NovelToon NovelToon
Suamiku Itu Mantan Bosku

Suamiku Itu Mantan Bosku

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Percintaan Konglomerat / Mengubah Takdir / POV Pelakor / Office Romance
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Aping M

Deskripsi: Hazel merasa dunia runtuh saat dia dipecat akibat fitnah dari rekan kerja dan baru saja mendapati kekasihnya berselingkuh. Dalam keputusasaan, dia pulang ke rumah dan menyerahkan segalanya pada orang tuanya, termasuk calon pasangan yang akan dijodohkan untuknya. Namun, saat keluarga dan calon suaminya tiba, Hazel terkejut—yang akan menjadi suaminya adalah mantan bos yang selama ini sangat dibencinya. Dihadapkan pada kenyataan yang tak terduga dan penuh rasa malu, Hazel harus menghadapi pria yang dianggapnya musuh dalam diam. Apakah ini takdir atau justru sebuah peluang baru? Temukan jawabannya dalam novel "Suamiku Mantan Bosku"😗

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aping M, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 Hazel yang terbaring lemah

“Bisakah tetap di sini untuk memelukku lagi seperti kemarin?” Hazel berbisik lembut, suaranya nyaris tenggelam dalam udara malam yang tenang. Matanya menatap Lucas penuh harap, seolah ada ribuan kata yang terpendam di balik permintaan sederhana itu. Kali ini, dia sudah bulat tak ada yang boleh menghalanginya lagi.

Lucas, tanpa menjawab sepatah kata pun, merespons dengan gerakan yang pelan namun penuh arti. Ia membaringkan tubuhnya di samping Hazel, membiarkan selimut tebal menyelimuti mereka berdua dalam kehangatan yang sama.

Hazel berbaring membelakangi Lucas, sementara Lucas, dengan lembut, memeluk tubuhnya dari belakang, menariknya erat seolah takut kehilangan. Keheningan yang menyelimuti kamar mereka terasa begitu nyaman, hanya dihiasi detak jantung mereka yang saling berirama.

Aroma khas Hazel kini menguar, menyelusup di udara dan menjadi sesuatu yang akrab bagi Lucas. Aroma itu membawa ketenangan, seolah menyihirnya untuk tetap berada di sini, bersama wanita yang dulu hanyalah sekretarisnya, namun kini jauh lebih dari itu.

“Apakah... kamu tidak sedikit pun memiliki perasaan padaku?” Hazel berbisik sambil memutar tubuhnya, menghadap Lucas. Wajahnya sarat dengan perasaan terluka, namun penuh keberanian untuk mendengar jawaban yang mungkin tak ingin ia dengar.

Lucas hanya menatapnya, lalu menghela napas pelan. “Tidurlah. Kau butuh istirahat agar cepat pulih.” Kalimat itu begitu sederhana, namun di baliknya Hazel merasakan jarak yang seakan terus ada di antara mereka.

“Maafkan aku…” gumam Lucas pelan. Kata-kata itu terjatuh seperti hujan yang tak diinginkan, dan Hazel hanya bisa menunduk, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuknya.

Namun ia gagal. Satu demi satu tetes air mata itu jatuh, menyampaikan rasa sakit yang tak mampu diucapkan.

“Apa aku tak layak dicintai?” tanya Hazel, suaranya bergetar. Sebelum ia sempat merespons, Lucas tiba-tiba menariknya lebih dekat dan melumat bibirnya dalam ciuman yang dalam dan penuh arti.

“Kau yang paling mengenalku, Hazel,” bisik Lucas. “Kau yang selama setahun ini ada di sisiku sebagai sekretarisku. Tidakkah kau merasakan perbedaan sikapku padamu selama sebulan ini, setelah kita menikah?”

Pertanyaan itu terasa seperti teka-teki bagi Hazel, membuat hatinya berdebar campur aduk. Sebelum ia sempat membalas, dering telepon Lucas mengganggu keheningan mereka. Nama Reina tertera jelas di layar, namun saat Lucas hendak mengangkatnya, Hazel meraih tangannya, menahannya.

“Untuk kali ini, bisakah kamu menjauhkan ponsel itu? Aku tak ingin diganggu lagi,” pintanya dengan nada manja yang membuat Lucas tersenyum gemas.

“Baiklah, aku akan mematikannya,” jawab Lucas, sambil mematikan teleponnya. Senyum kecil tersungging di bibirnya, dan Hazel merasakan sesuatu yang berbeda di sana, sesuatu yang membuatnya tak bisa menahan senyum meskipun hatinya masih penuh keraguan.

Lucas kembali merengkuh Hazel dengan hangat, dan kali ini Hazel benar-benar merasa nyaman, seakan beban yang selama ini mengikatnya perlahan-lahan menguap. Dia meraih lengan Lucas, merasakan otot-ototnya yang kuat dan hangat, dan tanpa sadar memegangnya erat. Pelukan itu seperti rumah, tempat dia merasa aman dan terlindungi.

