Pertemuan tidak sengaja antara Claire dan Sean di sebuah hotel membuat mereka memiliki hubungan rumit. Pertemuan singkatnya dengan Claire meninggalkan kesan buruk di mata Sean.
Suatu hari mereka dipertemukan kembali dalam sebuah perjodohan. Sean harus menerima perjodohan yang diatur oleh kakeknya dengan gadis desa yang miskin tanpa bisa menolaknya. Tanpa Sean dan ibunya tahu bahwa sebenarnya Claire berasal dari keluarga konglomerat.
"Suatu hari nanti kau akan menyesal karena sudah memperlakukan aku seperti ini." -Claire
"Claire, sebentar lagi, Sean akan membuangmu." -Helena
"Kau adalah istriku, jangan pernah lupa itu." -Sean
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jiriana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terjebak di Toilet
Setibanya di kantor, Claire pergi ke toilet dan di sana dia bertemu dengan beberapa wanita yang baru saja memasuki toilet.
"Jadi kau yang bernama Claire?" Seorang wanita berambut ikal dan berwajah bulat bernama Rosi bersidekap di hadapan Claire ketika dia akan keluar dari toilet. "Gadis desa yang berani mencari masalah dengan Aletha?" lanjut wanita itu dengan wajah meremehkan.
Dengan wajah acuh tak acuh, Claire menatap malas pada wanita itu. "Memangnya kenapa kalau aku dari desa? Aku rasa itu tidak ada hubungannya denganmu."
Claire hendak lewat, tapi lengannya ditahan oleh teman Rosi. "Dengar ya, kau itu hanya anak baru. Jangan berani mencari masalah di sini," ucap wanita bernama Nia.
"Apa kau tahu kalau Aletha adalah sepupu dari CEO Sean?"
Claire sedikit terkejut mendengar perkataan Nia. Awalnya, dia mengira kalau Sean memiliki hubungan spesial dengan Aletha karena Sean terlihat sangat melindungi Aletha, ternyata Aletha adalah sepupunya.
"Lalu apa masahnya dengan kalian?" Claire menatap 3 wanita yang berada di hadapannya dengan berani.
"Tentu saja ada hubungannya karena kami adalah teman baik Aletha," jawab Reya.
Claire tersenyum miring. "Kalian mendatangiku beramai-ramai untuk pamer denganku atau menggertakku?"
Nia mendororong tubuh Claire dengan jari telunjuknya. "Dengar ya, kami peringatkan, jangan berlagak di kantor ini. Kau itu hanya anak kampung yang tidak selevel dengan kami. Kalau kau masih mau bekerja di sini. Jangan pernah berani bertingkah lagi," ucap Rosi.
"Ingat itu ...! jika tidak, kami akan mempermalukanmu bahkan membuatmu keluar dari perusahaan ini," ancam Reya.
"Silahkan kalau kalian bisa. Aku tidak takut."
Claire membelah jalan yang ditutupi oleh Reya dan Rosi dengan menabrakkan bahunya kepada dua orang itu sehingga kedua tubuh orang itu bergeser dan membuat kedua orang itu marah.
"Sepertinya kita harus memberikan dia pelajaran."
*******
Saat Claire memasuki ruangannya, Claire langsung di panggil oleh Manager Hana. "Kali ini kau harus mendapatkan tanda tangan dari Tuan Sean langsung. Jangan membuat kekacauan seperti kemarin lagi. Jika kau tidak bisa mendapatkan tanda tangan darinya, aku akan memberikan hukuman padamu."
Manager Hanna menyodorkan dokumen pada Claire. "Tapi bukankah ini....."
Dokumen yang dirobek oleh Aletha adalah dokumen penting yang harus ditanda tanngani segera oleh Sean, Manager Hanna sangat marah ketika tahu kalau dokumen penting itu justru sudah dirobek.
Claire memang tidak memberitahukan pada Manager Hanna mengenai kejadian kemarin. Dia hanya meminta maaf atas kecerobohannya kemarin, tetapi tadi pagi, Manager Hanna mendengar kejadian kemarin dari mulut karyawan lain dan membuat Manager Hanna marah karena menurutnya Claire bisa merusak nama baik divisi yang dia bawahi.
Berita mengenai pertengkaran Claire dan Aletha sudah menyebar di seluruh kantor. Entah dari mulut siapa pertama kali yang menyebarkannya, tetapi berita itu dengan cepat diketahui oleh semua orang.
"Kalau kau tidak mau melakukanya, kau bisa mengajukan surat pengunduran dirimu saat ini juga." Manager Hanna menatap Claire dengan wajah serius. "Hari pertama kau membuat masalah. Kau harusnya bertanggung jawab dengan apa yang sudah kau perbuat."
