Matilda seorang bad girl di sekolah barunya, dia harus menelan kenyataan pahit tentang fakta perceraian kedua orang tua nya.
Sampai dia mengenal bad boy yang di kenal kejam di sekolah barunya, sialnya orang itu justru yang memberi fakta perceraian kedua orang tua nya.
Sempat berlika-liku untuk mencari tahu faktanya, sampai akhirnya Matilda mengetahui sifat asli ayahnya seperti apa.
Ya, ayah nya sendiri yang membuat hubungan orang tuanya hancur.
Seiring waktu berjalan, mereka akhirnya saling cinta dan bersatu untuk menumpas ketidakadilan yang di lakukan oleh ayah nya Matilda.
Bagaimana kisah percintaan mereka? apa ada orang ketiga di antara mereka? bisakah mereka bersama menegak keadilan? dan bagaimana caranya? ikuti ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon QUEENS RIA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18.
Beberapa hari setelah mereka jadian, Apit memilih ke rooftop sekolah untuk membolos pelajaran.
Mengeluarkan sebatang rokok, dan korek api dari saku celana nya, dia lekas menyalakan, menghisap dan memutarkan rokok itu pada jari-jari tangannya.
Pandangan matanya kini tersorot pada kondisi lapangan yang sedang di penuhi oleh siswa yang sedang berolahraga.
Senyumannya mengembang saat mendengar teriakan melengking dari gadis-gadis yang lagi berebut bola basket.
Kembali menghisap rokok itu, dia tak sengaja melihat dua gadis yang mencurigakan sambil mengendap-endap.
Kedua gadis itu bukan lain adalah Matilda dan Frisca, membuat Apit mengerut kening, lalu dia matikan rokok itu, segera mungkin untuk meninggalkan rooftop dan mengikuti gadis itu secara diam-diam.
Kita beralih ke arah Matilda yang sedang di protes oleh Frisca. Mereka berdua sudah sampai di samping sekolah yang lumayan jauh dari gerbang sekolah.
"Lu mau ngajak gue bolos kemana sih Matilda" Desis Frisca
Matilda menempelkan jari telunjuk pada batang hidungnya "Hush — jangan berisik"
"Tolong bantu gue" Sambungnya yang tengah sibuk membolongkan tembok untuk dia memanjat.
Alat untuk membolong tembok nya sangat menyiksa Frisca saat itu, karena bermodalkan batu besar yang dia temukan di semak-semak dekat pohon.
BUGH — BUGH — BUGH
Suara benturan tembok itu berbunyi keras, sudah seperti tukang bangunan yang sedang merenovasi rumah.
"Jangan keras-keras mukulnya fris, nanti ketahuan bego" Desis Matilda.
"Iya sorry-sorry, gue mukulnya nafsu pakai tenaga penuh"
"Lu mah kalau punya masalah hidup jangan di lampiasin dulu" Omel Matilda.
Frisca tidak merespon, dia melanjutkan membolongkan tembok itu, sampai akhirnya cukup terselesaikan dengan baik.
Matilda berjongkok, untuk melihat hasil yang tidak begitu buruk, senyuman merekah terpampang di bibir Matilda kala itu.
"Kuy, langsung kita naik"
"..." Frisca tak memberikan jawaban.
"Fris, lu dulu ya naik" Sapa Matilda masih dalam keadaan berjongkok menatap lobang.
Frisca masih mempertahankan diamnya.
Matilda mulai merasa ada keanehan setelah ucapan nya tak di jawab oleh Frisca.
Membuat dirinya menoleh ke belakang dengan kedua mata sudah seperti bola pingpong.
Pantas saja Frisca menggembok mulut secara mendadak, Kemalangan Matilda hari itu sudah berlaku saat Pak Feri dengan kumis lebat yang berterbangan karena hembusan angin begitu kencang, menatap angker ke arah Matilda.
"Eh, ada Pak Feri hehehe, Hai Pak" Kata matilda dengan nyengir kuda nya.
"Hai juga" Jawab Pak Feri.
Matilda memasang senyuman, perlahan melangkah dengan jalan pelan melewati Pak Feri, namun saat di dekatnya, kerah baju nya langsung di pegang oleh Pak Feri.
"Mau kemana kamu!" Seru Pak Feri.
"Ke kelas atuh bapak, kan mau belajar" Jawab Matilda.
"Belajar?" Kata Pak Feri.
"Iya dong pak" Jawab Matilda.
"Terus kamu ngapain disini? mau bolos kan?" Tanya Pak Feri.
"Eh enggak, mana ada Pak" Elak Matilda.
"Terus ngapain disini?! Itu lubang apa? Kamu kan yang jebolin?" Kata Pak Feri.
Tatapan Pak Feri kini semakin menyeramkan, membuat bulu kuduk Matilda merinding saat berusaha mengelaknya.
"Beneran Pak, saya ga bolos, barusan saya mau beli minum aja kok"
"Jangan banyak alasan, di kantin banyak minuman"
Matilda ingin sekali menjelaskan tentang lubang itu, Karena berhubung ada Frisca, Matilda terpaksa berbohong karena tidak mau Frisca kena masalah serius karena di ajak paksa untuk membolos.
Mata Matilda celingukan liar, dan berhasil mengunci keberadaan Apit yang sedang berjalan ke arahnya.
