu. Mulai dari mengikuti Karel setiap tanding basket, mengikuti karir ke kantin, mengikuti Karel main bersama teman-temannya, mengikuti karya pergi ke club' malam dengan bantuan Laras. Yang pasti, kemanapun laki-laki itu pergi, Kania pasti akan mengusahakan untuk hadir di sana.

Kenyataan jika dirinya sering dijadikan sopir dadakan juga bukan sebuah rahasia di sekolahnya. Bahkan, dirinya pernah dimintai tolong oleh laki-laki itu untuk menyiapkan surprise untuk Sania dan berita itu sudah menyebar luas ke seluruh sekolah. Kania sampai rela menjadi bahan ejekan, karena dia selalu menuruti apapun yang diminta Karel sekalipun itu untuk gadis lain. Mungkin mereka yang mengejek Kania tidaklah mengerti, setiap detik bersama Karel adalah anugerah terindah yang tidak boleh disia-siakan.

Itulah sulitnya mencintai seseorang yang tidak mencintai kita. Kalau saja hatinya tidak seluas daratan dan tidak sedalam samudra, mungkin setiap hari dia akan mengumpat pada laki-laki itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!