Dipaksa menikah dengan pria beristri membuat Delia berani berbuat nekad. Ia rela melakukan apa saja demi membatalkan pernikahan itu, termasuk menjadi istri sewaan seorang pria misterius.
Pria itu adalah Devanta Adijaya, seseorang yang cenderung tertutup bahkan Delia sendiri tidak tahu apa profesi suaminya.
Hingga suatu ketika Delia terjebak dalam sebuah masalah besar yang melibatkan Devanta. Apakah Delia bisa mengatasinya atau justru ini menjadi akhir dari cerita hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haraa Boo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perseteruan Devan dan Margaret
Delia menggeliatkan tubuhnya lalu tiba-tiba matanya menyipit karena sinar matahari yang mulai menerobos masuk ke kamarnya.
Dalam angannya, Delia ingin tetap bermalas-malasan di ranjang. Tempat tidurnya benar-benar nyaman sehingga membuat Delia betah berlama-lama disana. Namun Delia juga penasaran dengan setiap sudut rumah ini, ia sudah berencana untuk mengajak Anna berkeliling.
Delia sudah menyibakkan selimutnya bersiap untuk bangun, namun tanpa sengaja matanya melihat dua orang pelayan yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Astaga," ucap Delia sambil berjingkat. Tentu saja ia terkejut ketika melihat mereka sudah berada di kamarnya.
Seperti biasa mereka akan membungkukkan badannya sebelum berbicara.
Tak berselang lama Anna muncul dan segera menghampiri Delia.
"Kamu harus siap-siap, Tuan Devan sudah menunggu di bawah," ucap Anna sambil menenteng beberapa gaun di lengannya.
"Kenapa menungguku, memangnya kita mau kemana?" tanya Delia.
"Tuan Devan akan membawamu bertemu dengan Nyonya Margaret, maminya Tuan Devan," ucap Anna sambil menyodorkan gaun yang ia bawa ke Delia. "Kamu coba satu per satu gaun ini, oke?"
"Apa..? Sekarang..?"
Delia sama sekali belum siap untuk bertemu Nyonya Margaret, apalagi mendadak seperti ini. Banyak pertimbangan dan keraguan yang membayangi Delia.
"Nggak ada waktu untuk protes Delia, sebaiknya kamu turuti perintah Tuan Devan, atau..."
"Atau apa?" tanya Delia, ucapan Anna yang belum selesai membuat Delia penasaran.
Anna terdiam menunjukkan ekspresi lelah pada Delia.
"Baiklah." Delia mengalah, ia sudah berjalan menuju kamar mandi dengan langkah malas.
Tak butuh waktu lama bagi Delia untuk mandi, karena ia sudah terbiasa bekerja cepat.
Para pelayan itu segera mengarahkan Delia untuk duduk di kursi rias. Disana sudah ada tiga MUA yang akan menyulap Delia.
Satu jam sudah berlalu, dan kini Delia sudah tampil dengan wajah barunya.
Delia sendiri begitu takjub dengan hasilnya, ia bahkan tak bosan memandang wajahnya sendiri dari balik cermin.
Bukan hanya Delia, tetapi Anna, kedua pelayannya dan juga MUA itu sendiri juga tak kalah kagum. Kecantikan alami yang terpancar dari wajah Delia membawa aura tersendiri.
"Pilihan Tuan Devan memang tidak pernah salah. Aku nggak tau harus ngomong apa.. tapi yang jelas kamu cantik, cantikkkk bangetttt," kagum Anna, wanita itu tersenyum bangga.
"Aku takut Na.." rengek Delia sambil meremas-remas gaunnya. "Nyonya Margaret.. Dia orang yang seperti apa?" bisik Delia kemudian.
"Seperti apa..?" Anna pun bingung tak tahu harus menjawab apa. " Yang pasti dia hampir mirip dengan Tuan Devan. Udah yuk kita turun. Kamu nggak perlu cemas, ada Tuan Devan di sisi kamu."
Delia sedang menuruni anak tangga dengan digandeng kedua pelayannya. Ia melangkah dengan sangat hati-hati karena sekarang ia sudah menggunakan sepatu high heels. Seumur hidupnya, Delia sama sekali belum pernah mengenakan high heels, jadi sudah bisa ditebak bahwa Delia akan sangat kesusahan saat harus memakainya.
Sebenarnya Delia sudah menolak untuk memakainya, namun karena Anna bilang bahwa itu pilihan Devan maka mau tak mau Delia harus mencobanya.
Langkah Delia terhenti ketika ia sudah berdiri di hadapan Devan. Pria yang semula tampak asik dengan gawainya itu seketika langsung menatap Delia tanpa berkedip sedikitpun.
Sorot matanya menjelaskan bahwa Devan benar-benar terpukau dengan kecantikan gadis 23 tahun itu.
Anna berjalan mendekat ke arah Devan lalu menyodorkan gawainya pada pria itu. "Ini foto beberapa gaun yang tadi sudah dicoba oleh Nona Delia, dan menurut pendapat saya.. Gaun ini adalah gaun yang paling cocok," ucap Anna sambil mengulurkan tangannya ke arah Delia.
Devan sama sekali tidak tertarik untuk sekedar melirik gawai itu, pandangannya hanya tertuju pada Delia seorang.
Ditatap penuh kekaguman oleh Devan membuat Delia menjadi salah tingkah. Delia beberapa kali menunduk sambil merapikan anak rambutnya yang bahkan tidak berantakan sedikitpun. Itu hanyalah gerakan spontan untuk meredakan rasa gugupnya.
