Emily Gabriella Putri seorang gadis cantik berumur 25 th terpaksa harus bersandiwara menggantikan saudari kembarnya Emilia Karmila menjadi tahanan seorang mafia,karena telah melukai adik seorang mafia berkuasa bernama Albert wheeler.
Emily akan berusaha kuat untuk melindungi keluarganya.
Dan bagaimana perasaan Emily ketika mengetahui jika seseorang yang ia cintai adalah seseorang yang telah membuat ia merasa terpuruk selama 5 tahun lama nya.
“Tidak mungkin..laki-laki itu tidak mungkin Albert”gumam Emily dalam hati
Penasaran?
Yuk mampir
Selamat berhalu ria!!!!!!!!
Selamat berhalu ria
MOHON MAAF UNTUK KETIDAKNYAMANAN KALIAN DALAM MEMBACA CERITA INI. KARYAKU YANG INI MASIH DALAM PROSES REVISI PERBAB, GUNA MENYEMPURNAKAN TATA BAHASA MAUPUN TANDA BACANYA YANG MASIH SANGAT BERANTAKAN. BAGI KAIAN YANG SUDAH MEMBACA, MOHON MAAF JIKA TERGANGGU DENGAN NOTIF UPDATENYA. JIKA BERKENAN, KALIAN BISA MEMBACA ULANG.
TERIMA KASIH UNTUK PENGERTIANNYA
HAPPY READING🫶🏻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oming32, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2
Emily memejamkan matanya dengan erat begitupun dengan jesica. Kompak tubuh mereka bergetar hebat akibat suara tembakan tadi. Lantas suasana berubah hening, hanya suara deru nafas memburu yang terdengar samar.
Emily mengumpulkan keberanian untuk membuka mata, menepis segala pikiran buruk yang mulai berkecamuk, memenuhi kepalanya. Masih dengan tubuh yang gemetar pun telapak tangan dingin bak dicelupkan ke air es, ia lirik kepada sosok sang ayah yang nampak baik-baik saja. Lantas dialihkan kepada perempuan yang ikut berteriak kencang tadi, terlihat baik-baik juga.
Lega setelah melihat kedua orang tuanya dalam keadaan baik-baik saja. Kini ia tekadkan untuk melirik kepada sang paman yang berdiri gagah dihadapannya, masih dengan pistol yang tegak lurus mengarah ke dinding.
“Huh, ternyata paman menembakkannya ke dinding” batin Emily, benar-benar tak bisa membayangkan jika peluru itu harus bersarang di antara mereka bertiga.
“Keputusanku sudah bulat! Emily akan menggantikan Emilia! Setuju atau tidak setuju, aku akan tetap membawa Emily!” Tegas tak mau dibantah, tak lupa ia arahnya ujung pistolnya ke arah Wijaya.
Wijaya yang sedari tadi menunduk karena keterkejutannya, kini kembali menatap sang kakak ipar “Kau boleh membunuhku Justin! Asal tidak kau libatkan Emily ke dalam rencanamu! Putriku tidak bersalah, aku tidak akan rela jika sampai dia menderita karena perbuatan yang tidak ia lakukan.”ucap Wijaya menantang
“Membunuhmu? Hahahaha itu sangat mudah bagiku! Bahkan aku akan lebih mudah untuk membawa Emily.” Justin tertawa keras.
“Kurang ajar kau JUSTIN!! Tidak cukupkah selama ini kau mengorbankan putriku untuk kepentinganmu?!”Wijaya berdiri dengan marah. Habis sudah kesabarannya, tidak akan mau ia tindas lagi oleh pria ini. Tidak gentar sedikitpun, walau kepalanya tengah ditodong dengan pistol lagi.
“CUKUP! ” Emily berteriak lantang pun dengan nafas memburu. Ditatap dalam sosok sang paman yang nampak enggan untuk menyudahi perdebatan ini.
“Emily..” lirih Jesica sembari menggeleng ribut. Wanita ini tahu betul apa yang akan dilakukan putrinya setelah ini. Sikap Emily yang selalu mengalah, membuat dirinya merasa khawatir sekarang.
Emily menatap sejenak wajah sang ibu yang sudah berderai air mata, mengangguk pelan dengan senyum manis seperti biasanya “Aku bersedia menggantikan kak Emilia, asalkan Paman berjanji satu hal padaku.” Kini ia tatap sang paman, tangannya terangkat untuk menghapus buliran bening yang lolos begitu saja.
