NovelToon NovelToon
Sunda Manda

Sunda Manda

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Genius / Cerai / Murid Genius / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Yourlukey

Joano dan Luna adalah dua remaja yang hidup berdampingan dengan luka dan trauma masa kecil. Mereka berusaha untuk selalu bergandengan tangan menjalani kehidupan dan berjanji untuk selalu bersama. Namun, seiring berjalannya waktu trauma yang mereka coba untuk atasi bersama itu seolah menjadi bumerang tersendiri saat mereka mulai terlibat perasaan satu sama lain.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourlukey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 18

Sepulang sekolah, Joano, Luna, Daniel dan Bianca benar-benar mendatangi warung seblak yang mereka bicarakan. Bukan hanya mereka berempat, Bella juga turut bergabung karena dia ingin bergaul dengan teman sekelas yang lain.

Seperti yang terjadi pada orang lain yang belum terlalu akrab, Bella lebih sering mendekatkan diri pada Joano. Itu karena Joano menjadi satu-satunya orang yang dia kenal lebih dulu dari pada yang lainnya.

"Woi, kalian berdua! Bisa nggak tatapan matanya nggak usah sengit begitu. Ini cuma makan seblak, bukan tanding piala dunia. Nggak usah lebay." Bianca berseru pada Joano dan Daniel yang sedang sengit beradu pandang.

"Iya nih kalian, lebay banget.” Luna yang sedang menyesap kuah seblak ikut menambahi. “Tatapan mata kalian itu kayak ada apa aja. Cepetan makan! bentar lagi Bianca mau dijemput, loh, sama nyokapnya."

Seperti ada magnet yang keluar dari mulut Luna, Joano dan Daniel langsung menuruti perintah gadis itu.

"Gimana, Niel? Enak nggak?" Bianca langsung bertanya setelah Daniel menyantap makanan yang ada di hadapannya. Gadis itu merasa tidak enak hati apabila makanan rekomendasinya kurang cocok di lidah orang lain.

"Enak, Bi. Pedesnya sesuai lidah gue, pas." Daniel menjawab.

Bianca menghela napas lega. "Syukur deh, Nggak nyesel gue rekomendasiin makanan ini ke lo."

Berbeda dengan Daniel yang menikmati makanannya tanpa keluhan apa pun, Joano justru bereaksi sebaliknya. Meski tidak mengucapkan sepatah kata pun, ekspresi wajahnya menjelaskan semuanya. Matanya berair, pipi dan hidungnya memerah karena merasakan pedas di mulutnya.

"Udah dibilangin jangan pesan yang pedas masih aja nggak digubris, nekat sih jadi orang. Udah tahu nggak bisa makan pedas tapi malah nantangin." Luna mengomel panjang lebar. Gadis itu mengangkat tangannya lalu menginterupsi. "Bu, satu kaleng susu, dong."

"Gue bisa makannya, Luna." Joano berkata yakin. Apa pun alasannya Joano tidak mau kalah dari Daniel.

Meski wajahnya memerah dan bercucur keringat, Joano terus berusaha menyantap makanannya dengan semangat empat lima. Sampai akhirnya dia berhasil menghabiskan satu mangkuk seblak level terpedas.

Setelah Joano menghabiskan makanannya, Luna langsung menodongkan kaleng susu pada sahabatnya itu, dia kembali menggerutu, "Apa kita harus ngasih lo tepuk tangan biar lagak lo makan seblak paling pedas itu nggak sia-sia?"

Joano tak menjawab, dia hanya meraih kaleng susu yang Luna berikan sambil melirik gadis itu sebal. Ingin rasanya dia menimpali perkataan Luna, tapi mulutnya masih terasa pedas untuk membalas omelan itu. Alhasil, dia hanya meneguk minumannya dalam diam.

"Enaknya makan seblak sih pelan-pelan, biar sensasi pedasnya berasa." Daniel tiba-tiba memprovokasi.

Joano terpancing. Semua hal yang berhubungan dengan Daniel, dia tidak suka. Dia ingin menyerang laki-laki itu dengan semua kalimat jahat yang ada di mulutnya. Tapi dia tahan saat melihat Luna menatap tajam dirinya.

"Gue salut sama lo, Niel. Kok bisa sih lo makan makanan pedas. Jarang loh gue ketemu sama cowok yang bisa makan pedas." Bianca mengacungkan jempol pada Daniel. Sungguh dia berkata seperti itu hanya untuk memuji Daniel. Tapi sayang, ada pihak lain yang merasa tersindir. Buktinya Joano langsung melirik dirinya sebal.

