Lingga Sari tercipta sebagai makluk dalam dua wujud, bisa menjelma menjadi perempuan yang cantik jelita namun juga dalam wujud kera putih yang besar.
Lingga Sari jatuh hati pada Wanandi, pemuda desa manusia biasa, cinta terbalas, kebahagiaan mereka lengkap dengan hadirnya sang buah hati..
Akan tetapi kebahagiaan itu sirna saat Wanandi mulai tidak kerasan tinggal di kerajaan alam astral.
Kehancuran Lingga Sari semakin parah di saat dia dijadikan abdi oleh dukun sakti..
Suatu ketika Lingga Sari berhasil lepas dari dukun sakti dia lari sembunyi di hutan yang lebat dan bertemu dengan seseorang di hutan lebat itu, siapa dia akan mencelakakan atau membantu Lingga Sari?
Bagaimana perjuangan Lingga Sari untuk meraih lagi kebahagiaan nya, apakah dia bisa bersatu lagi dengan suami dan buah hatinya di alam astral atau di alam nyata????
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 3.
Beberapa menit kemudian...
“Lihat itu Windy...” ucap Lingga Sari sambil telunjuk tangannya menunjuk ke arah danau.. terlihat sebuah perahu sedang berlayar membelah permukaan air danau.
“Yeeaaa.... ayah datang ayah datang.. ayah datang..” teriak Windy sambil melompat lompat kegirangan kedua tangan mungil nya bertepuk tangan .. saat melihat dari kejauhan ada perahu Kakek pengantar yang membawa Ayah yang begitu dia rindukan..
Tangan Wanandi pun melambai lambai ke arah Lingga Sari dan Windy.. bibirnya tersenyum lebar..
“Ayo kita mendekat..” ucap Lingga Sari sambil menggandeng tangan mungil Windy.. Windy melangkah dengan cepat di samping Sang Ibu..
“Yeeaaa ayah membawa banak oyeh oyeh...” teriak Windy saat perahu sudah semakin mendekat dan di atas perahu tampak satu pikulan alias dua keranjang berisi buah buahan segar kesukaan Windy ..
Tidak lama kemudian perahu itu sudah benar benar menepi..
“Terima kasih Kek..” ucap Lingga Sari agak keras..
“Telima kacih Kek.. cudah mengantal ayah tu..” teriak Windy pula.. Kakek itu tampak menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
Wanandi pun mengucapkan terima kasih pada Sang Kakek , lalu turun dari perahu dan memikul dua keranjang besar berisi buah buahan.. Wanandi melangkah ke daratan alam gaib untuk menemui anak dan istrinya..
“Ayahhh...” ucap Lingga Sari dan Windy.. Wanandi menaruh pikulan nya lalu mengangkat tubuh mungil Windy dan menciumi kedua pipi Windy berkali kali..
“Atu cangat lindu Ayah.. nanti tita cembayang belcama ya Ayah.. atu diajali lagi ya Ayah...” suara imut Windy..
“Iya Sayang Ayah juga sangat rindu, Ayah sangat suka kalau kamu juga sembahyang seperti Ayah..” ucap Wanandi lalu menurunkan tubuh mungil Windy dan selanjutnya memeluk tubuh istri tercinta dan mencium keningnya penuh kasih sayang dan cinta.. keluarga kecil itu pun melangkah menuju ke rumah mereka.. melepas rindu melakukan Quality time bersama..
Begitu lah setiap hari sabtu dan minggu Wanandi datang berkunjung dan tinggal di alam astral bersama anak dan istrinya.. hari senin pagi dia kembali ke bumi untuk bekerja dan melakukan aktifitas seperti masyakarat desa lainnya..
Lima bulan sudah berlalu.. akan tetapi menginjak masuk ke bulan ke enam sejak Wanandi tinggal di desa berpisah dengan anak istrinya.
Di suatu hari sabtu hingga matahari bersinar sangat terik Lingga Sari dan Windy masih berdiri menunggu..
“Ibu.. ayah kenapa belum datang.. aku sudah tidak celat lagi aku akan tunjukkan pada ayah kalau aku sudah bisa mengucapkan ayah... aku sangat rindu pada ayah.. dan aku akan katakan Kalau aku sudah bisa sembahyang.. ” suara imut Windy dengan nada kecewa dan sedih.. ekspresi wajah Windy pun sudah kiwih kiwih.. wajah memerah kedua mata sudah penuh air mata dalam satu kedipan saja air mata itu jatuh pada kedua pipi nya yang putih halus dan bersih
“Kita tunggu sayang mungkin ayah banyak pekerjaan panenan..” ucap Lingga Sari dan mereka berdua terus menunggu hingga matahari sudah condong ke barat. Windy pun sudah tampak lelah dan minta digendong..
