Tujuannya untuk membalas dendam sakit hati 7 tahun lalu justru membuat seorang Faza Nawasena terjebak dalam pusara perasaannya sendiri. Belum lagi, perasaan benci yang dibawa Ashana Lazuardi membuat segalanya jadi semakin rumit.
Kesalahpahaman yang belum terpecahkan, membuat hasrat balas dendam Faza semakin menyala. Ashana dan perusahaan ayahnya yang hampir bangkrut, tak memiliki pilihan selain berkata 'ya' pada kesepakatan pernikahan yang menyesakkan itu.
Keduanya seolah berada di dalam lingkaran api, tak peduli ke arah mana mereka berjalan, keduanya akan tetap terbakar.
Antara benci yang mengakar dan cinta yang belum mekar, manakah yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hernn Khrnsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LYTTE 18 — Tiny Step
Tak ada hal yang lebih menyiksa Ashana selain dipaksa duduk di meja makan dan menghabiskan sarapannya padahal ia sudah terlambat untuk bekerja.
Faza memaksa Ashana untuk duduk bersama dirinya di meja makan sebelum berangkat bekerja dan sialnya, Ashana tak bisa menolaknya.
Setidaknya, dia sudah menjagaku semalam, pikir Ashana.
Tiada percakapan yang cukup berarti bagi mereka selama mereka menghabiskan waffle sebagai menu sarpan pagi itu dan secangkir kopi.
“Bagaimana keadaanmu? Apakah sudah lebih baik?” tanya Faza tiba-tiba membuka obrolan.
Ashana mendongak, mengalihkan perhatiannya dari piring dan menatap Faza. “Ya, aku sudah lebih baik, terima kasih sudah menjagaku semalam,” jawabnya tersenyum tipis.
Faza terlihat menghirup aroma kopi hitam pekatnya sedangkan Ashana mulai menyeka mulutnya dengan serbet.
“Aku sudah selesai, terima kasih untuk waffles-nya.” Ashana mulai bangkit.
“Kau sudah mau berangkat?” tanya Faza membuat langkah Ashana terhenti sesaat.
Perempuan itu mengangguk lalu menjawab, “Ya, aku sudah terlambat.”
“Apa kau butuh tumpangan? Kebetulan kita searah,” kata Faza menawarkan tumpangan.
Ashana tersenyum, namun dengan tegas menjawab, “Tidak perlu, aku sudah memesan taksi.”
“Hm, baiklah.”
Rasanya jadi canggung sekali. Kenapa Faza harus menawarkan tumpangan pada Ashana?
Usai Ashana pergi, Faza terduduk di meja makan dengan perasaan yang tak menentu.
“Sial, masih pagi tapi mood-ku sudah berantakan,” lirihnya menghabiskan tegukan terakhir kopinya.
Tepat saat itu, Vanya turun dan menghampiri Faza dengan senandung kecilnya. Menarik kursi, Vanya duduk di sebelah Faza.
“Pagi, Kak. Apa kau sudah selesai sarapan?” sapa Vanya penuh keceriaan.
Faza mengangguk singkat, “Pagi, aku baru saja menyelesaikannya.” Faza memerhatikan penampilan Vanya yang agak berbeda hari ini. “Kau mau ke mana dengan pakaian seformal itu?”
“Tapi aku tetap terlihat cantik, kan, Kak?”
“Tentu saja, kau selalu cantik, tapi kau mau ke mana?” tanyanya lagi.
Vanya tersenyum mendengar pujian tulus dari sang kakak lalu menjawab dengan percaya diri, “Hari ini aku ada interview, Kak.”
“Interview? Kau mau bekerja? Kenapa kau mau bekerja? Aku masih sanggup membiayai kehidupanmu, kan? Apakah uang yang kuberi tak cukup?” cecar Faza merasa heran.
Vanya memberengut sebal, “Kakak, ayolah. Uang yang kau berikan sudah lebih dari cukup. Tapi aku kan juga ingin bisa mandiri.”
