Raya, Jenny, Nabilla, dan Zaidan. Keempat gadis yang di sangat berpengaruh di salah satu sekolah favorit satu kota atau bisa dibilang most wanted SMA Wijayakusuma.
Selain itu mereka juga di kelilingi empat lelaki tampan yang sama berpengaruh seperti mereka. Karvian, Agam, Haiden, dan Dio.
Atau bagi anak SMAWI mereka memanggil kedelapannya adalah Spooky yang artinya seram. Karena mereka memiliki jabatan yang tinggi di sekolahnya.
Tentu hidup tanpa musuh seakan-akan tidak sempurna. Mereka pun memiliki musuh dari sekolah lain dimana sekolah tersebut satu yayasan sama dengan mereka. Hanya logo sekolah yang membedakan dari kedua sekolah tersebut.
SMA Rajawali dan musuh mereka adalah Geng besar di kotanya yaitu Swart. Reza, Kris, Aldeo, dan Nathan. Empat inti dari geng Swart dan most wanted SMAJA.
Selain itu ada Kayla, Silfi, Adel, dan Sella yang selalu mencari ribut setiap hari kepada keempat gadis dari SMAWI.
Dan bagaimana jika tiba-tiba SMAJA dipindahkan ke sekolah SMAWI?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon oreonaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 03 : Unstable
Soraya memasukkan buku-buku pelajaran pertama tadi bertepatan datangnya guru pelajaran kedua yaitu Bu Ida, guru Biologi. Raya mengeluarkan buku biologi dan menaruhnya di meja.
“Anak-anak hari ini sesuai janji Ibu kemarin, kalian akan belajar di lap laboratorium,” Anak 12 IPA-1 berseru senang.
“Dan sedikit info agar kalian nanti tidak terkejut, kelas kalian akan Ibu gabung dengan anak 12 IPA-1 SMA Rajawali. Karena bertepatan anak IPA-1 SMA Rajawali sama-sama pelajaran Biologi. Ibu tunggu di laboratorium 5 menit dari sekarang.” Bu Ida keluar tanpa memperhatikan ekspresi tidak suka.
“Gak jadi seneng jadi males gue.” Dengus gadis berambut coklat.
“Sama njir! Gak sudi gue.” Timpal gadis berponi.
“Ah! Kenapa harus digabung sih? Weeee....” Emma berteriak dengan akhiri bahasa Korea. Anak drakor beda.
“Udah biarin aja.” Ujar santai Soraya.
Emma menatap Soraya yang sedang mempersiapkan alat tulis yang ingin di bawa, “Ray, kalau Lo denger anak pungut batin bilang ke gue ya.” Ujarnya.
Soraya Aafreeda. Gadis tidak biasa, ia bisa mendengar apa yang dipikirkan serta diucapkan dalam hati. Bukankah keren? Ya sangat keren. Dari sini yang hanya mengetahui Soraya yang memiliki kemampuan seperti itu hanya sedikit. Sahabat-sahabatnya serta Emma teman sebangkunya. Tapi bagi Raya sendiri, itu sangat menyiksa. Tidak ada yang tau kehidupan Raya seperti apa karena kemampuan ini.
Raya mengangguk. “Ayo.”
Emma berdiri dan membawa alat tulisnya. Berjalan berdua menuju ke laboratorium yang berada di lantai dua. Teman-teman sekelasnya pun ada yang sudah ke sana terlebih dahulu dan ada yang bersama keduanya. Menuruni anak tangga karena letak kelas 12 IPA-1 berada di lantai tiga.
Membuka pintu laboratorium. Emma berlari terlebih dahulu ke meja yang masih kosong. Diikuti oleh teman sekelas mereka. Semeja berisi Enam orang. Emma sudah menyuruh Raya untuk duduk di sebelahnya. Tapi ia tiba-tiba ditarik oleh seseorang untuk duduk di sebelahnya. Siapa lagi kalau bukan Vian.
Emma mendengus kesal dan berjalan ke arah meja Raya serta Vian yang hanya terisi oleh mereka saja karena perintah Raya yang menyuruhnya duduk di sana lewat ekor mata.