Dalam hati Claire mengutuk perbuatan Aletha yang sudah merobek dokumen itu sehingga membuatnya mendapatkan masalah. "Baiklah, aku akan meminta tanda tangan lagi."
Claire meraih dokumen itu dengan wajah lesu kemudian keluar dari ruangan managernya dan kembali ke tempat duduknya.
Sisy melongok diantara sekat mejanya dan Claire lalu bertanya dengan suara kecil agar tidak didengar oleh orang lain. "Claire, apa benar kau bertengkar dengan Nona Aletha kemarin?"
Claire meletakkan dokumen di atas mejanya kemudian menoleh pasa Sisy dengan mengerutkan keningnya. "Semua orang membicarakanmu. Berita tentang kau dan Aletha menyebar di seluruh kantor," jelas Sisy seolah tahu apa yang sedang di pikirkan oleh Claire.
"Benar," jawab Claire.
Pantas saja saat dia baru memasuki kantor tadi pagi semua orang menatapnya sambil berbisik. Ada tatapan sinis, mengejek, jijik, tidak suka, tatapan kagum dan tatapan lainnya.
"Kau hebat sekali," ucap Sisy dengan wajah kagum, "belum ada yang satu orang pun berani kepadanya."
"Untuk apa takut dengannya? Selama aku tidak salah, tidak ada yang perlu aku takutkan."
Sisy memindai pandangannya ke seluruh ruangan sebelun kembali menatap Claire. "Tentu saja tidak ada yang berani dengannya. Apa kau tahu kalau dia sepupu dari CEO kita?"
Selama ini memang Aletha terkenal arogan dan angkuh. Tidal ada yang berani membamtah dan mencari masalah denganya karena statusnya. Semua orang menghindarinya dan tidak mau berurusan dengannya.
"Aku tidak peduli sekalipun dia pemilik perusahaan ini." Claire meraih dokumen ada di mejanya lalu berdiri. "Lebih baik kau bekerja. Aku pergi dulu."
Claire keluar dari ruangannya menuju lift untuk naik ke lantai 30 di mana ruangan Sean berada. Sebelum masuk ruangannya, Claire berhenti di depan meja ruangan Sean untuk bertanya pada sekertarisnya.
"Sekertaris Lea, apakah tuan Sean sedang sibuk?"
Lea yang sedang mengetik seketika mengangkat kepalanya menatap ke arah Claire. "Ada apa?" tanya Lea dengan wajah datar.
Kesan pertama Lea pada Claire tidak terlalu bagus akibat kejadian kemarin. "Begini, aku ingin meminta tanda tangan pada Tuan Sean, apakah aku bisa langsung masuk ke ruangannya?"
Tidak ada senyum sedikit pun di wajah Lea, Claire pun menyadari hal itu kalau Lea tidak suka dengannya. "Kau bisa langsung masuk."
Melihat sikap Lea yang seperti tidak menyukainya, Claire memilih untuk tidak memperdulikannya dan memutuskan berjalan menuju ruangan Sean. Setelah mengetuk pintu, Claire masuk ke dalam ruangan Sean.
Sepertinya Sean tidak menyadari kalau yang masuk adalah Claire, Sean terlihat menatap serius dokumen sambil membolak-balikkan kertas tersebut. "Permisi, Tuan Sean."
Mendengar suara Claire, tangan Sean seketika terhenti saat dia akan membubuhkan tanda tangannya pada kertas yang sedang dia pegang. Dia kemudian mengangkat kepalanya dan melihat Claire sedang berdiri di hadapannya dengan membawa sesuatu di tangannya.
"Ada apa?" Meskipun terkejut, tetapi tidak ada perubahan sama sekali di wajah Sean, ekpresinya tetap datar ketika melihat Claire sudah ada di ruangannya.
Claire melangkah maju hingga berada di depan meja Sean. "Manager Hanna menyuruhku untuk meminta tanda tangan Anda." Claire meletakkan dokumen tersebut di atas meja Sean lalu kembali ke tempatnya yang semula.
Sean hanya melirik sekilas pada dokumen itu dengan wajah acuh tak acuh. "Apa di divisimu sudah kekurangan orang sehingga mengirimkan karyawan baru untuk menemuiku?"
Diam-diam Claire menghembuskan napas halusnya agar tetap tenang. "Aku hanya menjalankan perintah dari atasanku."
Sean terlihat menaikkan salah satu sudut bibirnya dan menampilkan senyuman mengejek di wajahnya. "Sepertinya kau bekerja dengan baik."
"Terima kasih atas pujiannnya." Sebenarnya Claire tahu kalau ucapan yang keluar dari mulut Sean bukanlah pujian, melainkan sindiran untuknya.