Dia tau keputusannya ini sangat gila, tapi apa boleh buat. Ancaman pamannya tak bisa dianggap omong kosong. Keselamatan orang tuanya adalah yang nomer satu. Tak apa jika dirinya harus menjadi tahanan ataupun menyerahkan nyawanya sekalipun, asal dua orang tercintanya dalam keadaan baik-baik saja.
Justin tersenyum penuh kemenangan “Bagus Emily!Paman suka keponakan yang penurut seperti mu! Apapun permintaanmu paman akan penuhi, katakanlah!”
“Paman harus berjanji tidak akan mengusik kedua orang tuaku! Tidak melibatkan mereka dalam masalah apapun, yang berhubungan denganmu!tegas Emily
Justin terkekeh rendah “Hanya itu?”remehnya
“Iya hanya itu. Dan aku mau perjanjian ini ditulis pada kertas!” Pinta Emily dengan tatapan benci. Sungguh, ia sangat ingin memutuskan tali persaudaraan dengan pria ini.
“Hey, apakah harus se formal ini? Percayalah, paman akan berjanji untuk itu!”
“Aku tidak mempercayai siapapun paman, terkecuali kedua orang tuaku! Janji yang hanya diucapkan dengan mulut, sama halnya seperti omong kosong paman! Akan lebih terpercaya jika semua itu ditulis pada secarik kertas.” Final Emily.
Justin mengangguk setuju “Baiklah aku setuju. Akan aku berikan surat itu nanti malam. Setelahnya kau harus ikut denganku ke mansion Albert.” Balas Justin, lantas memasukkan kembali senjata apinya.
Sebelum Justin benar-benar meninggalkan rumah Wijaya, dia melangkah ke arah Emily untuk memeluk keponakannya, sebagai rasa terima kasih karena telah mau membantunya.
“Terima kasih Emily kau telah menyelamatkan Perusahaan dan juga nyawa paman. Namun Ingat satu hal, jika kau berani melawan atau melarikan diri, aku tidak akan segan-segan untuk membunuh kedua orang tuamu!”bisik Justin ditelinga Emily
Tak akan gentar, dibalas pelukan sang paman dan membalas kalimat ancaman Justin “Aku bukan tipe manusia licik paman. Tak pernah sekali pun aku melanggar janjiku.”balas Emily, menyelipkan sedikit kalimat sindiran kepada sang paman.
Usai sudah urusan Justin dengan keluarga sang adik. Setelahnya ia benar-benar melenggang pergi dengan senyum merekah, meninggalkan kediaman Wijaya tanpa berpamitan dengan siapapun.
“Kenapa kamu menyetujuinya nak?” Wijaya bergegas menghampiri putrinya, begitu Justin benar-benar menghilang dari balik pintu. Raut wajah sendu, terpaut jelas di wajah Wijaya.
Emily menatap sang ayah dengan senyum hangat diwajahnya. Ia tangkup juga pipi Wijaya lembut “Tidak apa-apa ayah, aku akan melakukan apapun demi keselamatan kalian. Aku sangat menyayangi kalian, sungguh. Apalah dayaku jika hidup tanpa kalian dan percayalah aku akan baik-baik saja”
Begitu tulus Emily mengucapkan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. Mengundang rasa haru bercampur syukur tak terhingga, memiliki putri seperti Emily. Wijaya dan jesica pun memeluk putri mereka dengan sangat erat sambil menangis sejadinya. Tak bisa mereka bayangkan bagaimana kehidupan Emily kedepannya. Mereka merasa menjadi orang tua yang gagal dalam hal menjaga anak mereka.
“Maafkan ayah Emily. Lagi dan lagi ayah gagal menjadi sosok pelindung untuk kalian.” Sesal Wijaya, bergetar tubuhnya memeluk semakin erat kepada dua wanita yang begitu ia cintai keberadaannya.
Begitu pun Emily, sekuat tenaga ia bertahan, ternyata air matanya lolos begitu saja “Tidak ayah, kau tidak pernah gagal untuk melindungi kami. Kau sosok yang sempurna di mataku. Ini hanya masalah keadaan saja, kau tidak bersalah dalam hal ini”
Sedangkan Jesica, tak ada satu kalimat pun yang mampu ia katakan. Terlampau sedih, mengingat kembali semua hal yang terjadi karena ulah saudaranya sendiri. Untuk beberapa saat mereka saling berpelukan, menumpahkan kesedihan dan saling menguatkan satu sama lain.
Bersambung...