Kecelakaan yang menimpa Nasya bersama dengan calon suaminya yang menghancurkan sekejap kebahagiaanya.
Kehilangan pria yang akan menikah dengan dirinya setelah 90% pernikahan telah disiapkan. Bukan hanya kehilangan pria yang dia cintai. Nasya juga kehilangan suaranya dan tidak bisa berjalan.
Dokter mengatakan memang hanya lumpuh sementara, tetapi kejadian naas itu mampu merenggut semua kebahagiaannya.
Merasa benci dengan pria yang telah membuat dia dan kekasihnya kecelakaan. Nathan sebagai tersangka karena bertabrakan dengan Nasya dan Radit.
Nathan harus bertanggung jawab dengan menikahi Nasya.
Nasya menyetujui pernikahan itu karena ingin membalas Nathan. Hidup Nasya yang sudah sepenuhnya hancur dan juga tidak menginginkan Nathan bisa bahagia begitu saja yang harus benar-benar mengabdikan dirinya untuk Nasya.
Bagaimana Nathan dan Nasya menjalani pernikahan mereka tanpa cinta?
Lalu apakah setelah Nasya sembuh dari kelumpuhan. Masih akan melanjutkan pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 Membawa Ke Luar Negri
"Dia benar-benar sangat kurang ajar yang tidak bisa menghargai orang yang lebih tua. Saya ini bukan hanya orang tua Nathan, tetapi juga ibu mertua kamu!" tegas Santi yang benar-benar kesabarannya telah diuji.
"Ibu mertua. Sejak kapan seorang ibu yang memiliki rencana untuk menikahi seorang gadis hanya dengan tujuan satu hal dan selama ini hanya bersandiwara," batin Nasya dengan kesal.
"Mah, Sudahlah!" Nathan yang berusaha untuk netral menenangkan ibunya yang pasti sedang emosi.
"Kamu mau makan apa? Aku akan pesan makanan. Jangan terlalu banyak protes. Katakan saja ingin makan apa," sahut Nathan yang lebih baik menuruti keinginan Nasya daripada Nasya semakin banyak menuliskan kalimat yang membuat Santi semakin sakit hati dan bertambah naik darah.
"Aku tidak mau makanan yang dipesan. Aku mau makanan yang di rumah. Kamu jemput ke rumah. Karena masakan yang dimasak Bunda yang bisa membuatku makan," tulis Nasya.
Jantung Santi benar-benar ingin melompat melihat tulisan itu yang mana Nasya sudah sangat keterlaluan yang menguji kesabarannya. Nathan juga terlihat bersabar yang membuang nafasnya perlahan ke depan.
"Baiklah!" dengan sangat mudah Nathan menuruti permintaan Nasya, walau wajah itu jelas terlihat terpaksa.
"Nathan kamu ingin pergi ke rumahnya dan mengambil makanan yang dimasakkan Ibunya dan sementara kamu harus membiarkan makanan Mama seperti ini. Mama memikirkan kamu seharian dan membawakan makanan ini untuk kamu dan kamu akan meninggalkannya hanya untuk menuruti permintaan wanita itu?" sahut Santi yang pasti tidak terima dengan tindakan Nathan.
"Aku hanya pulang sebentar untuk mengambil makanan yang dia inginkan dan setelah itu aku akan memakan makanan Mama. Karena bagiku makanan yang Mama masak jauh lebih enak," jawab Nathan yang tidak ingin menyakiti hati ibunya itu.
Nasya mendengarnya terlihat menyergah nafas.
"Tapi ini sudah waktunya jam makan dan sebaiknya kamu makan terlebih dahulu dan setelah itu baru memberi dia makan!" tegas Santi yang benar-benar kehilangan kesabaran.
"Mama jika mau pulang maka pulanglah dan jika mau menunggu di sini maka tunggulah di sini. Aku pergi dulu," ucap Nathan yang tidak banyak bicara dan langsung keluar dari ruangan itu.
"Nathan!" Santi yang berusaha untuk memanggil putranya dan tidak didengarkan Nathan dan sementara Nasya tersenyum miring yang benar-benar sengaja melakukan semua itu yang ingin membuat Santi marah.
Mata Santi langsung menatap tajam ke arah Nasya yang tidak ada kata bersandiwara untuk lembut-lembut lagi kepada menantunya itu.
"Apa maksudmu dengan bertingkah seperti ini? Anakku bukan pembantumu yang bisa kau perintahkan begitu saja!" kesal Santi.
"Jangan mentang-mentang semua yang terjadi karena Nathan dan kamu memanfaatkan dia untuk mengurusmu. Dia juga punya kehidupan dan tidak selamanya bisa kamu tahan!" tegas Santi.
Tatapan mata Nasya menggambarkan seolah tidak peduli dengan protes Ibu mertuanya itu dan dia justru sangat menikmati kemarahan itu.
"Kau tersenyum," sahut Santi yang melihat senyum sedikit di sudut bibir Nasya.
"Apa yang sebenarnya yang ada di pikiranmu hah! Anakku satu-satunya harus menikah dengan wanita yang seharusnya dia bisa mendapatkan wanita dengan memiliki fisik yang sempurna dan kau bukannya berterima kasih dan bertingkah seperti ini. Apa kau pikir pertanggungjawaban yang dilakukan keluarga kami tidak terlalu berlebihan hah!" sahut Santi.
