Ayundya Nadira adalah seorang istri dan ibu yang bahagia. Pernikahan yang sudah lebih dari 20 tahun mengikat dirinya dengan suami dengan erat.
Pada suatu sore yang biasa, dia menemukan fakta bahwa suaminya memiliki anak dengan wanita lain.
Ternyata banyak kebenaran dibalik perselingkuhan suaminya.
Dengan gelembung kebahagiaan yang pecah, kemana arah pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Andila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Orang Asing yang Baik Hati.
Evan tercengang saat mendengar ucapan Ayun. "Ce-cerai?"
"Iya, Mas," jawab Ayun dengan cepat. "Seharusnya sejak awal kau melakukannya, mungkin hal seperti ini tidak akan terjadi." Suara Ayun terdengar lirih, bahkan bibirnya bergetar saat mengucapkannya.
Evan terpaku di tempatnya berdiri saat mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Ayun, sementara Ayun sendiri beranjak pergi dari tempat itu.
Ayun melangkahkan kakinya untuk keluar dari rumah. Langkah demi langkah terasa seperti menyayat-nyayat hatinya. Kini semua sudah selesai, rumah tangga yang sudah lama dibangun akhirnya tercerai-berai.
Kedua mata Ayun terpejam menahan rasa sakit dan sesak yang menerpa. Tidak tahu ke mana arah kakinya melangkah, yang jelas saat ini dia tidak ingin menjauh dari rumah itu. Terutama dari sang suami.
Akhirnya sampai juga Ayun ke ujung jembatan yang berada tidak jauh dari rumahnya. Suara gemercik air yang mengalir di bawah sana terdengar sangat tenang, hingga akhirnya dia memutuskan untuk turun dari jembatan tersebut.
Ayun melangkahkan kakinya dengan hati-hati agar tidak terjatuh, apalagi batu yang dia lewati sangat licin terkena lumut. Tinggal selangkah lagi dia berhasil sampai ke bawah, tetapi tiba-tiba dia tidak bisa bergerak karena ada sebuah tangan yang memegangi lengannya.
"Apa yang kau lakukan?"
Ayun tersentak kaget dan langsung melihat ke arah belakang saat mendengar suara seseorang, apalagi saat orang tersebut memegangi lengannya.
Untuk beberapa saat mereka saling bersitatap mata, sampai akhirnya Ayun mengalihkan pandangannya.
"Maaf, Tuan. Kenapa Anda memegangi tangan saya?" tanya Ayun dengan heran.
"Kau ingin bunuh diri?"
"Apa?"
Ayun tersentak kaget dan langsung mengucap istighfar saat mendengar ucapan laki-laki itu. Bagaimana mungkin laki-laki itu berpikir jika dia akan bunuh diri?
"Apa kau sudah memeganginya, Mas?"
Terdengar suara seorang wanita yang berada di atas jembatan, membuat Ayun dan laki-laki itu mendongakkan kepala mereka.
"Cepat bujuk dia untuk naik."
Ayun mengernyitkan kening saat mendengar ucapan wanita itu, dia lalu terlonjak kaget saat tangannya di tarik dengan sangat kuat oleh laki-laki tersebut.
"Tu-tunggu, ini tidak seperti yang kalian-"
"Diam!"
Ayun langsung menutup mulutnya rapar-rapat saat mendapat bentakan dari laki-laki itu, sementara laki-laki itu terus membawanya naik kembali ke atas jembatan.
"Alhamdulillah, syukurlah kalian baik-baik saja," ucap seorang wanita sambil mengganggam kedua tangan Ayun, membuat Ayun tersenyum dengan canggung.
"Apa Anda baik-baik saja? Tidak ada yang terluka, 'kan?" tanya wanita itu sambil menatap khawatir.
Ayun terdiam saat mendengar pertanyaan wanita itu. Tiba-tiba dia menundukkan kepalanya dengan air mata yang kembali membasahi wajah.
Mendapat pertanyaan seperti itu, tentu saja membuat luka Ayun terasa perih. Tidak ada satu pun orang yang bertanya bagaimana keadaannya saat ini, itu sebabnya hatinya langsung terasa sakit dan sesak saat mendengar pertanyaan yang diucapkan wanita asing itu.