Daniel tersenyum bangga, "Iya, soalnya kakak gue pecinta makanan pedas. Jadi, mau nggak mau gue ikutan makan juga. Lama-kelamaan gue ketularan, deh."

"Next time makan pedas bareng kakak lo, yuk. Seru tuh kayaknya." Usul Luna antusias.

Melihat Luna bicara menggebu-gebu membuat Joano semakin sebal. Tidak rela rasanya melihat sahabatnya mengakrabkan diri dengan Daniel. Apalagi membawa nama kakak laki-laki itu, membuat Joano semakin jengkel. "Apa enaknya makan pedas, sih. Sampai segitu pengennya."

"Yang bukan pencinta makanan pedas dilarang komentar." Luna menyergah cepat.

Wajah Joano semakin kecut. Dia beberapa kali melirik Luna sebal namun tak digubris gadis itu.

"Boleh, Lun. Tapi kita harus sabar-sabar, soalnya kakak gue orangnya sibuk banget. Udah kayak Menteri." Daniel berusaha untuk melucu.

Bianca tertawa. “Boleh juga candaan lo, Niel.”

"Lo gimana, Bel? Lo suka makanan pedas?" Tanya Bianca. Seketika merasa bersalah pada Bella yang sedari tadi hanya diam di tempatnya.

Bella tersenyum tipis. "Aku kurang suka sama makanan pedas, sih. Tapi kalau mau nyari makanan yang lain, boleh deh ikutan.”

"Gue nggak ditanya nih?" Joano mengusulkan diri.

"Nggak usah. Ngerepotin doang." Celetuk Luna.

Joano mendengus. Gadis itu memang agak susah untuk diajak basa-basi. Apakah dirinya memang semerepotkan itu? Tidak juga. Masa gara-gara dia tidak suka makanan pedas jadi terasingkan. "Pokoknya kalau mau hunting makanan, gue harus ikut." Putus Joano tanpa menunggu persetujuan anak-anak yang lain.

"Kalau mau hunting makanan, kita bikin group chat aja. Joano nggak usah di invite." Kata Luna meledek. Selama ini Joano yang selalu menggodanya, kali ini Luna tidak mau kalah, dia juga ingin menjahili Joano agar laki-laki itu tahu bagaimana rasanya dijahili di depan teman-teman yang tidak terlalu akrab dengannya.

"Gue ambil handphone lo, lah. Tinggal invite nomor gue." Balas Joano.

"Kalau Joano masuk group, kita leave group aja."

Ledekan Luna semakin menjadi. Gadis itu ingin membayar tuntas semua kekesalan yang dia rasakan saat Joano menjahilinya.

Terbukti menang satu kosong, Joano terlihat kesal saat Luna terus menyudutkan dirinya. Laki-laki itu kemudian bangkit dari tempat duduknya dan mengapit leher Luna menggunakan lengannya, tentu saja dia tidak benar-benar menekan leher Luna dengan keras, Joano hanya berpura-pura tapi Luna memberikan reaksi yang berlebihan.

"Ini sih kelarnya habis maghrib." Kata Bianca. Sebelum tingkah mereka makin menjadi, Bianca lebih dulu melerai keduanya. Dia tidak ingin adu jahil antara Joano dan Luna membuat pengunjung lain tidak nyaman.

Sementara itu, dari tempatnya berada Bella hanya tertawa kaku melihat tingkah Joano dan Luna, mungkin karena mereka belum terlalu kenal jadi Bella hanya menunjukkan reaksi seadanya.

Berbeda dengan Bella, Daniel justru terlihat acuh. Dia memilih mengalihkan perhatiannya pada ponsel yang ada di tangannya.

"Udah ya, jangan berantem lagi kalian berdua. Awas aja!" Bianca kembali memperingati.

Semenjak menjadi teman Luna dua tahun lalu, gadis itu mempunyai job desk baru di sekolah yaitu menjadi penengah di kala Luna dan Joano bertengkar. Entah itu karena masalah sepele yang berawal dari jahil-menjahili, atau masalah lain yang berakhir dengan saling diam. Seakrab apa pun Joano dan Luna, mereka juga sering bertengkar karena salah paham atau hal lainnya.