Nasya tidak merespon apapun atau tidak berniat sama sekali untuk mengetik untuk membalas kata-kata Ibu mertuanya itu. Tatapan matanya sudah sangat menjelaskan bahwa dia sangat puas melakukan hal itu.
"Arkhhh!" Santi mengumpat kesal dengan berusaha untuk tenang yang mengatur nafasnya.
"Aku benar-benar menyesal atas semua ini!" umpatnya yang langsung berlalu dari hadapan Nasya yang keluar dari ruangan itu.
"Jika menyesal kenapa mengambil tindakan yang gegabah. Kalian seharusnya tidak perlu berpura-pura atas apapun kepadaku. Aku juga tidak butuh semua ini," batin Nasya menghela nafas.
Dia juga menenangkan diri yang mengumpulkan energinya kembali atas tindakan yang sudah dia lakukan.
Nathan yang akhirnya kembali ke rumah sakit setelah membawakan makanan yang dimasak oleh Malika.
Nathan membuka pintu ruangan perawatan itu dan sudah tidak ada ibunya di sana dan Nasya tetap duduk pada tempatnya.
"Mama sudah pulang?" tanya Nathan.
Nasya tidak merespon apapun dan bahkan tidak melihat Nathan. Nathan yang langsung duduk dan mengeluarkan makanan tersebut dari paper bag berwarna coklat.
"Kamu makanlah!" titah Nathan yang meletakkan tepat di hadapan Nasya yang hanya tinggal dimakan saja.
Tetapi Nasya sama sekali tidak menyentuh makanan itu yang membuat Nathan bingung.
Tok-tok-tok-tok.
Pintu ruangan yang di ketuk membuat Nathan menoleh yang ternyata Suster yang masuk.
"Maaf! Apa Nona Nasya sudah selesai makan dan kita bisa melanjutkan terapinya?" tanya Suster yang membuat Nasya menganggukkan kepala.
"Baiklah kalau begitu kita lanjutkan saja," Suster tersebut langsung menghampiri Nasya dan mendorong kursi roda Nasya.
Nasya yang benar-benar meninggalkan makan siangnya yang sudah bersisa payah dijemput Nathan.
"Apa sebenarnya maunya," gumam Nathan dengan pelan sampai tidak terdengar oleh siapapun. Dia terus melihat ke arah Nasya yang bertingkah seperti anak kecil.
Agar Nasya makan. Nathan sampai rela pulang untuk menjemput makanan tersebut dan walau kata-kata Nasya pasti sudah membuat ibunya tersinggung. Tetapi begitu sampai kembali dan makanan itu tidak disentuh sama sekali dan siapa yang tidak kesal dengan cara Nasya yang seperti sengaja mempermainkan dirinya.
***
Setelah melakukan terapi sampai sore hari. Akhirnya Nathan dan Nasya yang kembali pulang dengan mereka berdua yang sudah berada di dalam mobil. Di dalam mobil yang hanya terdengar hening dan tanpa ada pembicaraan sama sekali.
Raut wajah Nathan yang terlihat masih sangat kesal dan pasti masih bersangkutan dengan kejadian di rumah sakit yang benar saja sampai detik ini Nasya belum makan sama sekali. Nathan menghargai masakan ibunya yang mana dirinya juga sebenarnya sudah tidak nafsu makan tetapi tetap makan di tengah-tengah Nasya melakukan terapi.
"Aku baru saja bicara dengan papa tentang perkembangan kondisi kamu," ucap Nathan.
"Aku memutuskan untuk membawa kamu berobat ke Luar Negri," ucap Nathan. Nasya mendengarnya kaget dan langsung melihat ke arah Nathan.
Nasya mengerutkan dahi yang pasti protes dengan keinginan Nathan.
"Aku juga sudah membicarakan semua ini dengan orang tua kamu dan orang tua kamu setuju," ucap Nathan. Nasya lebih kaget lagi karena belum ada yang mengatakan kepadanya.
"Tidak! Aku tidak mau. Apa-apaan ini. Jika aku di Luar Negeri bersama dengannya yang artinya aku tidak bisa melakukan apapun. Bukan kehidupannya yang aku ambil tetapi justru sebaliknya," batin Nasya dengan panik.
"Aku tahu kamu pasti kaget dan ingin protes. Tetapi ini merupakan ketentuan dan kamu tidak bisa protes," ucap Nathan.
Nasya yang terlihat buru-buru merogoh tasnya yang pasti mencari ponselnya, wajahnya yang begitu panik dan bahkan tidak menemukan apa yang dia cari. Nathan mengambil ponsel Nasya yang ternyata berada di samping Nasya yang tidak disadari Nasya dan memberikan kepada Nasya yang dia tahu Nasya pasti ingin menulis banyak sekali.
Nasya dengan sangat kasar mengambil ponsel tersebut dan yang benar saja jari-jarinya mengetik begitu lancar yang membuat Nathan hanya menunggu dengan santai setelah menulis semuanya Nasya langsung memberikan kepada Nathan.
Bersambung.....