Tak lama kemudian, rasa nyaman itu membawa Hazel ke dalam mimpi. Lucas menatapnya yang tertidur lelap, menyapu wajah cantiknya dengan pandangan penuh kasih. Dengan lembut, ia mengecup bibir Hazel yang kini tertidur tenang di sisinya, seakan menandakan bahwa meskipun tak terucap, ada sesuatu yang mendalam di sana.

“Aku ingin tahu, seberapa besar usahamu untuk merebutku dari Reina, Hazel,” bisik Lucas, membelai rambut Hazel dengan lembut. “Tapi satu hal yang perlu kau tahu, aku akan selalu mendukungmu, meski mungkin caraku tak selalu tampak jelas.”

Sesaat kemudian, Lucas berbaring di sampingnya, perlahan-lahan tertidur di sebelah Hazel, yang masih terlelap dalam dekapan hangatnya. Ketenangan malam itu seakan melingkupi mereka, membiarkan mereka tertidur dalam keheningan yang nyaman dan damai.

….

Ketika matahari pagi menembus jendela kamar, keduanya terbangun dengan terkejut. Matahari sudah tinggi, dan Lucas segera menyadari betapa waktu telah berlari tanpa mereka sadari.

“Hazel, aku harus berangkat. Aku punya pertemuan penting pukul sembilan,” gumam Lucas, dengan raut wajah yang mencerminkan betapa ia ingin tetap tinggal.

Hazel yang masih terbaring hanya tersenyum kecil dan mengangguk. "Apakah kamu sudah sarapan? Maaf aku kesiangan jadi tidak sempat masak untukmu" ucapnya merasa bersalah.

"Aku sudah makan roti tadi, kau lanjutlah beristirahat. Wajahmu masih terlihat pucat. Aku sudah memanggil dokter untuk memeriksamu, tetapi aku tidak bisa menemanimu" kata Lucas, sembari merapikan dasinya dan dengan Gerakan sedikit lebih cepat, dia mengelus pipi lembut dan mencium kening Hazel.

“Aku berangkat dulu, kau jangan kemana-mana. Jaga Kesehatanmu terlebih dahulu. Ingat!” peringatan Lucas. Ia pun segera bergegas pergi dan menutup pintu kamar.

Hazel yang masih terbaring di tempat tidur, matanya mengerjap perlahan mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk melalui jendela besar di kamarnya.

Hazel awalnya ingin bangkit dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi, namun ketika mencoba untuk duduk, rasa pusing segera menyerangnya, membuatnya seakan melayang-layang.

Setelah berusaha mengumpulkan tenaga, Hazel menghela napas panjang dan mengulurkan tangannya untuk meraih telepon yang terletak di meja samping tempat tidurnya.

Rumah Lucas sangat luas, dan setiap kamar memiliki sambungan telepon yang bisa terhubung ke berbagai ruangan. Jika ia mencoba memanggil secara langsung, kemungkinan besar suaranya tak akan terdengar sampai ke para asisten rumah tangga yang biasanya sibuk di area lain.

Telepon berdering beberapa kali sebelum akhirnya diangkat.

“Selamat pagi, Nyonya Hazel, ada yang bisa saya bantu?” sapaan ramah seorang ART terdengar dari ujung sana.

“Selamat pagi. Boleh sambungkan ke Bi Sari?” jawab Hazel dengan suara lemah, berharap asisten rumah tangga senior itu bisa membantunya hari ini.

“Maaf, Nyonya, Bi Sari saat ini sedang pergi bersama dua ART lainnya untuk berbelanja kebutuhan dapur. Jika berkenan, Nyonya bisa meminta bantuan saya,” jawab ART tersebut sopan.

Hazel sedikit terdiam, menyesuaikan diri dengan informasi itu, lalu berkata, “Baiklah. Bisa tolong datang ke kamar saya sekarang? Terima kasih.”

“Dengan senang hati, Nyonya. Saya akan segera ke sana,” sahut ART tersebut dengan nada hormat. Telepon pun ditutup.

Tak lama berselang, terdengar ketukan pelan di pintu.

Tok... tok... tok…

“Maaf, permisi, Nyonya. Saya Rara, ART yang tadi Nyonya sempat telepon,” ujar suara lembut dari balik pintu.

“Silakan masuk, pintunya tidak saya kunci,” jawab Hazel, suaranya masih terdengar lemah.

Rara membuka pintu dengan hati-hati dan melangkah masuk. Gadis muda itu tampak ramah dan bersahaja, sorot matanya penuh perhatian pada Hazel yang masih terbaring di tempat tidur.

“Baik, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan nada sopan.

Hazel menarik napas dalam sebelum menjawab, “Rara, kepalaku sangat pusing. Aku ingin mandi, tapi rasanya tidak sanggup berjalan ke kamar mandi. Bisakah kamu menyiapkan air hangat di bathtub untukku?” Hazel memohon pelan, sambil mencoba menahan rasa sakit di kepalanya.

