Kazuya tak pernah merasa lebih bersemangat selain saat diterima magang di perusahaan ternama tempat kekasihnya bekerja. Tanpa memberi tahu sang kekasih, ia ingin menjadikan ini kejutan sekaligus pembuktian bahwa ia bisa masuk dengan usahanya sendiri, tanpa campur tangan "orang dalam." Namun, bukan sang kekasih yang mendapatkan kejutan, malah ia yang dikejutkan dengan banyak fakta tentang kekasihnya.
Apakah cinta sejati berarti menerima seseorang beserta seluruh rahasianya?
Haruskah mempertahankan cinta yang ia yakini selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riiiiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Manager Rasa Pacar?
Aronio tertawa lepas mendengar candaan Boim yang selalu menggodai Rama dan Sinta. Suasana makan siang di kantor itu terasa hangat dan penuh keakraban, seperti biasa. Boim memang selalu berhasil membuat suasana jadi ringan dengan lelucon-leluconnya yang konyol. Beberapa rekan satu divisi ikut tertawa, ada yang menggelengkan kepala sambil tersenyum.
"Gue mah ogah pacaran sama satu divisi, apalagi sama bentukan kayak elo." Ucap Sinta lagi dan lagi kearah Rama. Tentu Rama tak mau kalah membalas dengan raut tak sukanya kepada Sinta.
"Bener nih, lo nggak mau pacaran sama anak satu divisi?" tanya Putri sambil menatap Sinta dengan sorot mata penuh arti. Ada sesuatu di balik tatapannya, seolah mengingatkan Sinta pada fakta yang mungkin sudah lama ia lupakan. Raut wajahnya mengisyaratkan bahwa ada lebih dari sekadar pertanyaan biasa di balik kalimat itu.
Tiba-tiba, Sinta menyengir penuh arti, "Kalau satu divisi, tapi cowoknya pak Aro," katanya dengan nada menggoda, "saya berubah pikiran. Nggak usah ditanya lagi, langsung setuju. Mau nggak pacaran langsung gas akad juga boleh banget. Hehehe..." Wajahnya langsung memerah, malu-malu. Ditambah lagi, ia mengucapkan kalimat itu tepat di depan Aronio, membuat memicu tawa kecil dari yang lain.
Melihat hal tersebut Aronio terkekeh pelan, lalu menampilkan senyuman hangatnya. Tanpa membalas omongan tersebut. Tak ada raut marah dan kesal mendengar ucapan dari bawahannya.
"Wahhh, gimana nihh, Pakk?" Boim langsung bersuara riang, matanya menyipit memperhatikan reaksi Aronio yang hanya tersenyum manis tanpa memberikan respon verbal. “Rama saingan Lo berat banget, nih—bapak manager,” lanjutnya sambil tertawa keras, mengarah ke Rama yang duduk di seberang meja.
"Nggakk!! Gue paling keras nggak setuju!" Bukan Aronio ataupun Rama yang berbicara, tapi Putri yang dengan lantang menolaknya. "Pak Aro itu pacar bersama kita, nggak boleh ya di ambil secara sepihak gitu." Raut putri terdengar panik.
"Iyaaa!! Ntar kalo gue lagi butuh bantuan pak Aro kalo mobil gue mogok lagi, bapak nggak bisa langsung dateng bantuin kalo udah ada pacar." Nami ikut tidak setuju jika Aro berpacaran. Aronio adalah sosok lelaki yang selalu anak divisinya andalkan bahkan untuk masalah di luar pekerjaan.
"Hahhh? Lo pernah mogok terus minta bantuan pak Aro?" Boim sempat terkejut mendengar penuturan Nami. Memang sih, Nami cewe cantik ini yang paling populer di divisinya. Tapi masa ia sih Aronio rela membantu segitunya. "Bapak bantuin, pak?" Tanya Boim memastikan kepada orangnya langsung, sedikit tidak percaya dengan omongan Nami.
"Ya kan ada orang kesulitan masa kita nggak bantuin, Im." Jawab Aronio santai, mengangkat bahunya dengan ekspresi yang tenang.
Wajahnya masih menunjukkan senyum lembut, meskipun di dalam hatinya, ia merasa itu adalah hal yang seharusnya dilakukan. Bagi Aronio, membantu sesama, apalagi ketika seseorang membutuhkan bantuan dan kita mampu memberikan solusi, adalah hal yang wajar. Bukan kah ketika ada orang yang meminta bantuan kepada kita sudah seharusnya kita bantu, apalagi kita dalam posisi masih bisa membantu orang tersebut.
"Gue aja pernah minta tolong pak Aro jemput gue malem-malem kabur dari cowo gue." Jawab Putri santai.
Semua mata langsung tertuju pada Putri setelah ucapannya itu. Boim yang tadinya sibuk tertawa, terdiam sejenak, lalu menatap Putri dengan ekspresi bingung bercampur tak percaya. Sinta yang duduk di sampingnya, hampir melupakan suapan terakhirnya, langsung menatap Putri dengan mulut terbuka sedikit, mencoba mencerna apa yang baru saja didengar. Tentu para lelaki yang responnya tidak santai mendengar beberapa penuturan yang mengejutkan mereka.
"Anjingg!!! Lo mau kabur dari cowo Lo, terus bawa pak Aro kabur gitu?" Syokkk Rama. Tanpa bisa menahan ekspresinya, ia langsung mengeluarkan seruan terkejutnya.
"Omongan Lo Rama!!! Di denger bapak-bapak manager itu kena Lo!" Peringat Putri menunjuk ke arah sisi rombongan manager berkumpul. "Kalo manager pak Aro mah oke aja kan pak, udah hafal sama mulut-mulutnya si Rama ini yang isinya kosa katanya cuman nama-nama hewan."
Aronio hanya membalas dengan respon mengganguk, mulutnya sedang penuh mengunyah makanannya. Menandakan jika dirinya menyetujui apa yang dikatakan Putri barusan, tak masalah jika mendengar kata-kata kasar dari mereka. Namun, jika para Bapak Manager lain ia tidak bisa memastikan hal tersebut.
"Gue nggak bawa pak Aro kabur, ya!!! Pak Aro nyelamatin gue dari mantan gila gue pokoknya. Udah lama juga kejadiannya sebenernya males gue ingat-ingat buat trauma aja. Untung ada pak Aro yang super baik ini. Bapak waktu itu nggak cuman nyelamatin diri saya aja loh pak, tapi mental dan kewarasan saya. Saya langsung merasa ada pangeran jatuh dari langit yang lagi nyelamatin Cinderella." Perumpamaan itu membuat anak-anak di meja tersebut bergidik jijik.
"Amit-amit, Put. Gue kok jijik gitu ya dengernya. Aturan bapak waktu itu nggak perlu nolongin kata gue sih pak. Biarin dia masuk ke kandang buaya itu." Ujar Boim. "Lagian bapak mau-mau aja dijadiin tempat p3k sama anak-anak ini pak."
"Kok p3k sih. Emang pak Aro obat."
"Pertolongan pertama pada kesedihan." Jelas Boim mengubah kata kecelakaan pada p3k menjadi kesedihan.
"Ya emang betul obat sih, sebenernya obat setiap kesedihan." Cengir putri menatap Aronio penuh binar.
......................