Bekerja sebagai pelayan di Mansion seorang Mafia???
Grace memutuskan menjadi warga tetap di LA dan bekerja sebagai seorang Maid di sebuah Mansion mewah milik seorang mafia kejam bernama Vincent Douglas. Bukan hanya kejam, pria itu juga haus Seks wow!
Namun siapa sangka kalau Grace pernah bekerja 1 hari untuk berpura-pura menjadi seorang wanita kaya yang bernama Jacqueline serta dibayar dalam jumlah yang cukup dengan syarat berkencan satu malam bersama seorang pria, namun justru itu malah menjeratnya dengan sang Majikannya sendiri, tuanya sendiri yang merupakan seorang Vincent Douglas.
Apakah Grace bisa menyembunyikan wajahnya dari sang tuan saat bekerja? Dia bahkan tidak boleh resign sesuai kontrak kerja.
Mari kita sama-sama berimajinasi ketika warga Indonesia pindah ke luar negeri (〃゚3゚〃)
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMLMM — BAB 06
KEGUGUPAN YANG LUAR BIASA
Grace masih bernapas tak karuan bahkan saat dia menatap ke arah tuannya. Cukup lama Vin menatap maid barunya itu dengan sorot tajamnya.
“Ma-ma-ma-ma-maafkan aku. Aku, aku...”
Tiba-tiba Vincent langsung mencengkram leher Grace dan menariknya lebih dekat ke wajahnya. “Aku tidak suka dengan seseorang yang tak mau patuh denganku.”
Kali ini Grace tak berani membuka matanya dan memejamkan rapat-rapat bahkan bibirnya pun ikut mengatup rapat sehingga Vin mengamatinya dengan detail wajah cantik Grace.
Aroma amis tangan Vin karena bercak darah yang masih melekat pun membuat Grace ngeri. Sementara pria itu masih begitu dekat, hidung mancungnya hampir saja menyentuh hidung Grace saking dekatnya.
Dari arah lain, Maida tak sengaja melihat pemandangan tersebut sehingga wanita tua itu segera menghampiri Grace dan Vincent dengan mata terbelalak karena terkejut.
“Tuan Vincent, tolong maafkan dia. Dia masih baru jadi— ”
Vin seketika melepaskan cengkeramannya di leher Grace, berpaling sejenak lalu kembali menatap wanita cantik itu yang kini kembali menunduk.
“Apa aku pernah melihatmu?”
Seketika pertanyaan yang membuat Grace bertambah tegang. Lagi, Grace diam tidak menghiraukan pertanyaan Vin sehingga Maida menyikut lengan wanita itu.
“Ti-ti-tidak Tu-tuan Vin.”
Setelah mendengar hal itu, Vincent bergegas pergi dan tak lagi memperdulikan wanita itu.
Sedangkan Maida langsung memberikan tatapan tegasnya serta marahnya kepada Grace. “Apa yang sudah kau lakukan? kenapa Tuan Vincent sangat terlihat marah? Dan kenapa ku hanya memanggilnya Vin huh?”
Pertanyaannya bertubi-tubi terlontar begitu saja dari bibir Maida sehingga yang Grace pikirkan saat ini hanyalah raa bersyukur karena pria itu tak mengenalinya. Jika tidak maka dia sudah terkapar di lantai dengan Simbah darah.
“Aku tidak berbuat apa-apa Bibi! Aku hanya bersikap gugup dan tegang itu saja. Aku takut.” Ketus Grace mengusap keringat di hidung mancungnya.
Maida masih diam mencermati ucapan wanita didepannya itu dengan kedua alis berkerut.
“Dan... Kenapa tuan Vincent penuh darah? Apa dia semacam pembunuh?” tanya Grace yang sangat ingin tahu. Sejak awal pertemuannya dengan Vin, memang dia tak tahu pekerjaan gelap pria itu dan hanya tahu kalau dia seorang pria kaya, itu saja.
Bahkan Jacqueline pun tak memberitahu nya.
Maida masih diam karena dia tahu bahwa tuannya seorang mafia, dan darah yang selalu melekat di tubuh Vincent adalah darah orang-orang yang dia bunuh.
Grace masih menunggu jawaban dari wanita tua itu.
“Lupakan itu, dan tidurlah. Aku akan memberitahumu lain waktu. Percuma aku memberitahumu, cih.” Maida melangkah pergi sementara Grace masih berdiam diri di sana.
Wajahnya penuh tanya, saat dia mendongak melihat ke lantai atas ruangan pribadi tuannya. Kedua mata Grace kembali terbelalak melihat Vincent memerhatikan dirinya dari atas entah sejak kapan?
Grace langsung bergegas pergi, pura-pura bodoh dan tak melihatnya.
Melihat tingkah aneh maid nya membuat Vincent bertanya-tanya sendiri hingga rasa penasaran muncul. Wajahnya yang tegas, mata biru yang selalu menyorot tajam membuatnya terlihat bertambah ketampanannya. Itu adalah ciri khasnya.
.
.
.
“Aku ingin kau cari tahu tentang Jacqueline Odelia.” Pinta Vincent yang masih sibuk di ruangannya, lebih tepatnya di meja kerjanya.