“Kita pulang ya.. nanti kalau Ayah datang pasti Ayah akan langsung ke rumah.” Ucap Lingga Sari dan Windy pun menganggukkan kepalanya pelan. Lingga Sari yang menggendong Windy melangkah sambil terus menghibur Windy..
Akan tetapi hingga malam hari Wanandi sang Ayah yang ditunggu tunggu tidak datang juga..
“Hiks... hiks... hiks... Ayah kenapa sampai malam tidak juga datang Ibu..” suara imut Windy yang duduk di depan pintu rumah sambil berderai berlinangan air mata nya..
“Sayang. Mungkin panenan Ayah hari ini sangat banyak mungkin besok pagi baru tiba di sini.. sekarang Windy bobok ya...” ucap Lingga Sari melangkah mendekati anak semata wayangnya.. lalu duduk dan memangku tubuh mungil Windy..
“Ibu bagaimana kalau Ayah sakit hu... hu... hu.... hu... Ibu antar aku ke tempat Ayah Ibu, aku mau tinggal bersama Ayah hu... hu...” suara imut Windy menangis tersedu sedu di pangkuan Sang Ibu kedua tangan mungilnya sibuk menghapus air mata yang terus meleleh.
“Besok kalau Ayah tidak datang kita izin pada Sang Ratu untuk datang ke tempat ayah di bumi..” ucap Lingga Sari sambil membelai rambut Windy yang sudah agak panjang karena Windy tidak mau dipotong rambut kepalanya..
“Ayo tidur Nak, sudah malam agar besok pagi pagi kita bisa bangun dan menjemput Ayah di danau.” Ucap Lingga Sari sambil menggendong tubuh mungil Windy yang tampak sangat lelah karena seharian capek menunggu kedatangan Sang Ayah tercinta.
Lingga Sari dan Windy pun membaringkan tubuhnya dia atas tempat tidur, keduanya tidak bisa tidur dengan nyenyak.. di pagi hari yang masih gelap keduanya cepat cepat keluar dari rumah dan pergi ke danau..
“Semoga Ayah sudah tiba di danau ya Ibu...” suara imut Windy yang berada di dalam gendongan Lingga Sari..
“Iya Sayang...” ucap Lingga Sari yang juga penuh harap Sang Suami tercinta sudah tiba di danau.. Perasaan Lingga Sari pun seperti Windy ada kekhawatiran Sang Suami sedang sakit..
“Tapi seminggu lalu dia masih sehat dan baik baik saja." Gumam Lingga Sari di dalam hati menepis kekhawatirannya..
Lingga Sari dan Windy berdiri di tepi danau terus menunggu munculnya perahu yang mengantar Wanandi..
Sesaat Windy dan Lingga Sari melihat ada perahu dari kejauhan membelah permukaan air danau..
“Ibu itu perahu Kakek...” suara imut Windy ekspresi wajah lelah nya akibat kurang tidur pun langsung tampak bahagia..
“Iya Sayang itu perahu Kakek..” ucap Lingga Sari dan menajamkan penglihatan nya.. akan tetapi Lingga Sari menelan kekecewaan lagi karena dia yang sangat hafal dengan sosok sang suami bisa melihat jika yang berada di atas perahu Kakek bukan suaminya..
“Sayang bukan ayah yang dibawa perahu Kakek tetapi orang lain mungkin mengantar pesanan belanjaan Nyi Dasih..” ucap Lingga Sari sambil mengusap kepala Windy..
“Kenapa Ayah belum juga datang Ibu.. coba nanti tanya Kakek dan orang yang dibawa di perahu itu apa mereka melihat Ayah..” suara imut Windy terdengar nada sedih dan kecewa lagi..
“Iya Sayang kita tunggu hingga siang kalau Ayah belum datang kita menghadap Sang Ratu...” ucap Lingga Sari..
Dan benar setelah perahu itu menepi yang turun dari perahu bukan Wanandi tetapi laki laki lain yang datang mengantar kebutuhan dapur istana..
“Paman apa kamu melihat ayahku.. Ayah ku bernama Wanandi dia juga sering menjual hasil kebun di pasar seperti Paman membawa dua keranjang besar dipikul.” Suara imut Windy sambil menatap laki laki yang juga memikul dua keranjang besar sayur sayuran..
“Maaf aku tidak melihat Ayah kamu..” jawab laki laki itu dan terus melangkah menuju ke istana gaib lewat pintu gerbang belakang..
Lingga Sari dan Windy menunggu hingga matahari tepat di atas kepala, Wanandi yang ditunggu tunggu tetap tidak datang juga..
“Ayo Ibu kita menghadap Sang Ratu dan kita datang ke bumi untuk melihat Ayah..” suara imut Windy ..