cerita tentang perubahan para remaja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ida Riani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
"oh iya, selamat ya jihan, atas datang bulan yang pertama kalinya" ucap pak hari memberi ucapan selamat meskipun dengan terpaksa, sebenarnya ia juga merasa malu mendengarnya.
"Iya, terimakasih papa" jawab jihan antusias.
"Ya, sudah lanjutkan makanya, hari ini aku menggoreng ikan cukup banyak" ucap lian sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Saat masih di smp, teman-temanku banyak yang menstruasi, hanya aku yang belum, selama ini aku berfikir kalau aku punya penyakit, ibuku meninggal di usia muda karena sakit, aku takut jika memiliki penyakit turunan, aku juga khawatir hipertensinya akan mempengaruhiku" ucap jihan merasa takut jika dirinya memiliki penyakit turunan dari ibunya.
"Tidak, jihan tidak ada yang namanya penyakit turunan" sahut lian cepat.
"Jihan, saat kita sedang makan, sebaiknya tidak membicarakan hal seperti ini" tegur bu kiki.
"Aku, sudah selesai makan, kalian lanjutkan saja, aku mau pergi sebentar, ada urusan dengan teman" ucap bu kiki kemudian berlalu.
"Iya, hati-hati bu" jawab lian.
"Jihan kamu boleh berbicara dan bertanya apa saja, tetapi tidak yang satu itu" ucap lian.
"Iya, kamu boleh bertanya apa saja pada kami, kami akan menjawab sesuai apa yang kami tau" pak hari menambahkan.
"Bertanya, kalian tidak pernah menstruasi, untuk apa aku bertanya pada kalian?" ucap jihan asal.
Semuanya terdiam merasa malu dengan diri sendiri, mereka kemudian melanjutkan makan dengan perlahan.
"Teman-temanku juga bilang, kalau mereka mengalami kram saat menstruasi, tapi mengapa aku tidak ya?" Tanya gadis itu lagi.
"Rangga, tadi, aku lihat kau meletakkan sesuatu di kamar jihan, apa itu? Tanya zidan mengalihkan pembicaraan.
"Oh, aku tau sepertinya itu hadiah" ucap zidan.
"Hadiah?, hadiah apa?" Tanya jihan bersemangat.
"Bukan apa-apa, aku masih belum selesai makan" jawab rangga
"Jihan, coba lihat apa hadiahnya" pinta zidan.
Karena penasaran jihan bergegas masuk dalam kamar untuk memastikan, hadiah apa yang diberikan rangga untuknya.
"Jangan" rangga mencoba menahan gadis itu, namun tidak berhasil, gadis itu begitu bersemangat untuk melihat hadiah dari rangga.
"Aaaaaa" teriak jihan dari dalam kamar, membuat rangga panik mendengarnya.
"Kakak rangga memberikan aku pakaian dalam, warnanya putih, aku suka" ucap jihan sambil menunjukkan bra tersebut pada semuanya.
"Astaga jihan, kenapa ditunjukkan" batin rangga, rangga merasa gugup dan salah tingkah, merasa takut jika pemberiannya diartikan dengan maksud yang salah.
"Itu terlihat bagus, seorang kakak harus memahami kondisi adiknya" ucap pak hari.
Rangga merasa malu, ia mengusap wajahnya kasar kemudian menghela nafas pelan.
"Alhamdulilah, aku sudah selesai makan, seperinya aku harus pulang mau mandi dulu, biar segar" ucap pak hari merasa kepanasan meskipun dirumah lian sudah ber-AC.
"Iya, pergilah, aku juga merasa tidak nyaman ada banyak orang di rumahku" jawab lian asal.
"Aku juga mau pulang, terimakasih ayah, makanannya enak" ucap rangga membuntuti papanya.
"Aku juga, ada yang aku tinggalkan diwarung, aku mau mengambilnya" ucap zidan bergegas pergi dari meja makan.
"Tidak biasanya semua pergi, begitu saja setelah makan, kalau begitu aku juga mau ke kamar, mau mencoba ini" ucap jihan.
"tunggu" ayah lian menghentikan langkah gadis itu.
"Jihan, kau tidak boleh pergi, duduklah dulu" pinta ayah lian.
"Kenapa ayah" tanya jihan berhenti dan menoleh ke ayah lian.
"Jihan dengarkan ayah, mulai sekarang jangan bicarakan hal-hal seperti ini diluar" nasehat ayah lian.