Faza tampak berpikir, “Kau adikku, Vanya. Kau tak perlu mencari uang, jika kau ingin apapun, kau bisa mengatakannya padaku.”
“Aduh, Kakak. Ini bukan tentang uang saja, ayolah. Aku sudah lulus kuliah dan ingin mencari pengalaman di dunia kerja. Mencari pengalaman tidak salah, kan?” kata Vanya dengan menunjukkan puppy eyes miliknya.
“Hmm, baiklah, terserah kau saja. Tapi, di mana kau akan bekerja?”
“Nanti Kakak juga akan tahu.”
Faza pun tak berkomentar apapun lagi. Meski rasanya agak berat memberi adiknya izin untuk bekerja, tapi ada baiknya juga jika Vanya bertekad menjadi wanita mandiri.
Lagipula, Vanya berhak untuk menentukan dan mengatur kehidupannya sendiri dan Faza tak berhak untuk menghalangi mimpi gadis itu.
“Baiklah kalau begitu, aku akan berangkat sekarang. Jika kau butuh sesuatu, jangan lupa hubungi aku.”
Vanya tersenyum, dan melambaikan tangan saat Faza mulai menutup pintu utama.
“Hari ini akan jadi hari terbaikku,” gumam Vanya penuh semangat.
***
Ashana tengah sibuk memeriksa pasien beserta laporan medis pasiennya saat seorang perawat menghampirinya.
“Dok, di lobi ada kurir yang mencari Anda,” kata perawat itu memberitahu Ashana.
Ashana melepaskan stetoskop dari daun telinganya kemudian mengangguk dan mengatakan terima kasih pada perawat itu setelah berkata bahwa ia akan menemui kurir itu sesaat lagi.
Sepertinya aku tidak memesan apapun, pikirnya bingung. Kemudian, ia menyerahkan laporan medis yang dipegangnya kepada seorang dokter jaga.
“Tolong bantu aku memeriksa satu pasien lagi,” pesannya pada dokter jaga itu lalu berjalan dengan agak tergesa melewati lorong menuju lobi rumah sakit.
“Bu Ashana?” tanya kurir itu langsung berdiri saat melihat Ashana menghampirinya.
Ashana mengangguk, “Ya, benar.”
Sang kurir pun menyerahkan sebuah bungkusan berisi makan siang. “Ini kiriman untuk Bu Ashana atas nama Pak Faza Nawasena.”
Dengan sedikit ragu, Ashana menerima bungkusan itu lalu memberi sang kurir sedikit uang tip sebagai ucapan terima kasih.
Mengintip isi bungkusan itu, Ashana merasa takjub karena di dalamnya ada sekotak sushi kesukaannya lengkap dengan kopi dingin favoritnya.
Dia masih ingat makanan dan minuman kesukaanku, pikir Ashana.
“Wah, kau sudah memesan makan siang?” tanya Abimanyu saat mereka berpapasan di koridor. Ashana hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.
“Yah, sepertinya aku telat, baru saja aku ingin mengajakmu untuk makan siang.” Abimanyu tersenyum manis.
“Apa?”
“Selamat makan siang, aku pergi dulu, ya.”
Ashana memandangi Abimanyu yang berjalan ke luar rumah sakit sambil bertanya-tanya. Kenapa para pria bertingkah aneh hari ini?
Sesampainya ia di ruang pribadinya, Ashana langsung membuka bungkusan itu dan mencium aroma sushi yang masih segar. Mengambil sumpit, ia memasukkan satu suapan sushi ke dalam mulutnya.
“Rasanya tak pernah berubah, masih enak seperti biasa,” gumam Ashana mulai menikmati makan siangnya.
“Tapi rasanya aneh sekali, kenapa dia tiba-tiba mengirimku makan siang? Mencurigakan.”
Meski merasa bingung, tetapi Ashana tetap menghabiskan makan siangnya. Urusan Faza biarkan nanti ia urus saat di rumah saja.
***
Makan nomor satu, sisanya belakangan aja 😂
luknut. ketemu indiana jones sekali langsung teler . huuhhhhh