Wanita itu langsung memeluk tubuh Ayun dengan erat. Tangannya mengusap punggung Ayun dengan lembut, membuat Ayun kian terisak.
"Menangislah. Tidak apa-apa, semua pasti akan baik-baik saja."
Tangisan Ayun pecah dalam pelukan wanita itu. Semua rasa sakit yang selama ini dia pendam mencuat kepermukaan, apalagi ingatan-ingatan tentang perselingkuhan suaminya menari-nari dalam kepalanya.
"Ya Allah, sakit. Kenapa rasanya sakit sekali?"
Tubuh Ayun bergetar dengan tangis yang kian menguat, tetapi wanita itu tetap memeluknya dengan erat dan tidak melepaskannya sedikit pun.
Laki-laki yang menarik Ayun tadi bergegas masuk ke dalam mobil saat mendapat kode dari sang istri, sementara istrinya tetap setia memeluk wanita yang dia selamatkan.
Setelah merasa lebih baik, Ayun segera melerai pelukannya dari wanita itu. Wajahnya memerah menahan malu karena sudah menangis dalam pelukan orang lain secara sembarangan.
"No-nona!"
Ayun memekik kaget saat tiba-tiba wanita yang memeluknya tadi terhuyung ke belakang, sementara laki-laki yang berada di dalam mobil juga ikut terkejut dan berlari menghampiri mereka.
"Kau tidak apa-apa, Sayang?" tanya laki-laki itu dengan khawatir. Untung saja Ayun sempat menangkap tubuh sang istri, jika tidak mungkin istrinya akan menghantam tanah.
"Aku enggak apa-apa, Mas. Cuma lemas sedikit."
Laki-laki itu bergegas membawa sang istri ke mobil dan mendudukkannya di samping kursi kemudi, tentu saja dengan dibantu oleh Ayun walau dia hanya memegangi tangan wanita itu saja.
"Minum dulu."
Laki-laki itu memberikan air mineral untuk sang istri, dan membantu wanita itu untuk minum.
"Maaf, Anda pasti kaget yah," ucap wanita itu pada Ayun setelah selesai minum.
Ayun menggelengkan kepalanya. "Tidak, Nona. Dibanding kaget, saya malah lebih khawatir."
Wanita itu tersenyum, dia lalu mengulurkan tangannya. "Aku Nindi. Sepertinya kita seumuran, jadi aku akan memanggil nama saja padamu."
Ayun langsung membalas jabatan tangan itu dengan tersenyum juga. "Aku Ayun. Kalau gitu aku akan memanggilmu Nindi."
Mereka lalu melepaskan jabatan tangan itu dengan sama-sama tersenyum cerah. "Ayo kita makan bersama, ada restoran yang enak disekitar sini!" Nindi mengajak Ayun untuk ikut bersamanya.
Ayun diam sejenak, tetapi sesaat kemudian dia menolak ajakan wanita itu. "Maaf, Nindi. Aku harus menyiapkan makan siang untuk keluargaku. Mungkin kita bisa pergi dilain waktu."
Nindi mengangguk paham. "Baiklah, Ayun. Oh yah, tunggu sebentar." Dia mengambil tasnya dan mencari sesuatu dari dalam tas tersebut.
"Nah, ini dia. Ini kartu namaku, tolong simpan nomornya dan nanti hubungi aku ya," ucap Nindi sambil memberikan sebuah kartu nama pada Ayun.
Ayun menerima kartu nama itu sambil menganggukkan kepala. "Baiklah. Aku akan menyimpannya dan akan menghubungimu. Kalau gitu aku pergi dulu, Nindi. Em ... terima kasih karena telah memelukku." Dia menunduk dengan malu.
Nindi tersenyum gemas saat melihat wajah Ayun yang memerah. "Jangan berterima kasih, kita ini saudara. Jadi kau boleh mengatakan apapun padaku, tapi jangan lagi membahayakan diri sendiri seperti tadi. Oke?"
"Anu, sebenarnya tadi aku hanya ingin melihat air saja. Bukannya mau bunuh diri."
•
•
•
Tbc.