Rara mengangguk dengan sigap, lalu berjalan menuju kamar mandi yang berada di sisi lain kamar tidur Hazel. Ia mulai mempersiapkan air hangat, mencampurnya dengan sedikit minyak esensial lavender untuk membantu Hazel merasa lebih tenang. Uap hangat segera memenuhi kamar mandi, dan aroma lavender yang menenangkan menyebar perlahan, menciptakan suasana yang nyaman.

Sementara Rara sibuk di kamar mandi, Hazel perlahan mencoba bangkit dari tempat tidur, meskipun tubuhnya terasa berat dan lemah. Setelah memastikan air sudah cukup hangat, Rara kembali ke samping Hazel dan dengan hati-hati membantunya berdiri.

Hazel merasa bersyukur ada seseorang yang dapat diandalkan dalam keadaan seperti ini, meski biasanya ia terbiasa melakukan semuanya sendiri.

Dengan langkah perlahan, Hazel berjalan menuju kamar mandi, didampingi oleh Rara yang tetap setia di sisinya, memastikan Hazel tidak kehilangan keseimbangan.

Sesampainya di kamar mandi, Hazel merasakan sensasi hangat dari uap air yang menyambutnya. Rara dengan cekatan membantu Hazel masuk ke dalam bathtub yang sudah dipenuhi air hangat.

“Terima kasih, Rara,” ucap Hazel dengan lirih namun penuh rasa terima kasih. Matanya menutup sejenak, membiarkan kehangatan air meredakan rasa lelah dan pusing yang tadi menyiksanya.

“Senang bisa membantu, Nyonya. Saya akan menunggu di luar. Jika ada yang Nyonya butuhkan, panggil saja saya,” ujar Rara sambil menutup pintu kamar mandi dengan lembut, memberinya privasi untuk beristirahat.

Hazel duduk di dalam bathtub, membiarkan air hangat menyentuh kulitnya dan meresap hingga ke tulang-tulang yang terasa lemah. Aroma lavender menenangkan pikirannya, perlahan-lahan mengusir rasa lelah yang tadi mendera. Sesekali, matanya terpejam, mencoba menikmati momen damai dan tenang yang langka di rumah ini.

Setelah beberapa saat, Hazel merasa cukup kuat untuk kembali ke kamar. Saat ia melangkah keluar dari kamar mandi, ia mendapati Rara telah menyiapkan meja kecil di samping jendela dengan nampan berisi secangkir teh hangat dan beberapa irisan roti panggang.

“Nyonya, saya menyiapkan teh hangat dan roti untuk sarapan ringan. Semoga bisa membantu menghangatkan tubuh Nyonya,” ujar Rara sambil menunduk sopan.

Hazel tersenyum kecil, merasa sangat terbantu dengan perhatian Rara. Duduk di kursi dekat jendela, ia menikmati teh hangat sambil menatap taman luas yang terhampar di luar. Aroma teh dan kehangatan sinar matahari pagi yang menerpa wajahnya perlahan-lahan membuat Hazel merasa sedikit lebih baik, meski sakit di kepalanya masih samar-samar terasa.

1
Vebe Kabenaran
Luar biasa
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up thor
ff_aulia D
waktu bulan madu fi Paris lukas membeli perhiasan kok belum di berikan ke hazel...
Aprilia
Hihi iya makanya🤭
Henny Aprilaz
mampir thor
Aprilia: Terima kasih, semoga senang dengan ceritanya😊🙏🏻
total 1 replies
Aprilia
Mohon ditunggu ya kak🤭🙏🏻
Reni Anjarwani
lanjut thor
mama Al
panas panasan dah
mama Al
ehmm kekuatan istri sah bekerja
Reni Anjarwani
doubel up thor
Roulysa Marluna
pasti si reina yg tlp bpknya lucas...
Reni Anjarwani
doubel up thor , bagus sayang upnya lama
Aprilia: Huhu maaf ya sambil kerja soalnya🥲🙏🏻
total 1 replies
Reni Anjarwani
doubel up thorr
🙈🙉🙊
Cobaan apalagi ini.....
🌟~Emp🌾
Oh ya,, 😱😱🤧🤧🤧
mama Al
hari pertama menikah
mama Al
jadi apakah hazel nanti bercerai dari Lucas dan bertemu lagi n
Fauzi Septian
Karyanya sangat menarik, alurnya jelas dan oke sih. Yaa cukup menghibur pokoknya👍🏻
Aprilia: Terima kasih kak, mampir terus yaa untuk update selanjutnya🤭
total 1 replies
Fauzi Septian
makanya dari awal udah bener manfaatin fasilitas keluarga lah jadi kembalilah Hazel ke😂
Fauzi Septian
iya lagian reinanya juga jahat buat apa hormat 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!