"Aku tidak bicara pada orang luar, aku hanya bicara pada keluarga sendiri" ucap jihan polos.
"Maksudnya" ucap ayah lian terhenti karena jihan langsung pergi begitu saja.
"Astaghfirullah, lihatlah kau mengacaukan semuanya, semua pergi begitu saja" ucap lian, menatap setiap piring dimeja makan dimana ada banyak makanan yang tidak dihabiskan.
***
"Silahkan diminum" ucap lian pada bu fani.
"Iya, terimakasih, sebenarnya kau menyuruhku ke sini ada apa" tanya bu fani.
"Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu" ucap lian.
"Katakan saja tidak perlu sungkan begitu, mau bicara soal apa" ucap bu fani.
"Ini, Bu, buahnya masih segar ambillah" ucap lian memberikan satu potong buah semangka pada bu fani, ia merasa gugup dan bingung hendak memulai berkata apa.
"Terimakasih, mau bicara apa, katakan saja, jangan gugup begitu" ucap bu fani mengambil dan meletakkan kembali buah pada tempatnya.
"Apa kamu ingin informasi tentang maya, atau kau ingin aku perkenalkan dengan wanita yang lain" ucap bu fani.
"Bukan itu, ini soal jihan, bukankah anda dulu seorang bidan, bahkan sampai sekarang masih sering membantu orang melahirkan" ucap lian masih terlihat gugup.
"Memangnya ada apa dengan jihan?" tanya bu fani.
"Jadi, selama ini aku mengganggap jihan masih seperti anak kecil, tapi dalam sekejap ia telah tumbuh dewasa dan sekarang usianya sudah enam belas tahun, dia baru saja bilang padaku, kalau dia mulai datang bulan" ucap lian.
"Astaga, dia baru datang bulan, berarti itu sedikit terlambat, tidak masalah" jawab bu fani santai.
"Itulah masalahnya, dia bertanya padaku, apakah alasannya terlambat datang bulan karena adanya penyakit turunan dari ibunya?" tanya lian.
"Tidak, itu tidak ada hubungannya dengan penyakit turunan, memang ada yang datang bulan lebih awal tapi ada juga sebagian yang datang bulan sedikit terlambat, itu hal yang normal-normal saja" ucap bu fani menjelaskan.
"Kamu jangan salah, membesarkan anak gadis tidak sama dengan membesarkan anak laki-laki, anak gadis itu lebih rumit. Kamu ini bagaimana sih, kalau kamu mendengarkan ibumu sejak awal, mungkin jihan sudah punya ibu sekarang" ucap bu fani.
"Bukan itu masalahnya, Bagaimana kalau begini saja?, kita tunggu sampai akhir pekan, jika bibi tidak sibuk, bibi bisa mengajak ibuku dan jihan untuk membeli barang-barang yang biasa dipakai para gadis?" ucap lian sambil tangannya menunjuk dadanya sendiri, mencoba memperagakan cara mengenakan pakaian dalam.
"Maksudmu bra?" sambar bu fani.
"Iya, itu maksudku" jawab lian.
"Astaghfirullah, lian, jihan sudah enam belas tahun, kau masih membiarkan dia tanpa menggunakan pakaian dalam, ayah macam apa kau ini?" Tegur bu fani.
"Aku tidak memperhatikan hal itu" ucap lian merasa canggung.
"Itulah sebabnya, cepat menikah supaya jihan ada yang mengurus, ibumu tidak terlalu dekat dengan putrimu, dia lebih suka berkebun, sementara jihan sifatnya tidak seperti seorang gadis, karena dia lebih suka bermain dengan kedua kakak lelakinya, dia bahkan seperti gadis liar, suka berkelahi, merasa jagoan, karena mendapat dukungan dari kakaknya" ucap bu fani panjang lebar.
Lian hanya bisa diam mendengarkan setiap ucapan yang keluar dari mulut wanita paruh baya itu.
***
Disekolah Nusa Harapan tempat Jihan dan kedua kakaknya menempuh pendidikan saat ini.
"Permisi, permisi" ucap Jihan berlari dengan kencang melewati beberapa siswa yang melintas, Jihan hendak menuju ruang informasi.
"Permisi, saya memberikan informasi, ini penting" ucap jihan saat berada di ruang informasi dengan nafas tersengal.
Ditunggu komentarnya.