"Joano, boleh nggak nanti pas pulang aku nebeng kamu? Soalnya sopir aku nggak bisa jemput. Mobilnya mogok katanya."

Joano melirik Luna sebelum menjawab pertanyaan itu.

Luna yang sedang meneguk air mineralnya kemudian berkata. "Gue naik busway."

"Eh, Luna bareng Joano, ya? Sorry, aku lupa." Bella merasa tak enak hati.

"Nggak papa, Bel. Santai aja." Sergah Luna cepat.

Sepanjang mereka kumpul bersama, diam-diam Luna memperhatikan Bella. Dia merasa jika Bella mempunyai ketertarikan khusus pada Joano. Karena itu Luna tidak keberatan jika Bella berusaha untuk mendekati sahabatnya dengan alasan apa pun. Asalkan Joano tidak keberatan, Luna dengan senang hati memberikan ruang kepada Bella untuk bisa lebih dekat dengan Joano.

"Lun! Lo, gue antar aja gimana?" Daniel tiba-tiba menawarkan diri.

Saat itu juga kaki Bianca sengaja menyenggol kaki Luna, gadis itu memberi isyarat supaya Luna menyetujui tawaran Daniel.

"Gimana?" Tanya Daniel lagi.

Luna menganggukkan kepala. “Boleh.” Itu bukan karena Bianca menyenggol kakinya, bukan juga karena dia memiliki perasaan pada Daniel. Tetapi karena laki-laki itu menawarkan diri, mempunyai niat baik padanya, makanya Luna mengiyakan. Tidak lebih dari itu.

Namun, sepertinya maksud Luna itu disalah artikan oleh Bianca. Buktinya gadis itu menatap Luna dengan tatapan menggoda. Jika saja Daniel tidak ada di depan mereka, bisa jadi Luna akan dijadikan bahan gurauan oleh Bianca karena menerima tawaran laki-laki itu.

Terkadang, Bianca juga sama usilnya dengan Joano, makanya mereka bisa sefrekuensi saat membahas suatu hal, termasuk menjahili Luna.

"Gimana Jo? Lo bisa antar gue, kan?" Tanya Bella memastikan.

"Oh, iya Bel. Bisa." Joano menyanggupi.

Waktu bergulir begitu cepat, lima menit yang lalu Bianca pamit lebih dulu karena ibunya sudah menunggu. Sementara yang lain menyusul membubarkan diri dari tempat itu.

"Ini Lun helmnya." Daniel mengulurkan helm yang baru saja dia ambil dari bagasi kemudian memberikannya pada Luna. Dia juga membantu gadis itu untuk mengunci tali pengaman.

Melihat pemandangan itu, Joano terlihat semakin kesal. Apalagi saat mereka tertawa bersama, membuat laki-laki itu semakin ingin menggagalkan rencana mereka pulang bersama. Tapi jika Joano melakukan itu, bagaimana dengan Bella? Apa menyuruh Daniel saja yang mengantarkannya? Tidak. Jika seperti itu, dia terlihat seperti pecundang dan tidak menghargai Bella sebagai temannya. Baiklah, lebih baik Joano segera beranjak dari tempat itu. Dari pada melihat pemandangan yang membuatnya semakin jengkel.

“Jangan mampir ke mana-mana, langsung pulang!” Peringatan itu Joano tujukan pada Luna dan semua orang tahu itu.

"Iya, bawel." Luna menjawab singkat.

"Awas kalau nggak langsung pulang."

Luna mendengus, melirik Joano sebal. "Iya." Katanya penuh penekanan. Gadis itu lantas melompat ke atas motor Daniel.

"Lo kalau nggak langsung pulang, gue nggak bakal mau main sama lo lagi.” Joano awalnya hanya ingin berpesan satu-dua buah kata. Tapi karena jawaban Luna terdengar acuh, tanpa sadar ucapannya lebih berisik dari biasanya.

"Iya, Joano. Bella udah nungguin, ngomel mulu." Protes Luna. Dia tidak ingin Bella menunggu hanya karena Joano mengomel padanya. "Ayo jalan Daniel, nggak pulang-pulang nanti."

Daniel segera melajukan motornya begitu Luna berkata demikian. Sementara itu, Joano tetap terlihat kesal meski motor yang dikendarai mereka sudah hilang dari pandangan.

"Sorry, Bel. Anaknya agak bandel soalnya." Joano berkata tak enak hati.

Bella mengulum senyum. "Iya Jo, nggak papa."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!