“Udah Lo duduk di sini aja.” Kata Vian, kembali fokus untuk membaca materi.
Raya mengangguk. Kursi sebelahnya masih kosong dan di depannya sudah terisi oleh Emma.
“Ini kita dateng duluan ya? Belum ada batang hidung anak pungut.” Emma celingak-celinguk ke sana kemari.
Raya hanya menimpali dengan anggukan kepala karena fokus membaca materi untuk hari ini.
Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang. Reza serta antek-anteknya datang. Duduk di meja yang masih kosong. Reza serta Aldeo masih diam di pintu. Sampai Reza berjalan ke arah meja Vian, Emma serta Raya. Diikuti oleh Al. Dirinya duduk di samping gadis itu, Raya. Dan Al duduk di depan Reza menyisakan satu bangku di tengah-tengah Al serta Emma.
“Lo ngapain disini?” Tanya Vian menatap tajam Reza.
Reza mengedikkan bahunya santai, “Penuh, karena di sini masih kosong ya gue duduk di sini aja.” Ujarnya.
Al mengangguk menimpali, “Gak ada yang ngelarang juga.”
Vian ingin saja menyuruh Raya untuk menukar tempat duduknya sebelum gadis dengan mulut jahatnya itu duduk di kursi yang masih kosong itu.
“Oh! Di sini ada Lo juga, Ray?” Tanya Kayla.
Raya hanya menatap Kayla datar. Tanpa minat menjawab ia kembali membaca materi. Meskipun terlihat tenang dan seperti fokus membaca materi sebenarnya Raya sedang mencoba untuk tidak menutup telinganya. Kepalanya terasa berisik serta telinganya.
Kayla berekspresi kaget, “Wah! Sombong ya. Gue baru tau anak SMA Wijayakusuma pada sombong-sombong semua.” Ucapnya.
“MAKSUD LO?!” Emma tidak terima. Ia berdiri menatap tajam Kayla tapi kembali duduk setelah Vian menyuruhnya duduk dengan tatapan tajamnya. Emma mendengus.
Kayla tertawa. “Santai dong. Raya Lo baca apa? Gue denger Lo pinter ya? Emm... Bisa ajarin gue dong kalau ada tugas.” Katanya dengan senyuman manisnya.
Raya sedari tadi diam-diam mengepalkan tangannya erat menahan sesuatu yang ingin keluar. Menatap tajam Kayla dengan wajah yang masih datar serta tenang. Aura mematikan keluar dari tubuh Raya.
“Gak usah sokab bisa?” Ujarnya.
“Kok Lo gitu sih, kita kan temen sekarang. Kita sat—“
“LO BISA GAK DIEM? HAH?! BERISIK TAU GAK?!”
Tidak tahan karena kepalanya sangat-sangat ramai. Raya tidak sengaja kelepasan dan membuat seluruh laboratorium mendadak hening.
Raya memasang wajah cengoh. Ia tidak bermaksud membentak Kayla. Itu bukan sifatnya.
“LO BER—Reza?!”
Reza tiba-tiba menarik tangan Raya dan mengajaknya pergi dari laboratorium meninggalkan Vian, Al, Emma serta Kayla yang mendengus kesal. Vian ingin mengejar tetapi bertepatan Reza dan Raya keluar Bu Ida masuk.
Laki-laki itu membawa Raya jauh dari keramaian. Raya hanya diam, ia masih kaget keadaan tadi dan belum menyadari.
“Lo gak apa-apa?” Tanyanya saat sudah di area taman yang sepi.
Raya mendongak menatap Reza kosong. Suara-suara itu masih bisa ia dengar meskipun ia pergi jauh. Menutup telinganya rapat-rapat menggunakan kedua tangannya. Raya menutup matanya pula.
Reza bingung. Keadaan ini mengingatkannya kepada seseorang di masa lalu. “Ray, Lo kenapa?” Tanya Reza memegang erat bahu Raya dengan ekspresi khawatir.
