Aillard Cielo Van Timothee adalah seorang Grand Duke yang sangat dikagumi. Dia sangat banyak memenangkan perang yang tak terhitung jumlahnya hingga semua rakyat memujanya. Namun hal yang tak disangka-sangka, dia tiba-tiba ditemukan tewas di kamarnya.
Clarisse Edith Van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Keberadaannya bagaikan sebuah noda dalam keluarganya hingga ia di kucilkan dan di aniaya. Sampai suatu hari ia di paksa bunuh diri dan membuat nyawanya melayang seketika. Tiba-tiba saja ia terbangun kembali ke dua tahun yang lalu dan ia bertekad untuk mengubah takdirnya dan memutuskan untuk menyelamatkannya.
"Apakah kamu tidak punya alternatif lain untuk mati?"
"Aku disini bukan untuk mencari mati." jawab Clarisse tenang.
"Lalu untuk apa kamu kesini, menyodorkan dirimu sendiri ke dalam kamp musuh?" Aillard mengangkat alisnya sambil memandang Clarisse dengan sinis.
"Aku disini berniat membuat kesepakatan denganmu. Mari kita menikah!"
➡️ Dilarang memplagiat ❌❌
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 16 - APAKAH ANDA MENERIMA TAWARAN SAYA?
Bodoh.
Rasanya Teon ingin sekali menarik perempuan ini dan membuka isi kepalanya. Tahukah dia, itu sama saja dengan membuang haknya sebagai Grand Duchess. Kelak dia tidak akan mempunyai hak untuk mengelola perkebunan Grand Duke dan ia juga tidak mempunyai suara kalau misalnya Grand Duke mempunyai gundik lain di luar dan memiliki anak dengannya. Hidupnya pasti akan sengsara dan setiap hari ia akan mencuci mukanya dengan linangan air mata.
Teon menghela nafas tidak mengerti dengan jalan pikiran Clarisse. Bukankah lebih baik tidak menikah saja daripada hidup seperti itu. Namun sayangnya itulah yang di inginkan Clarisse, dia tidak akan ikut campur dalam mengelola perkebunan Grand Duke ataupun urusan lainnya. Kelak jika ia pergi dari tempat ini, ia tidak akan punya keterikatan yang rumit.
"Apakah anda menerima tawaran saya?"
Aillard tetap diam tidak membalas perkataan Clarisse yang membuatnya semakin cemas. Apakah itu masih kurang? Tetapi dia tidak punya apa-apa lagi yang bisa dia tawarkan karena dia sangat miskin. Lagipula Grand Duke tidak kekurangan apapun yang mustahil dia bisa memuaskan keinginannya.
"Saya tahu Kaisar menyuruh anda untuk menikahi salah satu putri kerajaan. Daripada mereka yang sikapnya belum tentu jelas lebih baik anda menikahi saya, bukankah itu sama saja dengan menikahi putri lainnya."
"Darimana kamu mengetahui kalau Kaisar menyuruhku untuk menikahi salah satu putrinya?"
Jleb.
Clarisse mendadak membisu ketika menghadapi pertanyaan itu. Dia mengetahuinya tentu saja dari kehidupannya sebelumnya dan tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya kepada Grand Duke. Pasalnya masalah ini hanya sedikit orang yang tau dan belum tersebar ke dunia luar.
Di kehidupannya sebelumnya, Kaisar juga memberi titah untuk menyuruh Grand Duke menikahi salah satu putrinya, tetapi terhambat oleh Grand Duke yang akan pergi berperang. Grand Duke memenangkan perang itu dan meminta supaya ia di beri hak istimewa untuk memilih calon istrinya sendiri, tentu saja Kaisar menyetujui hal itu dan membuat dia tidak bisa berkutik untuk ikut campur dalam pernikahan Grand Duke.
Dia harus menikah dengan Grand Duke sebelum hal itu terjadi, kalau tidak ia tidak akan bisa meyakinkan Grand Duke untuk menikahinya.
"Saya tidak sengaja mengetahuinya dari percakapan permaisuri." ujar Clarisse berbohong.
Aillard menganggukkan kepalanya mendengar jawaban Clarisse yang membuat Clarisse menghela nafas lega.
"Bagaimana dengan tawaran saya? Jika anda menerimanya tolong segera umumkan hubungan kita sebelum Kaisar menurunkan titahnya terlebih dahulu untuk menikahi salah satu putrinya. Saya dengar putri ke lima yang akan dijodohkan dengan anda."
Ia mungkin terkesan tidak tahu malu karena terus mendesak Grand Duke untuk menikahinya, tetapi jika dibandingkan dengan nyawanya ia lebih memilih membuang harga dirinya. Ia yakin Grand Duke akan luluh dengan kegigihannya.
"Putri ke lima."
Teon mengernyitkan dahinya bagaikan bisa menjepit lalat di antara alisnya. Siapa yang tidak tau kalau putri ke lima di juluki sebagai sosialita papan atas di kalangan para bangsawan. Bagi yang mendengarnya tentu saja menganggap Yang mulia sangat beruntung karena menikahinya.