Sean menatap Claire selama 3 detik lalu menunduk melanjutkan pekerjaannya yang sempat terhenti. "Keluarlah. Aku akan mengeceknya nanti."
Claire bergeming. Manager Hanna menyuruhnya harus mendapatkan tanda tangan Sean hari itu juga. Dia tidak bisa pergi tanpa mendapatkan tanda tangannya.
"Kapan Anda bisa mengeceknya?"
Sean kembali mengangkat kepalanya menatap Claire dengan wajah datar. "Apa kau tidak lihat aku sedang sibuk?"
"Manager Hanna bilang ini mendesak. Aku harus mendapatkan tanda tangan Anda hari ini juga, kalau tidak ...."
"Keluar!" Sean langsung menyela ucapan Claire sebelum dia sempat menyelesaikannya.
"Baiklah." Claire akhirnya menyerah. Dia tahu kalau Sean melakukan itu hanya untuk menyulitkannya.
Sesampainya di ruangannya, Claire langsung dipanggil oleh Manager Hanna. Karena tidak bisa mendapatkan tanda tangan Sean, Manager Hanna memberikan banyak pekerjaan padanya sebagai hukuman untuknya. Setelah jam kantor selesai, Claire nampak masih sibuk di meja kerjanya.
"Claire, apa pekerjaanmu belum selesai?" Sisy yang sudah menyelesaikan pekerjaannya berniat untuk pulang.
Claire menoleh sebentar kepada Sisy lalu kembali fokus pada pekerjaannya. "Belum, kau pulang duluan saja."
"Apa Manager Hanna menyulitkanmu?" Kali ini Rafa yang bertanya pada Claire.
"Ini bukan masalah besar. Aku bisa mengatasinya."
"Aku akan membantumu untuk menyelesaikannya," tawar Rafa.
"Tidak perlu. Aku bisa melakukannya sendiri," tolak Claire.
Perlahan orang di ruangannya mulai pulang satu persatu hingga menyisakan Claire seorang di ruangan itu. Setengah jam kemudian Claire melirik jam tangannya ketika pekerjaannya sudah selesai.
Dia merapihkan barang-barangnya lalu keluar dari ruangannya. Sebelum pulang, Claire pergi ke toilet lebih dulu. Saat memasuki toilet dia bertemu dengan Rosi dan teman-temannya yang sedang merapihkan penampilan mereka di depan cermin.
Claire terlihat tidak mengubris tatapan dari Rosi dan temannya yang terlihat menatap sinis padanya. Dia masuk ke dalam salah satu pintu toilet yang terbuka lalu menutupnya. Belum lama Claire masuk, sesuatu meluncur dari atas bilik toilet dan mengenai Claire tanpa bisa dia hindari.
Claire terkena siraman air kotor yang bau. Dia menduga kalau air itu adalah air bekas mengepel lantai. Diq bisa mendengar suara tawa dari luar sebelum terdengar bunyi pintu ditutup.
Claire menyeka air di wajahnya lalu membuka pintu. Dia tidak melihat satu orang pun di luar bilik toliet. Claire kemudian berjalan ke arah pintu keluar toilet tersebut dan ternyata terkunci.
Claire menggedor-gedor pintu itu sambil berteriak minta tolong. Dia berharap ada yang mendengar suaranya dan bisa membuka pintu toilet tersebut. Dia kemudian mengambil ponsel yang ada di tasnya untuk menghubungi seseorang. Claire terdiam sesaat, dia bingung ingin menghubungi siapa.
Akhirnya dia memutuskan untuk menelpon Sean. Beruntung, kakek Sean pernah mengirimkan nomor ponsel Sean di hari pertamanya bekerja. Setelah menelpon dua kali dan tidak diangkat oleh Sean, Claire memutuskan untuk mengirimkan pesan singkat pada Sean setelah melihat ponselnya akan mati karena kehabisan baterai.
Tidak ada balasan apapun dari Sean sampai ponsel Claire mati. Sudah setengah jam Claire berada di dalam toilet, dia memutuskan untuk kembali menggedor pintu dan berteriak. Karena merasa lelah, Claire di belakang pintu untuk berisitirahat karena tenggoroknnya terasa kering setelah berteriak terus-menerus.
Sudah 2 jam berlalu, tetapi belum ada yang menolong Claire. Malam semakin larut, Waktu sudah menujukkan pukul setengah 9 malam. Suhu udara di toilet itu mulai terasa dingin, apalagi tubuh dan pakaian Claire basah. Dia juga mulai merasakan tubuhnya menggigil.
Bersambung.....
suka semua watak2 dalm novel ini... perannya
clair biar d tindas tp tidak lemah.happy ending.
semoga terus succes berkarya thor