Raya perlahan-lahan menetralkan nafasnya yang tadi sangat terburu-buru. Melepaskan tangannya dari kedua telinganya saat suara-suara itu tiba-tiba menghilang. Menatap Reza tanpa ekspresi.
“Lepas.” Ujarnya.
“Hah? Oh!” Reza terkejut tapi ia cepat menanggapi. Melepas tangannya dari bahu Raya.
“Lo gak apa-apa?” Tanyanya.
“Gue gak apa-apa dan makasih.” Raya meninggalkan Reza sendiri di taman untuk kembali ke laboratorium.
Reza hanya diam menatap punggung Raya.
...
...
“DIO! JANGAN LO MAKAN MAKANAN GUE ANJING!”
Terjadi lagi. Pertengkaran antara Zai dengan Dio. Di mana ada Zai dan Dio pasti ada keributan di sana.
“Gue ambil satu juga. Jadi orang gak usah pelit, Zai.” Kata Dio.
“Bodo, ganti gak. Gue belinya dengan susah payah. Antri lama dan Lo seenak jidat ngambil.” Kekeh Zai.
“Loh! Lo nanti dapet pahala dong. Memberi makanan dari hasil jerih payah Lo sendiri.” Ujar Dio santai.
“Pokoknya Lo harus ganti. Gak mau tau gue.”
“Idih! Ogah.”
Zai menarik tubuh Dio yang tadi sempat menjauh. Memberikan hukuman kepada laki-laki itu.
“Duh! Aduh! Zai sakit.”
“Ini kenapa woy?” Jenny datang membawa nampan makanan bersama dengan yang lainnya. Mengambil tempat duduk dekat Zai yang memasang wajah kesal.
“Jen, temen Lo cewek apa gak sih? Sumpah ya, tangannya kuat banget.” Decak Dio. Menatap skeptis Zai.
“Badan Lo aja yang lembek.” Kata Agam santai sembari memasukkan makanannya ke dalam mulut.
Dio mendengus mengalihkan tatapannya ke arah Raya serta Nabilla. “Ray, Bil, nanti jangan lupa dateng buat support kita. Gak ada Lo berdua tu rasanya sepi.” Ujarnya dramatis di akhir kata.
“Heh! Minggu lalu gue sama Zai teriak-teriak sampai tenggorokan kering gak Lo liat? Wah! Parah!” Decak Jenny.
Zai mengangguk menimpali dengan antusias. Menatap kesal Dio pula.
“Ya gak gitu maksudnya Jenny anaknya Pak Wriston yang kayanya tujuh turunan.” Kata Dio jengah.
“Ya gue usahain deh, nanti dateng.” Kata Billa.
“Ya gue sama juga, kalau gak Pak ketos nambah tugas ya gue dateng.” Ujar Raya tersirat sindiran serta menatap Vian sebentar.
“Nah! Yan, Lo jangan lah nambah-nambah tugas buat anak OSIS. Kalau Raya dateng kan Lo juga semangat.” Goda Haiden.
Vian memutar bola matanya malas, “Hmm.”
“Bil, lo—“
“Permisi boleh gabung gak? Meja lain penuh soalnya.”
Semua atensi teralihkan dan menatap sang unknown. Mereka adalah Reza cs. Al mengawali dengan niatan meminta izin. Memang Al yang santai saat menghadapi seseorang.
Agam menatap sekitar. Benar, meja semua sudah penuh hanya meja mereka yang terlihat lenggang meskipun sedikit. Mengangguk, “Ya boleh, geser duduknya biar yang lain kebagian.” Suruh Agam.
Dengan kesal Jenny menggeser tempat duduknya lebih dekat dengan Zai. Raya pun sama dalam diam ia menggeser tempat duduknya mepet dengan Jenny karena ia duduk di sebelahnya. Reza, Kris, Nathan serta Al duduk di sebelah Raya.
Karena posisi duduk mereka Billa paling pojok dengan sebelahnya Zai, Jenny serta Raya.
Sedangkan di depan mereka ada Dio, Agam, Haiden dan Vian. Serta Reza tepat sebelah Raya, Kris, Nathan serta Al. Dan di depan atau tepat sebelah Vian ada Kayla, Adel, Sella serta Silfi.