Namun itu hanya berlaku untuk orang-orang yang belum mengetahui sifat aslinya dan sayangnya Teon bukan termasuk di antara mereka. Membayangkan kalau dia akan tinggal bersama tuannya dan memanggilnya Duchess setiap hari membuat bulu kuduknya merinding sebadan.
"Amit-amit." Teon menggeleng-gelengkan kepalanya mengusir pemikiran itu di otaknya. Ia mungkin bisa mati berdiri jika itu benar-benar terjadi.
Aillard terdiam, lalu berkata dengan datar, "Saya akan memikirkannya."
"Silahkan antar Yang mulia putri ke istana!"
Teon menganggukkan kepalanya lalu berjalan menuju Clarisse, "Mari saya antar, Yang mulia." ujarnya sambil menunduk hormat kepada Clarisse yang sangat berbeda dari sikapnya sebelumnya.
Clarisse menghela nafas lalu berdiri sambil berpamitan kepada Grand Duke. "Silahkan pikirkan baik-baik tawaran saya Yang mulia. Jika anda sudah mempunyai jawaban, tolong hubungi saya secepatnya. Saya permisi."
Aillard menganggukkan kepalanya tanpa melihat sedikitpun ke arah Clarisse.
Mereka berdua menyusuri gang-gang sempit, di ikuti Teon yang selalu berjalan di belakangnya. Sebenarnya Teon menawarinya untuk naik kereta tetapi dia tidak ingin menaikinya karena takut menjadi pusat perhatian. Tak lama sampailah mereka di jalan menuju istana, Clarisse menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Teon. "Sampai disini saja tuan Teon, selanjutnya saya akan berjalan sendiri. Terimakasih sudah mengantar saya."
"Tapi Yang mulia.." ujar Teon ragu-ragu.
"Tidak apa-apa, lagipula ini tidak jauh lagi. Sebenarnya saya juga tidak ingin ada yang mengetahui pertemuan saya dengan Grand Duke karena itulah saya menghentikan anda disini."
Teon menghela nafas lalu menundukkan kepalanya dengan patuh, "Baiklah, Yang mulia. Kalau begitu saya akan pergi."
Clarisse menggangukkan kepalanya sambil tersenyum, menatap sosok Teon yang mulai menghilang dari pandangannya.
Kini dia harus bergegas kembali ke istana sebelum permaisuri menyadari keberadaannya. Anne pasti sekarang sangat cemas karena ia belum juga kembali sampai saat ini.
Clarisse mengangkat roknya dan berlari menyusuri jalan setapak menuju taman belakang istana. Semoga saja tidak ada prajurit yang berjaga disana, Clarisse menggumamkan itu dalam hatinya berharap keberuntungan memihaknya.
"Huft, tidak ada." Clarisse menghela nafas lega ketika melihat tidak ada satupun seorang prajurit yang di temuinya. Ia segera merangkak menuju lubang tikus, tempat yang bisa dia pakai untuk menyelinap keluar.
"Yang mulia." Anne berseru gembira ketika melihat sosok yang di kenalnya sedang menutup pintu.
"Darimana saja anda, Yang mulia? Saya sangat khawatir karena anda belum juga kembali. Apa yang terjadi di luar, apakah anda mengalami masalah? Apa anda terluka?"
"Pelan-pelan Anne, bagaimana saya bisa menjawab pertanyaan anda jika anda terus menanyai saya." kata Clarisse sambil berjalan melepas jubahnya dan menyerahkannya kepada Anne.
Anne menerimanya lalu menyengir menampilkan giginya yang tersusun rapi. Ia tersenyum malu-malu sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal, "Maaf Yang mulia." ujarnya salah tingkah. "Saya sangat khawatir karena anda belum juga kembali."
"Tidak apa-apa." jawab Clarisse sambil menghempaskan tubuhnya di kasur. "Tadi saya sedikit mengalami masalah, karena itulah saya kembali agak terlambat."
"Masalah apa? Apakah orang itu tidak jadi menemui anda?"
Clarisse menggeleng-gelengkan kepalanya, "Hampir saja dia tidak menemui saya, tetapi dia datang di saat-saat terakhir."
"Bukankah itu berarti Yang mulia harus menunggunya." ujar Anne terkejut.
Clarisse mengangguk-angukkan kepalanya menanggapi perkataan Anne.
"Waah.. dia sangat tidak sopan. Beraninya dia membuat anda menunggu padahal Yang mulia sudah bersusah payah untuk pergi menemuinya. Jika besok lagi dia terus seperti itu pukul saja kepalanya."
Memukul kepala Grand Duke? Clarisse tertawa dalam hati melihat Anne yang menyuruhnya melakukannya. Bagaimana jika ia mengatakan yang sebenarnya saja kepada Anne? Jujur saja ia sedikit penasaran dengan reaksinya.