Dia seorang mafia, tak heran jika dia sangat sibuk apalagi bisnis ilegalnya selalu berjalan lancar tanpa ada yang berani menghalanginya.
“Baik tuan.” Jack bergegas seperti biasanya.
Setelah kepergian Jack, ruangan kembali hening. Vincent memutuskan keluar dari sana menuju kamarnya. Dia ingin istirahat sejenak sebelum pergi ke pelabuhan.
Dengan kaos hitam dan celana hitam, pria itu melangkah santai menuju kamarnya. Otot lengan Vincent tercetak jelas ketika dia hanya mengenakan kaos saja. Beberapa pasang mata para maid yang bekerja pun menjadi teralihkan dan penuh harap akan sentuhan pria itu.
Tak semudah itu mendapatkan sentuhan sensual dari tuan mereka. Vin tipe pria yang teliti saat dia memilih seorang wanita untuk dia tiduri.
“Aku rasa ini sudah cukup bersih, hffuuu— aku akan mengumpulkan uang gaji ku dan akan pergi dari sini. Lebih baik kembali ke negara sendiri.” Gumam Grace yang kini selesai mengelap bersih semua meja di Mansion, tanpa ada debu yang menempel.
Grace mengeluarkan sebuah koin lama uang Indonesia. “Baik, kita lihat keberuntungan mu!” ucapnya mulai melempar koin tersebut lalu menangkapnya dan membukanya.
Sebuah gambar tulisan angka dari uang tersebut. “Tidak beruntung?” ucapnya tak terima.
Grace tidak menganggapnya serius, namun dia sudah terbiasa bermain-main seperti itu dan hal tersebut selalu tepat sasaran.
Saat Grace mencoba melemparnya lagi dan menangkap nya, koin tersebut malah jatuh dan memantul masuk ke dalam pintu ruangan yang entah ruangan apa itu. “Ah, tidak...” Refleks ia merangkak lalu mencoba mengintipnya lewat cela bawa pintu.
Dari arah belakang, Vincent datang dan melihat pemandangan seperti itu. Wanita berdress pendek berlutut di depan pintu kamarnya sambil mengintip dari bawah sehingga dress wanita itu sedikit tersingkap ke atas dan hampir terlihat celana pendek hitamnya.
“Apa yang kau lakukan?”
Suara dingin nan serak itu membuat Grace terkejut hingga langsung berdiri menghadap ke arah suara tersebut sambil menunduk.
Lagi-lagi Vincent harus melihat maid barunya itu.
“What are you doing here?” sekali lagi pria itu melontarkan pertanyaan yang sama.
Grace menelan ludahnya. “Membersihkan meja, lalu...” Grace tak bisa bicara dengan baik saat kedua tangannya sibuk menarik dress pendeknya agar lebih panjang lagi.
Pakaian maid itu sangat ketat hingga mencetak body nya.
Vin yang melihat gerakan tersebut sangat aneh. Di antara banyaknya maid yang selalu menginginkan sentuhannya, maid barunya itu malah mencoba menutupi tubuhnya dari tuannya.
Rahang Vin berdenyut seperti biasa, “Katakan dengan benar.” Gertak pria itu yang tak suka berbelit-belit.
Sungguh? Dia tak sadar sudah membuat Grace ketakutan setengah mati saat berhadapan dengannya. Terakhir kali yang wanita itu ingat hanyalah tindakan bejat Vin saat memaksanya untuk bersetubuh dengannya.
“Koinku tidak sengaja masuk ke dalam ruangan itu.” Entah kesambar apa Grace bisa berbicara lancar tanpa tergagap.
Vin mengangkat satu alisnya, laku berjalan melewati wanita itu dan membuka kamarnya. Dia melihat sebuah koin tergeletak di lantainya.
Grace masih berdiri membelakangi Vincent. pria itu menoleh ke arah Grace dan masih menahan pintunya agar tetap terbuka lebar.
“Apa itu koin yang kau maksud?” tebak pria itu.
Grace berbalik dan melihat koinnya ada di sana. Senyuman lebar terukir d bibir peach milik Grace namun wanita tersadar kembali akan keberadaan tuannya sehingga senyumannya tak bertahan lama.
Grace masih tak berani melangkah maju karena belum ada perintah.
“Kenapa kau masih diam. Ambilah.” Ujar Vin menatap dengan wajah tenang. Oh, dia terlihat sangat menawan. Begitulah yang Grace pikirkan setiap kali dia memandang wajah tuannya.
Wanita itu masih diam di tempat karena bingung harus mengambilnya atau tidak. Melihat keberadaan tuannya ada di sana, dia sangat trauma akan kehadiran pria itu, sungguh.
“Apa kau ingin aku yang mengambilnya?” tegas Vin bernada kesal.
“Ba-baik, Tuan.” Grace segera berjalan maju dan masuk ke dalam ruangan yang rupanya adalah sebuah kamar.
Melihat kamar membuat Grace teringat dengan malam itu. -‘Lupakan itu Grace!’ batinnya sambil menggeleng.
Ia segera meraih koinnya dan saat berbalik, pintu sudah tertutup rapat.