Karena datangnya anak SMA Rajawali, mereka hanya diam memakan makanan mereka diam. Tidak ada yang bersuara. Raya, Zai, Jenny, Billa fokus terhadap makanan mereka dan Vian, Aiden, Agam serta Dio fokus bermain ponsel sambil meminum minuman mereka.
“Kok pada diem? Kita ganggu ya?” Ujar sok polos Sella.
“Tu tau.” Disetujui oleh Jenny tetapi dengan cepat Raya menyenggol lengan Jenny. Memperingati.
“Kita kan teman, gak seharusnya ada kata mengganggu dong. Ya kan Ray?” Kayla tersenyum manis sembari menatap Raya.
“Kapan kita temenan? Kalau halu jangan tinggi-tinggi, nanti jatuh sakit.” Kata Billa heran.
“Loh! Kan kita satu sekolah. Kata Pak kepala sekolah kan kita berteman. Fasilitas kita juga sama.” Kata Silfi.
“Terus? Kalau kita satu sekolah sama fasilitas harus berteman gitu? Gila aja.” Decak Jenny.
“Biasa anak Rajawali halunya tinggi-tinggi cuy.” Ujar Zai santai.
“Maksud Lo?!” Kris berdiri menatap tajam Zai.
Dio berdiri dengan wajah bingung, “Santai dong bre.”
“Cih! Baperan.” Gumam Jenny yang masih dapat didengar oleh mereka.
Kris ingin maju menghampiri Jenny tetapi ditahan oleh Nathan serta Al.
“Mau apa? Pukul? Sini maju. Beraninya kok sama cewek.” Jenny memang berniat memancing emosi Kris yang tidak bisa terkontrol kadang.
“Mulut Lo tu kayak duri.” Ujar Adel.
Billa menatap takjub Adel, “Wah! Gak mirror. Punya kaca gak? Gue punya nih, gratis malah.” Diserahkannya sebuah kaca kecil yang sering dibawanya. Adel hanya dapat menggeram marah diam.
“Makanya nyadar kalian berdiri di mana. Ini sekolah kita, kalian itu semacam apa ya Zai? Anak pungut? Apa anak gembel?” Jenny tertawa.
Kayla mendengus marah. Dengan cekatan ia mengambil minumannya yang berupa es jeruk dan menumpahkannya pada Jenny. Tetapi sialnya dengan cepat Raya menepis tangan Kayla sampai berakhir Raya sendirilah yang terkena es jeruk tersebut.
“Akhh!” Pekik Zai.
Raya menatap nanar rok abu-abunya serta seragam putihnya. Meskipun memang niatnya ingin menggantikan posisi Jenny tapi tidak sampai ia terkena tumpahan jus jeruk ini juga.
“LO KALAU ADA MASALAH BILANG SAMA GUE, SINI MAJU.” Zai menghampiri Kayla dan mendorongnya sampai jatuh. Mereka menjadi pusat perhatian sekarang.
Vian dengan cepat melepas seragam putihnya untuk menutupi seragam Raya yang basah dan tersisa kaos hitam. Menatap tajam Reza yang berdiri tepat di sebelah Raya.
“Kalau punya anak buah diurus yang bener. Jangan sampai gue liat anak buah Lo ganggu temen-temen gue.”
Setelah mengucapkan kalimat itu, Vian menggiring Raya keluar kantin. Peninggalan Vian serta Raya. Terjadilah aksi jambak-jambakan antar Jenny, Billa, Zai dengan Kayla, Sella, Silfi dan Adel.
“Wah! Gue baru pertama kali liat berantemnya perempuan kaya gini. Seru juga.” Gumam Aiden ditimpali oleh Dio.
Agam menghela nafas panjang, “Ayo pisahin mereka. Sebelum guru pada dateng. Jangan asikan nonton.” Agam menggeret Dio serta Aiden agar membantu memisahkan mereka.
Reza diam-diam menghilang. Keluar dari area kantin.