"Beneran kok pak, Mereka berdua sedang tidak bolos, saya saksinya"
Frisca dan Pak Feri kompak menoleh, Namun Matilda menaikan sebelah alisnya mendengar ucapan pria dengan rambut mullet itu sedang membela nya.
Pak Feri menatap serius-serius pemuda itu dengan kening yang hampir menyerupai nenek belia. "Kamu juga ngapain disini?"
"Habis dengerin musik atuh pak di balik pohon"
Pak Feri mendekati pria itu, dengan polosnya dia menampakkan diri, padahal dirinya juga sedang membolos juga.
"Mulutmu bau rokok, kamu ngerokok lagi?!"
"Lah enggak jangan main nuduh sih pak" Apit mengelak.
Kedua gadis itu disatukan oleh Pak Feri untuk berdiri bersampingan, sedangkan Pak Feri menunjukkan jam pada tangan nya.
"Kamu juga Apit, jam 9 harusnya kamu ada di kelas, kenapa keluyuran kesini?"
Dalam renungan hati nya Apit "Kan goblok, gue kan lagi bolos juga, kenapa malah datangin masalah ya?"
Setelahnya dia langsung berbicara "Habis dari kantor kepala sekolah" Kata Apit.
Pak Feri sedikit percaya, karena mengingat Apit juga anak dari kepala sekolah di sini, kemudian dia langsung menanyakan kembali ke Frisca dan Matilda.
Saat Pak Feri ingin berbicara, lebih dulu ucapan nya di potong oleh Apit.
"Kebetulan pak, mereka juga sudah ditunggu ayah saya di kantor" Tukasnya.
"Ayah?" Matilda menatap tajam ke Apit.
"Lah lu gak tau Til?" Tukas Frisca.
Matilda menggeleng kepala tak tahu, lalu Frisca menjelaskan siapa ayah nya itu.
Seketika Matilda membeku saat tahu siapa sebenarnya ayah Apit, selain menyumbang dana yang besar untuk sekolah ini, dia juga seorang kepala sekolah sementara yang kebetulan sedang kosong pasca kasus korupsi kepala sekolah sebelumnya.
Pak Feri berdehem saat mendengar gosip dari kedua gadis yang tepat pada pandangan kedua mata nya.
"Kalau benar dipanggil, sini bapak anter"
Deg!
Apit mulai panik, karena alasan itu sebagai acuan nya dia untuk membebaskan dirinya dan juga kedua gadis itu dari hukuman.
"Ga usah repot-repot pak, biar saya yang kawal mereka" Kata Apit.
Pak Feri kekeh membiarkan mereka jalan, dia mengikutinya dari belakang.
Apit juga sadar kalau sedang di buntuti.
"Pit lu sih ah, jadi kita kena hukum kan" Omel Matilda.
"Lah sih? Yang seharusnya protes itu gue, kenapa jadi lu" Jawab Apit.
"Buruan jangan ngobrol" Kata Pak Feri
Pintu ruangan kepala sekolah itu diketuk oleh Pak Feri dari luar, yang kemudian dari dalam Pak Erik menyauti.
"Pak Maaf, apa benar anda memanggil mereka kesini?" Kata Pak Feri.
Pak Erik menoleh sambil membetulkan kacamata nya yang sedikit melorot, Beliau melihat keberadaan Matilda yang kebetulan sekali ingin menanyakan sesuatu.
Pak Erik langsung peka melihat sebuah kedipan mata dari Apit, memberi kode kalau dirinya sedang lagi dalam masa hukuman nya Pak Feri.
Pak Erik menghela nafas sebentar "Untuk Matilda sama Apit emang saya panggil kesini, cuma gadis itu? —"
"Maaf Um, untuk Frisca saya yang menyeretnya sampai sini, kalau tidak diperlukan nanti bisa saya antarkan ke kelas" Tukas Matilda.
"Gak sopan kamu, main potong obrolan kepala sekolah" Omel Pak Feri.
Pak Erik memberi gestur uluran tangan sambil melebarkan kelima jari.
"Tolong bawa gadis itu kembali ke kelas" Titah Pak Erik ke Pak Feri.
"Baik"
Setelah semua aman Pak Erik menatap ke arah Matilda yang sedang tertunduk ketakutan.
"Gausah formal sama um, kamu juga termasuk anak um, Bu Riana baik-baik saja kok di apartemen"
Matilda langsung terhentak untuk menatap Pak Erik
"Apartemen?" Kata Matilda
"Iya um punya apartemen di Jakarta Selatan, kalau kamu mau mampir nanti sore pas pulang bisa kesana"
Tak disangka dan tak diduga-duga dengan sifat yang begitu sangat posesif ternyata apit mempunyai ayah yang sangat kaya raya, selain jadi kepala sekolah, beliau ternyata seorang pengusaha sapi ternak yang ada di desanya.
Sangat berbeda jauh dengan latar belakang dirinya yang mempunyai ayah pekerja buruh pabrik yang setiap bulan di gaji puluhan juta.
"Kenapa Matilda? Jangan minder, kamu juga termasuk anak um" Kata Pak Erik
"Kondisi ibu mu Alhamdulillah sehat wal Afiat hingga sekarang" Sambung nya.
"Bukan masalah itu um, hanya saja—"
"Matilda kamu kembali ke kelas ya, jangan kebawa-bawa sama kebiasaan buruk Apit yang suka membolos" Titah Pak Erik mentukas ucapan.
"Baik um"
"Dih gue yang kena anying" Ucap dalam hati Apit.
JADE ( Who Stole My Virginity )