Sementara Anna yang merasa diabaikan perlahan menarik gawainya. Namun belum sempat gawai itu masuk ke saku kemejanya, Devan sudah membuka suara. "Kirim foto-foto itu ke ponsel saya."
Anna awalnya terkejut, namun kemudian ia segera mengirim foto-foto Delia ke ponsel Devan. Entah untuk apa Devan membutuhkan foto itu, jelas-jelas ia sudah menunjukkannya.
"Oke kalau gitu kita bisa pergi sekarang." Devan sudah berdiri sambil merapikan jasnya.
"Tapi aku..." sela Delia.
Delia masih berdiri di tempatnya, sebenarnya Delia ingin mengatakan bahwa ia tidak bisa mengenalkan heels namun Delia takut jika Devan akan memarahinya.
"Maaf Tuan, sepertinya Nona Delia belum terbiasa mengenakan sepatu heels," ucap Anna.
"Kamu bisa belajar mulai dari sekarang, biar Anna yang akan bantu kamu berjalan," jawab Devan.
Anna segera menempatkan dirinya disisi kanan Delia, lalu meminta Delia untuk melingkarkan tangan di lengannya.
Meski kesusahan, Delia berusaha keras untuk terus melangkah hingga akhirnya mereka tiba di depan mobil Devan.
Kali ini mereka pergi tanpa menggunakan pengawalan ketat. Di dalam mobil itu hanya ada Delia, Devan, Anna dan juga sopir pribadinya karena ini akan menjadi pertemuan tertutup.
Begitu tiba, Devan sudah turun terlebih dahulu. Tanpa diduga ia langsung mengulurkan tangannya kepada Delia.
Delia terdiam sejenak sambil menatap telapak tangan Devan, meski ia sempat ragu namun akhirnya Delia menerima uluran tangan Devan lalu mereka berjalan bergandengan layaknya sepasang kekasih.
"Jangan gugup, kita nggak akan lama kok disini. Apapun pertanyaan yang nanti diajukan oleh mami, kamu cukup diam. Jangan berani membuka suara tanpa aku minta."
Delia mengangguk, di posisinya sekarang memang lebih baik untuk menurut karena Devan yang lebih tahu apa yang harus dia lakukan.
Kini mereka sudah berdiri di depan privat room. Meski Devan sempat memperingatkan Delia untuk tidak gugup, namun bagaimana bisa.. Ini menyangkut kelangsungan hidup Delia kedepan.
Pintu sudah terbuka lebar-lebar, menampakkan seorang wanita berambut pendek dengan dress selutut dan memperlihatkan lengannya yang berkulit putih dan terlihat kencang meski usianya sudah tak lagi muda.
Margaret sama sekali tidak menyapa Delia bahkan setelah Delia menundukkan kepalanya. Ia justru sibuk mengamati Delia seolah mencari celah dari penampilan gadis itu.
"Jadi ini gadis yang kamu bilang kemarin?" tanya Margaret masih dengan tatapan yang sama.
"Namanya Delia.. meski dia masih muda, tapi dia gadis yang cocok untuk Devan."
Margaret hanya tersenyum sambil menyuapkan sepotong daging ke mulutnya. Cukup lama wanita itu mengunyahnya hingga kemudian ia mengambil napkin dan mengusapkannya ke bibir.
"Bagaimana dengan keluarganya?" tanya Margaret lagi.
Meski Margaret tak banyak bicara, namun sikapnya yang begitu tenang dan elegan membuat Delia semakin gugup.
"Delia cuma punya seorang ayah, dia gadis yang mandiri dan pekerja keras. Itulah kenapa Devan bisa tertarik dengan Delia."
Delia melirik kearah Devan dengan tatapan tak percaya. Benarkah kata-kata itu keluar dari mulut seorang Devan? Lalu apakah itu hanya sebuah sandiwara?
"Lelucon apa ini... Kamu pikir mami bisa dengan mudah kamu bohongi. Tarik kembali kata-katamu sebelum kamu menyesal," ucap Margaret sambil menyesap virgin mojito-nya.
Mendapat penolakan dari Margaret membuat Devan geram. Kini ia sudah menggenggam tangan Delia yang berada di atas meja seolah ingin menunjukkan keseriusannya.
"Tidak, Devan tidak akan pernah menyesal."
"Wanita seperti dia bisa apa Van?"
"Dia bisa segalanya kecuali merendahkan orang."
Berada ditengah-tengah peperangan antara ibu dan anak membuat Delia semakin gusar. Penolakan Margaret menimbulkan rasa takut yang begitu besar, namun disisi lain ketegasan Devan membuat hatinya bergejolak.
Detik itu juga Devan sudah bangkit dan menarik Delia untuk keluar dari ruangan itu, bahkan sebelum mereka menyentuh makanan yang tersaji di atas meja.
Sementara Margaret hanya bisa mengepalkan tangannya dengan tatapan penuh amarah. Tepat setelah pintu tertutup, Margaret melemparkan gelasnya ke arah pintu. Menimbulkan bunyi nyaring yang membuat Delia reflek menyembunyikan wajahnya di dada Devan.
BERSAMBUNG...
Jangan lupa untuk bantu suport Haraa Boo dengan cara like, komen dan subscribe..
Terimakasih
Bikin Devan salting terus sampe klepek-klepek sama Delia🥰🤭